Senin, 15 November 2010

Termiskin Di Dunia


Aku merasa orang termiskin di dunia
Yang penuh derita bermandikan air mata
Itulah diriku
Kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa diriku

Sebelum terlanjur pikir-pikirlah dulu
Sebelum Engkau menyesal kemudian


Itu tadi sepenggal lagu dari Hamdan ATT termiskin di dunia. Pas nulis di Blog tiba-tiba teringat lirik lagu jadul ini. Setelah dirasa-rasa ternyata maknanya dalam banget ya. Sebuah bentuk merendahkan diri yang mungkin sangat dilebih-lebihkan. coba bayangkan seandainya anda menjadi orang termiskin di dunia, kagak sanggup kali untuk hidup lagi. Males!
Udah jelek, termiskin di dunia lagi. Amit..amit..kagak ada pilihan.

Coba kita lanjutkan liriknya,…

Jangankan gedung gubukpun aku tak punya
Jangankan permata uangpun aku tiada
Itulah diriku
kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa Aku…

Ck..ck….ck…hebat juga ya seandainya ada orang yang bener-bener miskin dan mau mengakui ia termiskin di dunia (hidup sekali termiskin di dunia lagi, nasib awak nggak mujur banget). fenomena sekarang banyak orang yang tidak miskin tidak malu untuk mengaku miskin, biar dapat santunan gitu. Walah-walah, kok nggak malu sama Hapenya, nggak malu sama setang bundernya atau nggak malu sama mas intannya yang terkenang (hi..ii…) kayak gitu lebih baik kita beri sebutan sebagai pelacuran citra kali ya, lebih pas..he..he..

Memang tidak semua orang dilahirkan dengan kecukupan, ada yang sangat kekurangan dan ada yang dilahirkan dengan melimpah-limpah (walaupun kadang nggak jelas asal muasal yang melimpah limpah itu, fiuhh). So, Indonesia bisa dikatakan sebagai negara seribu kesenjangan. Bisa jadi akibat lagu termiskin di dunia yang sempat populer tahun 80 an. semoga tidak. Kayaknya kita perlu membuat tandingan supaya impas, judulnya tertajir sealam semesta nggak cuma sedunia lho, biar mantap. Siapa mau coba bikin…silakan……

Mengukur Tingkat Stres


Setiap orang mempunyai mekanisme pertahanan terhadap stress. Koping yang dibentuk dalam menghadapi stress setiap orang adalah berbeda. Orang memandang stressor berdasarkan sudut pandang, pengalaman dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Orang yang sering mendapatkan stressor bisa jadi lebih kuat dan bisa jadi sebaliknya. Tinggal bagaimana seseorang tersebut menyikapinya. Mau jadi teman dan bersahabat dengan stressor, why not. Atau lebih memilih lari dari masalah dan semuanya akan kelihatan baik-baik saja, ya monggo. Kembali lagi bahwa semua pilihan itu ada konsekuensinya.
Kemarin aku iseng-iseng datang ke sebuah pameran di Monas, temanya adalah hari kesehatan Nasional. Di situ dipenuhi stan-stan dari institusi-institusi kesehatan dari berbagai macam kota, Perusahaan farmasi, Perusahaan makanan, perusahaan sosial dll. Intinya adalah mendukung kampanye untuk hidup sehat bagi warga masyarakat Indonesia. Di sebuah Stan yang membuka layanan kesehatan jiwa, menawarkan tentang pengukuran tingkat stress dengan mengunakan alat untuk merekam gelombang otak. Iseng-iseng berhadiah pikirku kala itu. Cuma bayar 20 ribu doang, gak ada salahnya.
Dengan dipasang alat mirip saturasi oksigen di kuku jempol tangan, kemudian serasa berkedut-kedut di jempol. sambil menunggu alat membaca target, oleh pemeriksa disarankan diam sejenak, supaya valid. 10 Menit perekaman usai. Hasilnya muncul dari alat persis kertas ECG. Si Pemeriksa menanyakan, “Mas ini orangnya nyantai ya, Kayak nggak pernah stress?” kata si pemeriksa. “He..he..he..belum tahu dia,” sahutku dalam hati dan aku cuma tersenyum. Menunggu sebentar kemudian konsultasi dengan ekspertnya. Oleh Bapak konsultannya dijelaskan tentang hasil pemeriksaan tersebut. Beliau mengatakan bahwa aku orangnya tidak sedang dalam kondisi stress, tidak ada beban, lebih memakai fisik daripada otaknya, nah lo ketahuan kalau tidak ada isinya alias gomik, alias goblok, alias bodo longa-longo kaya kebo, alias lola (loadingnya lama). Persis kayak kuli panggul beras, cuma pakai otot nggak pakai otak. Bisa dibilang okolnya doang (orang jawa bilang). Sedih..hiks..hiks….he..he..he…
Apakah hasil tersebut membuat aku stress, jelas tidak lah. Lucu malahan, aku jadi tahu bahwa olahraga yang sering kulakukan bisa membuat stress menurun lho, karena hormone tubuh merealese hormone-hormon yang mengurangi stres, so stressor ibarat angin lalu. Ceile..nggaya. Kata Konsultannya aku disuruh banyak membaca, sehingga tidak nampak kayak kuli panggul beras. Duh Pak, kalau baca ya hampir tiap hari, walaupan novel tetap jadi favoritku. Tuh, ketahuan lagi kalau bacaannya kurang berbobot, sehingga lebih nampak kulinya daripada intelektualnya. Memang, olahraga kayak sudah jadi hobi, walaupun badanku segede gambreng tapi kalau disuruh olehraga paling rajin, apalagi disuruh RPM, combat, or sekedar jalan-jalan keliling kampung dengan tiada tujuan kayak orang hilang, yang penting kalori terbakar.
Selain kurang memakai pikiran (lebih banyak angkat-angkat dan berlarian ngejar busway sich), aku juga disebut terlalu sensitive dan empaty,. Dua-duanya benar sih, aku merasa orang yang paling tidak enakan di seluruh dunia, yang penuh derita bermandikan air mata, hush ngaco! Itukan lagunya Hamdan ATT, termiskin di dunia. Dangdut mania…
Sensitif memang, empaty juga iya, nggak tegaan orangnya. Apalagi kalau ada orang marketing yang deketin aku, pasti barangnya laku kebeli, soale aku nggak tegaan liat orang jualan yang menghiba-hiba, nasib dech terlalu kebawa perasaaan.
Masalah pergaulan kata konsultannya masih bagus, dan gampang bergaul. Bisa iya bisa tidak sich, soalnya aku orang yang klik klikkan (maaf istilah baru), tidak mudah dekat dengan orang asing. Kalau sudah klik, jangan ditanya, lebih dari sodara. Kemana-mana barengan terus, sering digosipkan pasangan sejenis deh, konsekuensinya…
Yang terpenting memang jalanilah hidup dengan optimis saja, memang yang terbaik adalah seimbang antara jiwa dan raga, tidak jomplang ke satu sisi. Memang ada kalanya kita perlu parameter yang sederhana seperti itu, agar kita memiliki kaca benggala yang senantiasa menunjukkan arang di muka kita. Memberi kesempatan kepada kita untuk introspeksi, kalau bagus ya syukur kalau jelek ya syukur juga. Fairlah, tidak usah dibuat beban. O, ya Pren, hidup teratur itu lebih enak ternyata. Dengan hidup bersih dan disiplin membuat jiwa terasa tenang dan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada sekedar membiarkan hidup tanpa tujuan. Satu lagi, ternyata minum teh hangat bisa menenangkan, emang bener sich. Hampir tiap pagi aku minum teh hangat dan semuanya terasa relaks. Coba deh, bangun pagi, shalat, lari, sarapan, mandi dan minum teh hangat tiap pagi. Terbukti lho. Dan ingat jangan suka ngebluk, karena itu nggak sehat, hari ini masih ngebluk, apa kata dunia???????

NB : Ngebluk : Tidur berlarut-larut sampai siang, lupa shalat, lupa sarapan dan lupa mandi…

Minggu, 14 November 2010

Di Bumi Sriwijaya


Akhirnya kesempatan itu datang juga, segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat usia dan kesehatan yang akhirnya bisa membawaku pada propinsi sumatera selatan. Tepatnya di Ibukota Sumatera Selatan, Palembang. Sebuah kota yang terkenal dengan bekas kerajaan sriwijaya dan sangat familiar dengan empek-empeknya. Menurut sejarah, Palembang berasal dari kata Pa dan Limbang, yang masing-masing memiliki arti tempat dan tempat melimbang/memisahkan sesuatu. Palembang dulu terkenal dengan tempat mendulang emasnya. Berdasarkan prasasti kedudukan Bukit diketahui Sriwijaya berdiri pada 17 Juni 683 M, oleh karena itu tanggal 17 Juni ditetapkan sebagai jadi kota Palembang.
Aku datang ke Palembang dalam rangka tugas kantor, itung-itung sambil menyelam minum air, sambil kerja sambil travelling, he..he..he…soalnya kapan lagi bisa jalan-jalan gratis kalau tidak seperti ini. Yang penting kerja tetap prioritaslah. Menginap di Hotel dekat dengan kantor Gubernur Sumatera Selatan, sehingga akses ke Kota Sangat mudah. Dengan aktivitas yang lebih banyak ke luar kota yang memakan perjalanan darat 3-4 jam, dimana perjalananya agak menguras tenaga menyebabkan aktivitas jalan-jalan belum maksimal dilakukan. Sampai hotel aku langsung tewas karena kecapekan. Sampai-sampai jembatan amperapun pun belum kesampean dikunjungi. Kata orang, belum ke Palembang kalau belum ke Ampera, bener juga ya, soalnya ikon Palembang selain empek-empek ya Ampera itu. Fiuhhh.
Orang Palembang menyebut dirinya Wong Kito, yang artinya orang kita. Mayoritas muslim melayu, jawa dan china. Orang asli Palembang banyak yang fisiknya kayak orang cina yang sipit dan berkulit kuning. Di Hotel tempatku menginap, ketika berenang di Pagi Hari aku serasa berenang Di Goung Zhou Cina. Kebayang, satu kolam renang Cuma aku yang kulitnya coklat, yang lain kuning dan sipit khas orang China. Dengan conversation yang digunakan bahasa yang nggak ngerti aku babar blass, Nampak banget kalau aku produk lokal. Aku merasa bagai itik di tengah-tengah angsa yang sedang berenang. But, kalau dibilang eksotis, aku lah yang paling eksotis he..he..he..
Bicara Palembang, tidak lengkap tanpa empek-empek. Sampai-sampai hampir setiap orang yang tahu aku hendak ke Palembang pasti tidak akan tidak ngomong “Oleh-oleh ya empek-empeknya…” kalau di list mengkin satu halaman folio yang mau nitip empek-mepek (lebayy dikit), soalnya saking banyaknya. Sampai-sampai bela-belain telpon kau tengah malam pas aku lagi tidur di Hotel Cuma untuk nitip empek-empek, duh kebangetan. Emang pikirnya aku agen wisata yang jual empek-empek.
Mumpung di Palembang, kesempatan nih buat makan empek-empek sepuas-puasnya, kebayang nggak 2 piring penuh empek-empek aku telan bullet-bulet, ogah rugi pikirku, sudah beli 2 piring tapi nggak dimakan, usut punya usut empek-empeknya dihitung ber biji, so kalau nggak dimakan ya nggak dibayar, nah lo gara-gara ogah rugi, perut jadi tambah buncit. Nggak lagi-lagi deh, janji!
Selain empek-empek masih banyak ragam kuliner lainnya di Palembang, seperti kemplang, burgo, tekwan, dll. Aku hanya sebatas mencicipi empek-empek dan es kacang serta pindang ikan patin. Lumayanlah, bisa makan empek-empek asli dari kota asalnya. Ternyata empek-empek itu dibuat dari tapioka dengan campuran ikan, baru tahu aku kalau bahan dasarnya tapioca. Menurut sejarah yang aku baca di Website Wisata Palembang, Empek-empek berasal dari kata Apek yang berarti orang Cina yang Tua. Apek=Singkek??? Dimana konon yang pertama launching empek-empek ratusan tahun yang lalu, ceilee…launching, maksudnya jualan sambil keliling kota membawa sepeda adalah seorang cina yang tua, sejak itulah nama empek-empek begitu tersohor hingga kini.
Sedikit kisah di Bumi Sriwijaya, walaupun Cuma tiga hari aku bisa travelling hingga Prabumulih sampai Sekayu Banyuasin, surprisenya lagi di Prabumulih aku bisa ketemu dengan Seniorku dulu ketika kuliah di Semarang. Sekarang menjadi ketua Bidang di sana. Nggak nyangka ya kcenario Tuhan begitu dahsyat, seniorku yang asalnya dari Singkawang ternyata terlempar ke Prabumulih Sumatera Selatan. Kalau aku nanti akhirnya dimana ya? Hanya Tuhan yang tahu. Semoga apa yang telah kujalani bisa membawa hikmah bagi kehidupanku kini dan kelak.

Senin, 01 November 2010

Lebih dari Sekedar Membaca Buku



Sebagian orang berwisata di Museum adalah sebuah aktivitas yang tidak menantang. Banyak orang beranggapan apabila berwisata di Museum akan membuat pikiran tambah jutek dan tidak ada nuansa refreshinya yang menyegarkan pikiran. Berwisata memang sebuah aktivitas yang menyenangkan, karena hampir semua orang menyukai aktivitas ini. Cuma pilihan tempat aktivitas yang membuat orang memandang beda terhadap kegiatan berwisata ini.

Benar kata orang, mengunjungi museum ibarat lebih dari sekedar membaca buku. Dengan membaca buku kita dipaksa untuk mengembangkan imaginasi kita dan berkhayal tentang apa yang dideskripsikan oleh buku tersebut. Dengan mengunjungi museum ternyata banyak sekali hal-hal menarik yang bisa kita petik. so, tidak fair rasanya kalau museum hanya diidentikkan hanya cocok untuk anak-anak SD yag dipaksa belajar IPS oleh guru-guru mereka. Dengan membawa catatan berkeliling-keliling museum untuk mengejar target laporan yang banyak dari mereka sebenarnya tidak bisa memahami arti museum itu sendiri. But, itu lebih baik daripada cuma sekedar pengalaman di kelas dengan metode pendidikan pedagogi yang tidak up to date lagi.

Jalan-jalan kita kali ini adalah seputar kota Tua di Jakarta. Sudah direncanakan 2 Bulan Sebelumnya dan akhirnya kesampaian juga untuk jalan-jalan untuk mengenang kembali kejayaan Batavia tempo dulu. Jadi ingat sama cerita si Pitung, atau filmnya Ca Bau Khan. Seandainya jakarta terus dikuasai oleh Belanda hingga saat ini pasti model bangunannya akan klasik sekali seperti Museum Bank Mandiri, dimana arsitekturnya Eropa Banget. Cocok untuk foto pre wedding dan pengambilan film bernuansa jadul.

Sungguh disayangkan, wisata kota tua ini tidak semegah yang dibayangkan. Dimana eksotismenya kota Tua tidak lagi terjaga, kalah sama kebisingan kota yang mengelilinginya. Satu persatu mulai dilahap oleh kapitalisme dan keangkuhan Jakarta masa kini. Sungguh sayang sekali, dimana seharusnya nuansa klasik bisa diabadikan dan menjadi monumen bagi bangsa ini, akan tetapi ketidakpedulian bangsa ini pula yang menjadi aset-aset berharga musnah satu persatu hiks..hiks...

Bersepeda keliling kota lama ternyata tidak semenarik yang aku bayangkan, dengan rute yang tidak jelas membuat bersepeda tidak nyaman. Belum lagi kebisingan lalu lintas kota yang semrawut dan amburadul tidak karuan. Bayangin, seandainya gaya kita sudah menjiwai dengan naik onthel dengan topi bergaya jadul dengan niat untuk napak tilas but ketika jalan di sekitar kota tua, sepeda onthel seakan bersaing dengan Bis, Sepeda Motor, Truk, Gerobak kaki lima dll. Mana asyiknya, malah kita yang kayak pemain film figuran yang tersesat di jalan raya kota. Tragis…

Bagiku dan teman-teman, bukan hanya sekedar wisata sih. Ada banyak hikmah yang bisa diambil, terutama pengalaman hidup. Dengan membaca sejarah diharapkan kita menjadi insan yang lebih bijaksana dan bisa menghargai setiap detail karya pendahulu kita. Semangat kebersamaan yang mungkin sudah mulai memasuki injury time, mengingat kita-kita udah pada mendekati tuwir dan mulai karatan. Faktor Umur yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, yo wis lah, kita memang tidak bisa menawar takdir. Jalani kehidupan dengan senyuman dan aku yakin bahwa harapan hidup lebih baik akan selalu ada.