Kamis, 28 Oktober 2010

Manajemen Mendengar


Mendengar, begitu mudah diucapkan akan tetapi sungguh sulit untuk dilakukan. Mengapa mendengar sangat sulit untuk dilakukan, walaupun secara teori kita cuma diam dan pasang telinga baik-baik, tidak perlu buang-buang kalori untuk mendengar sebuah masukan.
Sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara, kita punya 2 telinga dan satu mulut. Secara tidak langsung seharusnya manajemen mendengar kita harus lebih canggih dari manajemen retorika/manajemen berbicara kita.

Rasullulah mengatakan barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah dengan kata-kata yang baik ataupun lebih baik diam. Alasannya masuk akal, sebab kata-kata kita kelak akan dipertanggungjawabkan (QS. 50:18). Ketika tidak ada gunanya kita berbicara, alangkah baiknya apabila kita diam. Karena dengan diam itu ada kekuatan, salah satunya kekuatan sabar kita yang diuji.
Banyak sekali percekcokan, pertentangan, perkelahian karena kita tidak bisa saling mendengar, semuanya ingin didengarkan dan dianggap memiliki kata-kata yang mumpuni dan solutif. Setajam-tajam pedang lebih tajam lidah orang, sering terjadi sengketa karena salah bicara, nah lo!

Menjadi pendengar yang baik adalah sangat sulit sekali, sudah sulit ditambah sangat plus sekali, fiuhhh. Manajemen mendengar sudah coba aku asah sejak aku pelajar, akan tetapi masih sulit juga, kadang pertahananku bobol dan keluarlah seribu satu alasan atau pembenaran agar tidak terlalu lama jadi pendengar. Apalagi kalau ada kritikan yang diarahkan kepada kita, mau beralasan pasti dikira membela diri, mau tidak membela diri kuping kita jadi panas. Seandainya kritik itu benar mungkin kita masih bisa berbesar hari, kalau kritik yang diarahkan kepada kita cenderung fitnah, akan sangat menyakitkan. Pasrah sajalah, memang kita perlu belajar senam hati, toh Allah tidak tidur, so take it easy.

Keterampilan menjadi pendengar yang baik akan selalu mendewasakan orang, aku sangat yakin dan percaya bahwa orang yang mampu mendengar dengan hati akan menjadi individu yang tidak takut akan perubahan dan siap untuk bersaing secara sehat. Bagaimanapun, ketika kita mampu menganalisa lebih dalam dari hasil mendengar kita, maka akan sangat bermanfaat bagi kita kelak di kemudian hari.

Aku berharap, bahwa aku bisa menjadi orang yang mampu mendengar dengan hati, berbicara dengan asertif, dan aku mohon perlindungan kepada Allah akan segala fitnah. Semoga aku dijauhkan dari salah prasangka, iri, hati, dengki, rasa sombong dan zalim kepada orang lain. Ya Allah peliharalah aku dari hal-hal yang bisa mencelakaiku. Semoga selamat hidupku di dunia dan akhirat, Amien.

Rabu, 27 Oktober 2010

Pesona Puncak di Malam Hari


Pertama kali tahu tentang puncak adalah ketika aku masih SD, dimana Puncak menjadi salah satu tempat wisata yang tertulis di Mainan yang bernama Monopoli. tidak kebayang sama sekali mengenai Puncak pass, apakah itu taman, hutan, or gunung. Yang aku tahu puncak pass Bogor bersanding dengan kompleks wisata yang murah dalam permainan monopoli tersebut. kalau nggak salah satu komplek sama Kebun Binatang Ragunan, Taman Safari, Taman Mini dsb.


Semakin beranjak tua, Puncak semakin familiar karena sering muncul beritanya di TV. Puncak yang berhawa dingin yang letaknya tidak begitu jauh dari Jakarta, Puncak yang rawan macet ketika liburan, puncak yang sudah berubah menjadi hutan villa, dan puncak untuk lokasi syuting-syuting sinetron.
Marketisasi media ternyata cukup ampuh untuk mengajak seseorang mengunjungi puncak, dan lagi-lagi akulah orangnya itu salah satunya.
Akhirnya my dream come true juga, seorang teman mengajak ke puncak selepas kerja pada hari Jumat. Hitung-hitung refreshing daripada cuma bengong di Kost. Walaupun hujan deras tiada berpantang surut ke belakang, patriotik banget ya. Maklum, mumpung ada kesempatan.
Perjalanan macet kota Jakarta yang membuat perjalanan terasa lama, ketika sampai di Puncak sudah menjelang malam, kurang lebih 4 jam perjalanan dengan macetnya.


Sesampai di puncak, udara dingin langsung menusuk-nusuk tulang. Walaupun aku anggun (anak gunung), aku merasa dingin sekali rasanya malam itu. Suasananya memang tidak begitu jauh berbeda dengan Batu Malang, dingin dan banyak villa. Karena datang malam hari, yang nampak hanya gelap dan pesona cahaya lampu berkelap-kelip ibarat mata-mata yang berbinar-binar dari kejauhan. Sorry bahasanya nyastra dikit.
Mampir di Masjid Attaawun, sungguh pengalaman yang menarik. Sebuah masjid yang cukup eksotik dan kayaknya pantes buat bermuhasabah dan nyaman untuk menyendiri. Sayang sekali, walaupun di masjid masih banyak juga pasangan PDA yang rata-rata ABG. Ngapain ya malem-malem keluyuran, nggak jelas.


Dingin jadinya laper, biar hangat maka harus makan. Pas perjalanan dai Jakarta melewati Bogor sudah ngincer warung makan di pinggir jalan yang serupa tenda-tenda gitu, nampaknya tradisional banget makanannya. Pingin mampir pas pulang ah, gitu pikirku. But, laper udah nggak tahan akhirnya makan gorengan 10 Biji sama minum Bajigur dan bandrek campur susu. Wuihhh, enak gila! Laper, dingin minumnya panas….asli bikin pingin tidur.
Di Sepanjang jalan cuma gelap yang terlihat, sesekali ada orang yang berdiri di pinggir jalan sambil membawa senter yang berkedip-kedip. Kata temenku mereka menawarkan villa. ooooo…begindang…..sama selimutnya nggak Om? Tahukan maksudnya.


Cukup satu jam setengah, nggak lebih. Soale dingin banget. Maklum habis hujan. Pulanglah aku ke Jakarta. tekadku, aku pasti balik but enaknya siang hari ya. Biar kelihatan semuanya. InsyaAllah…

Minggu, 17 Oktober 2010

Menggapai Separuh Mimpi...



Mimpi adalah harapan, mimpi adalah sebuah keinginan yang tulus. Berharap mimpi menjadi kenyataan adalah sebuah proses yang normal. Membuat mimpi menjadi nyata adalah sebuah keinginan yang besar dalam hidup seseorang. Sebagian orang berusaha menggapai mimpinya dengan cara yang ia anggap baik dan sebagian orang berharap dengan kekuatan doa agar Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merealisasikan mimpinya dengan cara yang telah diatur olehNya. Mungkin aku adalah orang yang masuk dalam golongan ke-2. Mimpiku banyak terwujud dengan bantuan Allah SWT sebagai pemilik hidup.

Mimpi-mimpiku yang aku pendam semenjak kanak-kanak satu persatu mulai terealisasi, walaupun sebenarnya aku tidak terlalu ngoyo untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Karena aku yakin bahwa semua sudah ada yang mengaturnya dan sudah ada jalurnya masing-masing. Mengunjungi dan berwisata di tempat wisata yang terkenal di Indonesia dan di seluruh dunia pasti menjadi sebagian besar mimpi orang-orang di seluruh dunia. Begitu pula aku yang selalu mencoba untuk menghargai apapun pengalaman yang didapat, walaupun bagi orang lain dianggap tidak bermakna, bagiku adalah sebuah anugerah yang indah, yang akhirnya akan menjadi rangkaian perjalanan hidupku di dunia yang hanya sementara ini.

Menginjakkan kaki di kota Medan bukanlah sebuah peristiwa yang biasa saja bagiku. Sedikit banyak mimpiku sudah terwujud walaupun ada obsesi yang lebih besar dari sekedar mengunjungi kota Medan. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Bandara Polonia Medan pada Minggu Malam 10-10-2010. Sebelumnya di Kota Padang pada tahun 2003, kemudian kota Batam pada Bulan September dan yang ketiga adalah Kota Medan Sumatera Utara. Aku berharap suatu saat dapat mengunjungi Kota Banda Aceh, Bengkulu, Palembang, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Lampung dan kota-kota lain di Pulau Andalas ini. Semoga….

Tugas dari Kantorlah yang mengantarkan aku ke Kota Medan. Sebuah Kota di pesisir timur Sumatera dengan segala keunikannya. Selama 5 hari sangatlah tidak cukup untuk mengenal lebih dalam tentang pesona Sumatera Utara yang terkenal dengan Wisata Danau Tobanya ini. Pinginnya ekstens sampai hari Minggu sehingga bisa mengunjungi danau Toba, tapi karena first time trip sehingga belum kepikiran ke situ. Semoga suatu saat aku bisa berfoto di samping danau Toba yang merupakan mimpiku sejak aku SD. Foto dengan pose sok cool agar kelihatan sedang merenung di pinggir sebuah Danau terbesar di Indonesia. Siapa tahu bisa dijadikan salah satu gambar nominasi pre weddingku kelak. Pre wedding tapi gak ada pasangannya apa bisa ya? Bisa, tapi nggak lumrah.

Berbicara mengenai mimpi kanak-kanakku dulu, sebenarnya ada 4 tempat wisata yang sangat ingin aku kunjungi sejak aku masih imut-imut dulu (sekarang masih nampak lho, sisa-sisa keimutannya he..he…). Tempat-tempat tersebut adalah Bali, Danau Toba, Bromo dan Taman Impian Jaya Ancol. 3 dari tempat wisata tersebut sudah aku kunjungi walaupun terbilang telat. Aku Bisa ke Pulau Bali pada usia 23 Tahun (udah kebilang tuwir kan). Keinginanku tersebut terwujud dengan manis, karena aku bisa tinggal di Bali selama 4 Minggu dalam rangka pelatihan, gratis plus uang saku. Asyikkan! Tips : Kalau pingin ke suatu tempat, bantulah dengan kekuatan doa, InsyaAllah terwujud walaupun tidak dalam waktu dekat. Percayalah. Selanjutnya Bromo serta Ancol juga sudah terwujud, semuanya gratis karena ada sponsornya, Asyik bukan. Yang penting sabar bahwa semua akan ada waktunya. Tinggal danau Toba yang belum terealisasi, tapi dengan mengunjungi Medan aku bersyukur sebagian mimpi dan jalan sudah mulai terbuka untuk ke Danau Toba.

Ketika mengunjungi sebuah Kota yang baru, biasanya aku sangat tertarik dengan wisata Budaya dan kulinernya. Mencoba memahami karakteristik masyarakat sebuah kota tidak cukup dalam 5 hari, perlu tinggal lebih lama lagi. Dalam lima hari aku mendapat pengalaman yang membuat aku menjadi lebih merasa lagi sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Ternyata pengetahuanku sangat terbatas di antara beribu keanekaragaman dan kebinekaan yang ada di Indonesia. Indonesia memang sangat kaya dengan budaya dan kulinernya. Medan dengan suku Bataknya menjadi ciri khas yang menarik untuk diamati. Aku dibesarkan dalam lingkungan Jawa tentu akan sedikit merasa canggung ketika berada dalam komunitas suku lain, ternyata kecanggunganku tidak beralasan karena teman-teman dari Medan sangat friendly dan keramahannya lebih dari yang aku bayangkan. Terus terang ketika hendak mengunjungi Medan yang terbayang di benakku adalah aku akan disambut oleh orang dengan logat bicara yang asli medan dengan e tarling dan nada yang selalu naik 0.5-1 oktaf sehingga sekilas seperti membentak. Persepsi ini terbentuk karena dipengaruhi oleh sinetron, infotaintment dan acara lawakan di TV yang selalu menggambarakan orang Batak dengan orang yang ngomongnya kenceng dan frankly speaking tanpa tedeng aling-aling, phewww…

Ternyata persepsiku banyak yang keliru, memang banyak juga yang seperti digambarkan di Sinetron dan infotainment. Surprisenya, supervisor medan malah lemah lembut persis kayak puteri Solonan. Wajahnya juga nggak nampak orang Sumatera Utara, cenderung kalem (kayak lemper he..he…he..) dan tenang. Cuma namanya saja yang ada marganya sehingga membedakan dengan orang Jawa. Usut punya usut ternyata beliaunya lama tinggal di Bandung, sehingga budayanya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya Sunda. Mungkin lho, namanya juga analisis Bebas, nggak ada yang ngelarang. Iyakan Mbak Mel?

Lain lubuk lain belalang, dalam menyebut istilah tertentu aku sempet dibuat heran. Contohnya ketika seorang staf area medan menyebut sepeda motor dengan sebutan kereta. Kereta dari hongkong? Pikirku kala itu. “Saya naik kereta aja, kata Eldo salah seorang tim area Medan.” Karena Goblok atau belum ngerti, spontan aku nyeletuk, “ Naik Kereta????? Mana Relnya pikirku?? Masak di Medan saja mau Ke Rumah Sakit harus naik kereta, ke Stasiun dulu ya??? Usut punya usut ternyata sebutan kereta adalah untuk sepeda motor. Dalam hati masih bertanya-tanya, kok bisa ya? Kereta = Sepeda motor, jauhhhh cing! Sampai aku nulis sekarang ini masih belum paham, mengapa pilih nama kereta. Persepsiku kereta itu ya kereta api, atau kereta kuda, bukan sepeda motor buatan Jepang seperti itu. Apa dulu kereta kuda di Jepang cuma beroda dua ya? Yo wis lah, dapat perbendaharaan kata baru, kereta = sepeda motor. Kalau kereta api nyebutnya apa ya, lupa nggak nanya.

Nama angkot di Medan juga unik, namanya Sudoku. Kejepang-Jepangan gitu ya. Artinya apa, aku juga gak sempat nanya. Kalau becaknya unik, tukang becaknya tidak ada di Belakang kayak Becak-Becak di Solo, akan tetapi di Samping. Dan kebanyakan pakai motor. Wisata kotanya lumayan Banyak, seperti Masjid raya Medan, Istana Maimon yang merupakan bekas kesultanan Deli di Waktu lampau, Medan Walk, dan Pemandangan gereja-gereja di sepanjang jalan serta Bangunan-Bangunan bekas peninggalan Belanda seperti gedung-gesung pemerintahannya. Lima Hari aku malah lebih banyak Hospital Tour (tuntutan kerja soale..) dari Adam Malik, Martha Friska, Bunda Thamrin, Pirngadi, dan melintas di Depan Malahayati. Lumayan, kalau ditanya apa nama rumah sakit pendidikan di Medan, pasti bisa jawab. Soale sudah pernah berkunjung ke sana.

Selain tertarik dengan Budayanya aku juga sangat peduli terhadap kulinernya. Bicara masalah kuliner tentu akan berhubungan dengan perut. Sayang sekali, aku orang yang sangat fobia sama gemuk. Sekarang saja badanku sudah segede lemari kayu jati, kalau melar lagi tambah kayak bis malem. Amit-amit deh. Aku paling suka membanding-bandingkan citarasa masakan antar daerah. Sok menganalisa gitulah. Secara umum aku bisa melihat, bahwa untuk makanan di Sumatera lebih mewah dan lebih variasi daripada di Jawa. Makanan di Medan ini termasuk mewah dan enak-enak. Jarang warung yang hanya menyediakan makanan rumahan yang sederhana, kebanyakan seputar masakan Padang dengan ikan, daging, ayam, sea food sebagai andalannya. Jarang sekali telor, apa orang Medan nggak suka Telor ya? Kalau di Jawa makan seperti menu sehari-harinya seperti di Medan bisa bangkrut kali ya. Pas kuliah dulu, lebih banyak makan makanan sekelas warteg dan warung-warung kecil masakan jawa yang lebih banyak telor, gorengan tahu tempe. Untuk daging dan ayam tergolong mewah sehingga peminatnya juga kurang. Di Medan, kalau makan bersama, semua menu prasmanan dikeluarkan dan tinggal pilih. Dari Daging, macam-macam ikan seperti di Restoran Tapanuli yang menghidangkan macam-macam ikan dari Ikan Sale (bukan sale yang artinya obral ya), belut, kakap, Teri, udang dan banyak lagi, saking banyaknya nggak ngerti namanya. Ikan yang lumayan enak adalah ikan Sale tapi dilidahku telor dadar lebih nendang, dasar orang kampung! Makanannya se Indonesia Raya karena saking banyaknya dan rata –rata semuanya kaya bumbu dan bersantan. Seandainya dituruti sudah banyak kolesterol yang masuk ke tubuhku kali ya. Untungnya, kalau malam aku masih bisa ngerem nggak makan terlalu banyak. Bisa-bisa buncit nih perut.

Menyebut teh sebagai minuman juga sedikit berbeda di Medan. Di Batam biasanya menyebutnya teh O atau teh Obeng. Kalau di Medan menyebutnya Mandi alias manis dingin. Kalau teh tawar menyebutnya teh pahit dingin. Kalau habis makan, biasanya petugasnya akan mendatangi meja dan mengecek satu persatu makanan yang telah dimakan. Kalau ada 15-an menu dengan harga yang berbeda dan cara charge yang beda pasti akan mumet tuh petugasnya. Takutnya kelebihan atau kekurangan gitu bayarnya. Itulah risiko kalau menunya se Indonesia Raya. Paling enak ya sebenarnya kayak Restoran all you can eat gitu ya. But biaya yang harus dibayarkan konsumen pasti really..really..expensive….

Kalau sarapan di Medan, ada menu tersendiri. Seperti Mie Balap. Bicara Mie Balap jadi keinget sama Lontong Balap dari Surabaya, ternyata Mie Balap hampir sama dengan Mihun goreng plus telor Dadar. Enak lho Mienya, apalagi ada telor dadar. Di Medan juga banyak restoran yang disebut BPK alias Babi Panggang Karo yang 100 % diharamkan oleh MUI. Tentu sajalah, karena aku muslim so, no excuse. Ada lagi istilah makanan B1, B2 (aku lupa B1 anjing atau babi ya). Kalau di Bali juga banyak restoran Babinya, aku dan teman-teman biasanya menyebut dengan Baby Scrolling restaurant alias restoran babi guling. Biasanya di Bali didisplay di lemari kaca, di piring ada kepala babi yang merem (ya Iya lah, Babinya sudah mati soale, kalau melek dan berkedip-kedip jadi menakutkan). Di Medan aku tidak melihat ada Baby Scrolling yang didisplay di etalase. Mungkin komunitas muslim lumayan Banyak, sehingga toleransi.

Berlalu lintas di Medan, agak sedikit semrawut. Kadang lampu merah juga masih banyak kendaraan yang nyelonong saja. Bahkan pas macetpun ada yang nyalain klakson kenceng-kenceng, bikin kuping budeg. Kata narasumber hal itu sudah biasa di Medan, dalam berlalu lintas lumayan ancur dan horrible. Kalau di Medan saya jadi ingat ketika di Bali, dimana lalu lintasnya juga agak semrawut dan banyak kecelakaan akibat berlalu lintas yang kurang disiplin.
Karakteristik masyarakatnya juga heterogen, banyak pendatang di kota Medan. Selain Batak ada suku Jawa, Padang, Aceh, Tionghoa dll. Makanan khasnya juga enak, terutama bolu merantinya yang gurih dan lezat, sambel kacangnya yang pedas manis, dan Bika Ambon yang tidak sempat aku coba. Suatu saat kalau ada umur dan bisa kembali di Medan semoga bisa wisata kuliner lebih banyak. Pingin jalan-jalan keliling kota dengan jalan kaki seperti traveler dan bisa mencoba berbagai macam-macam kuliner khas medan. Durian belum dicoba nih, nggak sempet, kebanyakan makan nasi sehingga konstipasi, mules dan sempat diare karena perubahan pola makan akibat makanannya pedas-pedas. Duh, dasar perut nggak bisa diajak kompromi. Apes.

Itulah sekelumit kenangan di Medan, semoga menjadi prasasti dalam kehidupan yang manis. Pengalaman pertaman InsyaAllah adalah yang berkesan. Semoga Danau Toba bisa aku kunjungi, entah kapan. Aku berprasangka Baik kepada Allah, suatu saat aku pasti bisa ke sana. Terima kasih buat team area medan, you are so georgous. Keep fighting dan follow up ya. Terima kasih atas sambutannya. Sampai jumpa dalam keadaan yang lebih baik.. Amien.

Like and Dislike abaout Food.....


Bicara masalah makanan tentu tidak akan ada habisnya, kata orang makanan di dunia ini hanya ada dua macamnya yaitu enak dan enak banget. Tidak ada yang tidak enak. Tapi bagiku, walaupun badanku segede gajah anakan, yang tandanya aku doyan makan, ternyata banyak sekali makanan-makanan yang kupantang. Bukan berarti alergi atau karena faktor kesehatan, tapi karena faktor tidak doyan saja karena biasanya aku agak-agak jijik. Inilah makanan-makanan yang aku pantang dalam 10 besar makanan yang tidak aku suka dengan berbagai pertimbangannya…

1.Lele, sampai SD hingga Kerja sekarang aku sangat berpantang dengan ikan ini. Aku sudah lupa bagaimana rasa ikan ini. Selain jijik karena hewannya agresif, aku jadi tidak tega kalau melihat cara membunuhnya yang penuh dengan kekerasan. Dulu simbahku kalau membunuhnya dengan dipukul pakai uleg-eleg hingga menggelepar-menggelepar dan akhirnya si ikan wafat. Dan kadang ketika dimasukkan ke wajan untuk digorengpun masih hidup dan terlempar keluar. Hii…ikannya nyawanya dobel, padahal sudah dibumbuin lho ikannya. Banyak pemilik kolam yang menjadikan septiktank dengan kolam lele jadi satu. Dari WC langsung masuk ke kolam lele. So, makanan pokok tuh ikan adalah TA 1, sungguh eksotik. Back to nature banget! Ada cerita yang mengatakan bahwa pernah beberapa ekor lele yang terceber ke WC yang model WCnya plengsengan sehingga ikan bisa masuk ke dalam septiktank. Usut punya usut setelah beberapa tahun WC jadi mampet dan ketika di buka, satu septiktank isinya ikan lele banyak banget hingga menyumbat saluran WC. Phewwww, ternyata kehendak Tuhan, ikan yang masuk ke septiktank adalah lele jantang dan betina hingga beranak pinak tujuh turunan di septiktank dan lagi-lagi bisa bertahan hidup karena makanan pokoknya adalah TA 1, amit-amit. Sama pemiliknya semua ikan lele dijual dan tidak dikonsumsi sendiri. Kebayang nggak, kalau kita yang beli tuh ikan dan kita makan di meja makan, yang sebenarnya ikan itu lahir dan berkembang di septiktank….hii…..hii….
2. Belut, bentukmya yang seperti ular makanya aku takut dan geli melihat cara membunuhnya yang disayat pakai silet. Jadi terbelah dua……
3. Kelinci, Aku menganggap binatang ini lucu dan imut-imut dan aku tidak tega untuk memakannya…
4. Kambing, Baunya yang prengus dan alot ketika dibikin sate, jadi males mengkonsumsinya. Bapak saya dulu selalu berkurban tiap tahunnya. 2-3 bulan sebelum kurban selalu membeli kambing terlebih dahulu dengan pertimbangan harga kambing masih murah. Aku kebagian yang mengajak jalan-jalan tuh kambing. Karena aku nggak bisa mencari rumput makanya aku yang sering mengajak kambing jalan-jalan ke kebon belakang rumah. Ketika dipotong, keluarga kami juga mendapat jatah. Sejak saat itulah aku nggak doyan lagi makan kambing, kasihan sudah kayak temen sendiri.
5. Mentok, lihat mukanya yang merah berbintik-bintik aja sudah serem apalagi memakannya. No way lah…
6. Jengkol alias Jengki. Seumur hidup baru makan sekali dan habis itu nggak lagi ah, aromanya nyebar seantero jagat…
7. Telor Mentok. Amis banget, makan sekali terus kapok deh…
8. Belalang, Lihat bentuknya saja jadi kebayang sama satria baja hitam RX. Pas KKN Dulu pernah diserve sama Bu Lurah, sepiring belalang goreng , bukan nafsu malah jadi pingin muntah hoeekkkkk….
9. Kodok dan Bekicot, Kodok dimakan? kayak nggak ada makanan lain aja ya. Katanya Swike asli purwodadi enak but allhamdullilah aku nggak kepingin babar blaz! Jijai bajai and gilatun. Bekicot sudah pernah makan pas aku TK dulu, kalau sekarang disuruh makan no way lah. Berlendir…
10.Makanan-Makanan yang di haramkan oleh agama seperti B1, B2, Ular, bulus, bertaring, ganas, menjijikkan, bangkai, minuman keras, dll……….

Makanan Tradisional II


Aneka Makanan Tradisional II

Membahas mengenai makanan, maka tidak akan ada habisnya. Keanekaragaman makanan tradisional sekelas jajanan pasar dan makanan-makanan kelas menengah ke bawah membawa kekayaan kuliner Indonesia. Bisa saja hidup di Rusia, dengan makanan nuansa Rusia yang dominan kentang, roti dll. Di Rusia akan susah mencari namanya gemblong soalnya gemblong asli dari Indonesia. Hidup makmur di Amerika, suatu saat pasti akan kangen yang namanya getuk. Indonesia memang kaya lho….di samping kaya akan Hutan, gunung, sawah, lautan, kuliner, juga kaya akan koruptor, indisipliner, konflik dll..dll…komplit ada di Indonesia.

Menyambung sesion I, aku masih punya bejibun list makanan tradisional yang aku pernah makan dan familiar sekali di lidahku. Ini dia….lanjutannya…

Lapis, Kue ini tergolong murah dan enak. Di kampungku dulu kue ini berwarna merah pink pada lapis pertama dan putih pada lapis kedua. Dijual sama klepon dan ketan. satu biji 50 perak. Agak sticky dikit…

Botok, jadi teringat lagu dolanan pada waktu kecil dulu yang liriknya, “Ayo mulih madang, lawuhe BOTOK urang. Ayo maju perang, ditembak xxxxx abang.” Maaf ada sensor dikit he..he.., ini makanan sangat enak dan murah. Terbuat dari kelapa dicampur bumbu-bumbu seperti lombok , pete, bawang, brambang, tempe, tomat dll…ada macam-macam botok yang aku tahu, antara lain botok udang, botok teri, botok lamtoro, botok tempe, botok jamur, botok laron (weeekkkk, gilo aku). Dari semua Botok, Botok udang dan Botok teri yang paling aku suka. Dulu ada simbok-simbik yang menjajakan Botok ini berkeliling desa pada sore hari, sebungkus 50 perak. Paling enak dimakan sama urap, telor rebus/telor dadar, daging ayam, kerupuk dan nasi yang masih anget. Nyamplengg….

Pelas, (e nya tarling ya, kayak orang Batak kalau bilang e), Makanan ini hampir sama kemasannya dengan botok. Sama-sama dibungkus daun pisang. Anak kecil biasanya lebih suka pelas karena tidak pedas. But, aku dari dulu kurang suka dengan pelas. Komposisinya ada kacang tolonya dan bumbu rempah-rempah. Rasanya kurang menantang dan agak gimana ya???

Gembrot, Ini kuliner namanya rasis banget ya, fisikly sekali. Kalau ingat makanan ini jadi inget julukanku ketika kecil dulu. Maklum aku pas kecil imut-imut dan sedikit tambun (dikit atau banyak ?). Makanan ini terbuat dari daun sembukan dicampur dengan bumbu-bumbu (awas flatus!). Rasanya lumayan enak, better than pelas menurutku.

Arum Manis, warnanya pink, menggelembung bentuknya kayak rambutnya keluarga Simpson film kartun zaman dulu. Ortu dulu sering melarang untuk makan makanan ini karena bisa bikin batuk. Aku juga sering menyebutnya gula-gula, kayak lagunya elvy sukaesih dulu, dan hal ini juga diamini oleh adikku. kalau makan kayak makan kapas saja, lenyap ketika diemut. Masih banyak di jual di tempat keramaian yang bayak anak-anaknya misalnya di Pasar Malem dan tempat-tempat wisata murah. Soalnya yang beli ini ya musti anak-anak, kalau yang beli orang tua aneh saja lihatnya…masak orang tua ngemuti arum manis.

Sate Kojek, muncul setelah generasi penyuka salome mulai berkurang. Bentuknya bulet-bulet kayak sate telur puyuh tapi agak kecil, pakai bunbu kacang. lebih manusiawi daripada salome yang liat karena kebanyakan tepung pati kanji dan lebih bersih tentunya. Karena di sate kojek nggak ada istilah celup dua kali seperti di Saosnya salome/cilok.

Tepo, (E nya tarling lagi ya). Nama ini hanya familiar di Ngawi saja. Di Sragen udah beda namanya, di Surabaya nggak ada apalagi di Semarang. Lontong diberi kecambah, tahu yang digoreng, sambel ulekan kacang dan kadang diberi telur, telornya digoreng sama tahunya kemudian kecap manis tidak ketinggalan. Enak, murah dan lumayan bergizi. Makannya enak pada malem hari, apalagi kalau telor dan tahunya digoreng anget. Slruppp…..

Lemper, umum banget dimana-mana ada, but paling enak adalah lemper ayam/lemper basah. Ibu suka sekali membuat lemper basah ini. Pas waktu anak-anak dulu, aku paling ogah makan lemper kalau isisnya serundeng. Pikirku nggak modal banget nih orang, bikin lemper pakai serundeng. pakai abon kek, pakai ayam or daging gitu. Ternyata, setelah aku beranjak dewasa (l, pakai serundeng ternyata lebih gurih. Nyesel aku nyadarnya belakangan. Lemper dah kayak makanan wajib pas acara kondangan, selain nogosari tentunya.

Ongol-Ongol, kayak agar-agar diberi kinco campur kelapa. Makanan ini enak tetapi kurang familiar saja di kampungku. Jarang makan pula.

Es Wawan, ini bukan makanan tradisional akan tetapi es merk jadul. Dulu sangat familiar pas aku kelas 6 SD-1 SMP. Namanya kayak nama kakakku. Asli bikinan Jombang kayaknya. Rasanya sih tidak terlalu istimewa. Makanya nggak bertahan lama.

Roti Sisir, dulu harganya kalau aku nggak salah adalah 350 perak sebungkus. Roti ini enak lho. Sampai sekarang saja aku masih doyan. Biasanya kalao bercanda sama teman-teman pas kecil dahulu roti ini cara makannya seperti nginang (makan sirih). Sisir = Susur, cukup dekat kann?Maksa dikit!

Dudo Keplengkang, ini nama jawanya dari telo goreng. Biasanya ketika digoreng ketela dibelah tengahnya sedikit, kayak keplengkang gitu (bahasa Indonesianya aku nggak paham, bahasa Inggrisnya split). Sudah ada makanan rondo royal ditambah ada dudo keplengkang…wis..wis aneh…aneh…

Brambang Asem, Nih makanan aku temukan di Sragen. Hampir kayak pecel akan tetapi sayurannya daun ubi jalar. Sambalnya pedas manis. Pas SMA setelah pulang sekolah biasanya mampir untuk beli Brambang Asem dan tempe kedelai sama es Dawet. Wuiihhh enake, sayang di Jakarta nggak ada yang jual. Harganya cukup murah, 200 perak, gorengan 100 perak. Pokoknya dulu dikasih uang jajan 10 ribu pas Di SMA (diluar uang kost), masih sisa banyak. Sragen, memang surga makanan murah.

Iwak Minil, begitulah kalau menyebut daging rendang yang dijual oleh Mbah Minil. Minil sebenarnya bukan nama asli Si Embah tersebut, nama aslinya adalah si Mbah Mangun. Nggak tahu darimana sebutan tersebut. Iwak Minil terasa sangat enak sekali, maklum jaman dulu makan daging sapi adalah kebanggaan dan kesenangan tersendiri. Ketika kecil, makan telur ceplok aja dibagi dua. Telur dadar dibagi empat, sampai kayak kertas tuh telor. Tipis. Jadi ingat zaman susah. Beli nasi pecel 250 perak sama lauk tahu. Beli lima ratus perak pakai daging sapi. Kebayang lezatnya ketika makan nasi pecel sama daging sapi. Pernah ada cerita dari Simbah Putriku yang pada waktu itu sedang mampir di warungnya Mbah Minil. Ada seorang simbah-simbah dari desa mampir ke warung, setelah masuk ke warung si embah tersebut mengatakan, kulo badhe tumbas iwak minil,“( saya mau beli daging minil) hal tersebut dikatakan dengan muka polos dan tanpa bersalah. Kontan saja si Embah Minil agak naik ½ oktaf nadanya, agak-agak ketus. „ Mbah, di sini nggak jual iwak minil…Minil itu nama julukan saya, belum disembelih orangnya masih hidup!!“ Melihat insiden tersebut, Mbah Putriku kontan tertawa terbahak-bahak melihat insiden keluguan si embah dari desa tersebut. Usut punya usut, Si Mbah Minil kurang suka kalau dipanggil dengan nama tersebut. Simbah dari desa tersebut tetap pasang ekspresi lempeng dot com. Nasib,,,,,


Bregedel alias Perkedel, Makanan sepanjang masa. Aku penggemar makanan ini hingga lulus SMP, setelah itu, masih suka tapi nggak ngefans ngefans banget. Bregedel kentang, saking sukanya aku dah bisa masak sendiri dari ketika aku SD. Koki cilik, sudah bisa masak bergedel dan sayur Sop. Dari uji coba dan akhirnya kaulah juaranya, he..he.. Paling bisa kalau disuruh bikin bregedel. Kalau bikin sayur sop masih sering gagal, karena kebanyakan merica jadinya item. Ternyata, rahasianya kalau masak sop mericanya tidak boleh digosngso atau dimasukkan ke dalam masakan, cukup ditumbuk dikasih air dan airnya saja yang dimasukkan ke dalam adonan. Jadi nggak item deh. Sssttt…aku baru tahu setelah lulus kuliah lho, sebelumnya item terus. Temanku satu kontrakan dulu masak sop pakai ketumbar. Saking Pe Denya merica dikira ketumbar. Batal deh makan sop, soalnya sopnya jadi wangi. Ada cerita lucu tentang bregedel, pas lebaran di tempat nenek di Malang Selatan, nenek punya banyak kentang. So, cucu-cucunya yang Bengal ini minta dibuatkan bregedel. Ok lah, si Embah setuju. Kemudian, selepas main pulanglah kita cucu-cucunya (aku dan keponakanku). Sudah terbayang bregedel kesukaanku. Yup, sangat menggoda selera nih. 1..2..3, serbu…semangat 45 mengambil nasi dan lauk bregedel, ayam dan sebagainya. Dan eits..tunggu..tungggu.., kok ada yang aneh dengan bregedelnya ya? Rasanya nggak gurih tapi gimana ya? Berat rasanya mendeskripsikan nih rasa, usut punya usut ternyata bregedelnya bregedel campur Bo! iya, campur Bothe alias talas. Duh simbah….sama cucunya masih perhitungan, seumur-umur makan bregedel campuran Bothe, ampun dech. Aduh Biyung. Dengan sedikit dongkol, aku masuk dapur dan beraksi bikin bregedel ala cheft Adi, dan 30 menit kemudian, jadilah…bregedel kentang telur ala cheft Adi this is it…….sekejap langsung ludes, siapa dulu dong…..


Rempah, Makanan ini hampir sama dengan perkedel Cuma bahan dasarnya bukan dari kentang akan tetapi dari parutan kelapa. Ketika aku lagi manic-maniaknya dengan perkedel makanan ini menjadi musuh besarku, karena aku bener-bener gak suka rasanya. Biasanya Ibu akan mengganti menu perkedel dengan rempah, hanya untuk selingan. Dan biasanya aku ngambek makan, karena menurutku rempah tidak nyambung kalau dipasangkan dengan sop.

Blondo, He.he…namanya lucu ya, Blondo..ini bahasa Indonesianya adalah tahi minyak. Makanan ini diperoleh dari proses pembuatan minyak kelapa. Ampasnya minyak kelapa ketika santan direbus hingga menghasilkan minyak. Rasanya full lemak dan gurih banget. Kalori tinggi Bro! Makan sesendok dua sendok masih enak, lama kelamaan eneg. So, kalau mau makan Blondo tidak usah banyak-banyak, jadi tidak enak kalau kebanyakan.

Balung Kethek. Dalam Bahasa kita menyebutnya tulang kera. Bukan asli dari tulang kera lho, ini makanan dari sejenis singkong yang digoreng menjadi stick keras dan diberi gula jawa. Aku kurang begitu suka dengan makanan ini, lebih enak keripik singkong.

Timus, Makanan dari Ubi jalar yang ditumbuk dan dikasih gula kemudian digoreng. Pada dasarnya aku memang males dengan makanan yang berbahan dasar Ubi karena bikin kenyang, oleh karena itu makanan ini menjadi pilihan untuk dimakan kalau sudah tidak ada makanan yang lain.

Lentho, Lentho biasanya akan bersanding dengan timus. Kayak sebelass dua belas gitu lah. Dimana ada timus biasanya akan ada lentho. Makanan lentho rasanya lebih gurih karena ada kacang tolo dan campuran bahan-bahan lain yang aku sendiri tidak tahu (tahunya makan doang). Lentho biasanya jadi campuran untuk makanan-makanan lain dengan diiris-iris dan dicampur dengan aneka masakan untuk lauknya. Lumayan, pengganti bakwan.

Sambel Bajak. Sambel Bajak adalah sambel Favoriteku hingga aku beranjak remaja. Merah pedas dan ada campuran petenya lho. Pada dasarnya aku kurang suka dengan makanan pedas, aku lebih suka makanan tidak pedas dan cenderung manis. Sambel bajak ini walaupun pedas aku sangat suka apalagi makannya dengan telor ceplok, tahu dan tempe. Sekarang hamper tidak pernah memasak sambel bajak lagi, lebih banyak sambel tumpang.

Arem-Arem, Banyak yang menyebutnya lontong. Kalau di daeerahku lontong tidak ada isinya, kalau arem-arem ada isinya. Yang paling umum isinya adalah tempe, tahu, sambel goreng ati dicampur kentang, bahkan terkadang telor. Karena membikin kenyang, makanan ini sering disajikan pas ada acara-acara di manapun dari acara perspisahan SD, Nikahan, halal Bi Halal, sampai acara universitaspun makanan ini masih sering muncul. Kayaknya makanan ini dianggap praktis karena ibarat nasi bungkus mini dengan lauknya. Ketika laper makanan ini terasa enak banget.

Kacang Klici. Aneh ya namanya, sebenarnya makanan ini biasa kita sebut dengan kacang bawang. Nggak tahu namanya jadi klici gitu apa karena jadi makanan kelinci atau gimana? Makanan ini hampir selalu ada si setiap meja tamu ketika lebaran. Ketika memasaknyapun ada triknya sehingga tidak terlalu keras. Salah satu caranya dengan direbus sebentar sebelum digoreng kacangnya. Pas direbus dikasih garam biar gurihnya lebih terasa. Kalau tidak direbus dulu jadi atozzzz….o..ya selain itu bagi anda yang diet kalau makan makanan ini harus hati-hati, biasanya kalau sudah asyik makan lupa diri dan satu toples bisa habis sendiri. Walah walah…

Kacang Kapri. Ini adalah salah satu kacang favoritku. Kacang ercis, warnanya ijo royo royo. Sampai sekarang makanan ini bagai candu di lidahku, kalau sudah ngemil nih kacang biasanya susah berhenti. Gurihnya terasa hingga berhari-hari (kalau yang ini hiperbola aja…)

Ganjel Rel. Nama makanan ini sungguh aneh ya. Pas, Ospek mahasiswa dulu senior menugaskan untuk mencari ganjel rel. Dari situlah aku tahu namanya roti ganjel rel. Menurutku rasanya enak but aku tidak tahu bahan dasarnya. Pas disuruh mencari aku cuma ngandelin dari teman mungkin ada yang bawa lebih, soalnya males kalau harus nyari hingga pasar johar. Bisa kesesat aku di Johar. Mending dihukum sajalah. Dan pas hari pengumpulan, ada teman yang membawa ganjel rel se -tas kresek besar, tinggal minta dan bereslah.

Sambel Kluwak. Sambel ini sangat diminati oleh adikku. Aku sendiri kurang begitu suka, rasanya biasa saja dan kadang cenderung pahit. So, aku lebih ngefans sama sambel Bajak daripada sambel kluwak. Lagi lagi masalah selera. Yang aku herankan, adikku dulu sangat suka makanan yang item-item, dari bubur sampai sambel. Emang sih dari kecil emang dia yang paling item sekeluarga, menghayati peran kali dia…

Gado-Gado. Di kampungku dulu, gado-gado yang terkenal karena enak dan murah adalah gado-gado Mbak Supi. Dari aku SD hingga aku kuliah masih bertahan dengan jualan gado-gadonya. Kuat ya bertahan. Gado-gado tiap daerah ternyata berbeda-beda. Gado-gado Mbak Supi adalah campuran sayuran dan sambel kacang tahu dan tempe, sama dengan gado-gado jakarta. Di Solo Gado gado itu terdiri dari kentang, telor, kubis, buncis, tahu, tempe, telor, aneka kerupuk, tomat dan disiram sambel kacang yang telah dicampur santan. Gado-gado di Jakarta disebut pecel ulek, sejenis loteknya Jogja. Di Surabaya gado-gadonya sejenis rujak petis, lain ladang lain belalang gitu..

Sate Halok. Sebenarnya ini adalah sate ayam Madura yang dijual oleh orang Madura yang menjajakan dengan berkeliling kampung, dengan satenya disunggi di atas kepala. Nama halok adalah sebutan dari aku dan teman-temanku pada penjualnya yang asli Madura dan kurang bisa berbahasa jawa. Suatu ketika ada seorang temanku yang sedang makan buah jambu air di pinggir jalan, saat itu si Mbak penjual satenya yang asli Madura melintas di depannya. Mungkin karena tergiur dengan jambu air yang Nampak segar, si penjual sate berhenti dan berkata Halok…Halok…sambil menengadahkan tangan. Yang dimaksud si embaknya tadi sebenarnya adalah “Njaluk” yang artinya minta, karena nggak biasa bahasa jawa ia kepleset dengan menyebut halok. Kontan saja temenku tadi yang usianya sekitar 8 tahunan berlari karena ketakutan. Sejak saat itu aku dan teman-temanku menyebutnya dengan sate halok. Dan sering buat bercandaan kalau pas mbaknya lewat ‚ eh..lihat tuh ada sate halok lewat..sate halok lewat, dengan gaya khas anak-anak yang niatnya meledek . Duh kasian Mbak Sate Haloknya, udah hitam, kurus, satenya jarang laku lagi, soalnya rasanya tidak sesuai dengan lidah orang kampung tempatku .

Itulah sekelumit makanan-makanan sejarah dari aku kecil hingga aku kerja sekarang ini. Memang terlalu manis untuk dilupakan. Kalau balik kampung pingin rasanya makan semua makanan yang kumau, but badanku gak bisa diajak kompromi, makan over sedikit dari kebiasaaan langsung diare. Makan kalori sedikit lebih banyak, langsung melar. Nasib nasib punya badan yang gampang membesar ke samping…