Rabu, 22 Desember 2010

Tulislah



Pernah dengar rangkaian kalimat berikut,“ Tulis yang dikerjakan, kerjakan yang ditulis dan bisa dibuktikan.“ Bagi yang sudah sering gabung dalam pokja akreditasi pasti sudah familiar dengan ungkapan tersebut. Dalam akreditasi KARS, ISO maupun JCI, semuanya memang memiliki esensi yang hampir sama, semua harus tercatat dan terbukti dan bisa dipertanggungjawabkan dengan kadarnya masing-masing.

Dalam hidup kita sehari-hari, kadang kita melupakan hal-hal sederhana dengan menulis apa yang sudah kita lakukan dan menulis apa yang akan kita kerjakan. Sebagian dari kita memang lebih menyukai filosofi hidup kayak air. Biarkan hidup mengalir bak air, alias tanpa perencanaan dan dokumentasi.

Banyak pengalaman yang mengajarkan kepada kita tentang pentingnya perencanaan yang salah satunya dengan membuat konsep secara tertulis, melakukan dokumentasi dan report dalam bentuk tulisan, mengapa harus dalam bentuk tulisan? Kenapa tidak lisan saja lebih paperles? He..he..sekarang memang bukan saatnya ngomongin green peace lho!

Tulisan memang lebih everlasting, dokumentasi bisa melindungi kita dari tuduhan dan permasalahan sepele yang berlarut-larut tetapi karena tidak ada evidence akhirnya memanjang kesana kemari. Hal itu tidak akan terjadi seandainya kita rajin dalam menulis, merencanakan dan mendokumentasikan. Bukankah zaman prasejarah diakhiri karena ada unsur tulisan yang membuka mata manusia tentang sejarah yang akhirnya membelajarkan kita.

Mari menulis, dari yang sekecil-kecilnya, mari susun dokumentasi dan arsipkan segala hal yang kita anggap penting. Dengan itu semoga hidup kita lebih terprogram dan semua dapat berjalan sesuai dengan kehendak kita. Semoga kita tidak akan menyesal. Dengan menulis akan mengasah kognitif kita dan aku menyebutnya sebagai salah satu metode “On Going Learning”, belajar berkelanjutan.

Selasa, 21 Desember 2010

Bumi Raflesia


Sebuah kesempatan memang jarang datang dua kali, sebuah rencana memang hanya akan menjadi rencana kalau kita tidak bertekad untuk mewujudkannya. Rencana panjang sejak 1 tahun yang lalu ketika masih di tempat kerjaku yang lama, dimana sohibku yang asli Bengkulu mengajakku untuk bertandang ke tanah tumpah darahnya di Bengkulu. Sebuah tawaran yang menarik, menarik karena ada alasan-alasannya antara lain:

1. Aku memang lagi hobi traveling
2. Aku memang belum pernah ke bengkulu
3. Temanku pulang akhir tahun bertepatan dengan festival Tabot (What is it?)
4. Aku pingin lihat Bunga Raflesia yang katanya di temukan di Bengkulu
5. Pas ada yang ngundang, itung-itung hemat akomodasi hotel
6. Bisa mempelajari kearifan lokal
7. Refreshing


Rencana 1 tahun yang lalu ini hampir kandas dengan berbagai distraksi-sidtraksi yang cukup rumit, apalagi menyangkut lobi-lobi dengan bos (belum dapat cuti soale), finansial dan acara keluarga yang ujung-ujungnya muncul dalam agenda travelingku. Yo wis lah, Bismillahhirrahmaniirahim. Satu demi satu benang kusut masalah sedikit demi sedikit terurai, akhirnya terpecahkan masalah-masalah tersebut, walaupun ada konsekuensi-konsekuensi yang musti aku tanggung, salah satunya kena omelan Bos gara-gara aku sering minta ijin cabut, sabar aja deh.

Perjuangan dan doaku ternyata tidak sia-sia, 4 hari lumayanlah buat melepas penat dengan traveling di kota kelahiran Ibu Fatmawati Sukarno ini. Peliknya masalah tidak Cuma sampai planning dan organizing saja ternyata, di actuating begitu banyak masalah yang muncul antara lain proses keberangkatan yang terbilang super nyebelin. Penerbangan paling ribet yang pernah kulakukan. Maklum, biaya sendiri so aku tidak pilih naik garuda. Kujatuhkan pilihan pada pesawat lain yang relatif miring walaupun maskapai penerbangan yang aku pilih tersebut terkenal dengan sebutan "Si Ratu Delay". Sering delay katanya karena kebanyakan rute. Itu mah risiko, kalau kebanyakan rute tapi sering mendelay jadwal terbang? Mendingan rutenya nggak usah bayak-banyak kaleee... Ya udahlah biarin saja, ada pemikirnya kok. Kenapa aku yang repot ya? Toh, kalau gelar Ratu Delaynya nggak hilang-hilang, pasti lama-lama konsumen pada ogah. Cari yang lain untuk terbang, harganya juga nggak jauh beda kok.

Rencana Boarding jam 17.05, dari kantor di daerah Kuningan sudah standby 2 jam sebelumnya, minta ijin sama bos pulang lebih awal. Di Tollpun sudah disambut dengan padat merayap akibat hujan deras yang turun tiba-tiba. Karena dengan semangat 45 aku lupa bahwa tas ranselku terlalu berat dan akhirnya terjadilah tragedy muscle spasme akut. Duh biyung sakitnya pinggang dan punggungku. Berharap seiring berjalannya waktu nyeri otot akan hilang. On fact malah sebaliknya, nyeri bertambah dari menit ke menit hingga ke jam. Nyeri senut-senut kalau dibuat bergerak lebih terasa nyeri, kalau cemberut terasa sakit, apalagi tertawa tambah sakit lagi. Dengan kondisi muscle spasme akut ditambah dengan pesawatnya delay kagak jelasa, Glodak! Pingin nangis kok sudah tua, pingin ketawa dikira orang Edrun Edrun =edan= gila= sinting = crazy), diam saja nanti dikira afek datar, salah tingkah pokoknya. Apalagi tragedy delay mendelay serasa kompak dalam satu maskapai tersebut. Dari penerbangan yang ke Pontianak, ke Padang, Ke Bengkulu semuanya delay, kompak abis! Kebayang, terminal B4 di Bandara Soetta laksana pasar tumpah dengan berbagai macam tipe manusia, multi ras, multi etnis dan multi logat bahasa pula. Persis kayak terminal Bis antarkota. Beragam ekspresi manusia nampak di situ. Posisi berdiriku pas di depan loket terakhir ruang boarding sehingga bisa dengan jelas mengamati ekspresi-ekspresi lucu manusia ketika jengkel menunggu, dari yang afek datar, garang, sok berpendidikan, sopan, nggak sabaran, uring-uringan, merasa punya duit (ciri khas Indonesia), minta kompensasi dll. Ternyata lucu juga ya mengamati tingkah laku orang-orang itu.

3 Jam lebih pesawat delay tanpa kejelasan, ternyata masalah cuaca yang dijadikan alasan delay yang berkepanjangan. Awalnya masalah teknis pesawat. Pesawatnya yang ke Bengkulu sedang diperbaiki sebelum terbang, busyet! Betulin pesawat sebelum dipakai terbang, nggak salah tuh? Emang nggak stok pesawat lain ya? Apa nggak ada hari lain untuk memperbaiki pesawat? Bikin spot jantung! Seandainya kalau bikin alasan mbok ya yang profesonal dikit, masak alasannya pesawat lagi dibenerin. Lagi-lagi aku cuma bisa ketawa menertawakan diri sendiri walaupun kalau dibuat ketawa badan ini sakit semua. Dasar tas ransel sialan, bikin punggung dan pingang sakit, nggak safety!

Akhirnya setelah 4,5 jam menunggu pesawat boarding juga. Hampir saja dicancel penerbangannya karena ada info dari penumpang lain bahwa kalau lebih dari jam 09.00 malam pesawat di Bengkulu dilarang landing, karena terkait masalah listrik di Bengkulu yang sering mati mendadak. Ceilee, hari gini ibukota provinsi masih sering mati lampu. Di Bandara lagi, emang nggak ada genset. Fiuhh! Tambah dag dig dug...

Karena delay, selain dapat sekotak nasi dan juga memperoleh 2 potong donat sebagai kompensasi, itupun minta ke petugas dengan menyindir-nyindir, lumayanlah bisa buat menaikkan gula darah yang drop karena nggak makan sejak siang hari, hipoglikemi Bu! Ketika pesawat hendak jalan, aktivitas rutin yang dilakukan pramugari adalah menerangkan tentang cara-cara pemakain alat keselamatan untuk antisipasi ketika pesawat dalam kondisi darurat, pas lagi nerangin keselamatan, penumpang di sebelah saya sempat-sempatnya minta air ke pramugari karena kehausan akibat makan donat, dasar orang kampong! Nggak bisa lihat skala prioritas.

Satu jam dalam pesawat dengan nyeri di seluruh pinggang dan punggung membuat perjalanan terasa lama. Ketika hendak mendarat, muncul pengumuman dari pramugari yang mengatakan bahwa pesawat kesulitan mendarat akibat cuaca yang buruk, pilot akan melakukan perputaran 10 menit di atas Kota Bengkulu, seandainya dalam 10 menit tidak memungkinkan pesawat mendarat, maka pesawat akan kembali ke Jakarta. Yailahh, ES MOS SI rasanya, masak harus kembali ke Jakarta. Bisa ditertawain sama si Bos nih aku. harap-harap cemas lah, berharap ada keajaiban dan akhirnya.....pesawat bisa mendarat juga, Allhamdullilah….Wellcome to Bengkulu. Di bandara Fatmawati Sukarno, temanku sudah menunggu dengan membawa rombongan dangdut yang terdiri dari kurcaci-kurcaci kecil keponakannya, persis darmawisata anak SD he..he..he…


Hari 1

-Ke Tabot Festival, Hujan pukul 10 malam, becek, lampu tabotnya dah mulai mati. Nyobain empek-mpek bakar harga 2000 dapat 3.
-Take arrest===> capek plus keseleo, mantabbbbb.....

Hari ke-2

-Ke Pantai Tapak Padri, hujan gerimis maksa juga, intinya enggak mau rugi. Udah jauh-jauh ke Bengkulu bukan untuk bobok manis.
-Ke Festival Tabot di Pasar Tumpah, banyak pedagang persis di pasar malem. Dari jualan sandal, makanan, baju, arum manis, pecah belah, stan pemerintahan, gorengan 2000=3, mainan anak-anak, baju obral ciri khas pasar kaget banget!
-Mengikuti prosesi pembuangan Tabot di Padang Karabela, prosesi ini agak sedikit magis. Hati-hati jangan terlalu dekat, nanti kesurupan. Banyak jin yang lewat soale. Hampir aku kesurupan
-Ke Pantai Panjang, pantainya bagus sayang nggak boleh mandi soale banyak yang mati. Karakteristiknya hampir sama dengan pantai parangtritis, bukan berarti ada Nyi Roro Kidul lho.
-Ke Tapak Padri untuk mandi, sayang cuma sebentar soale hujan deras datang, takut tsunami (lho apa hubungane?)

Hari ke-3
-Olahraga di sepanjang pantai Panjang, jalan kaki hingga Benteng Malborough. Sayang keindahan pantai dicemari dengan sampah-sampah dan banyaknya kotoran-kotoran manusia sepanjang pantai yang di dekat rumah penduduk. Hari gini masih banyak orang boker di pantai, TA 1 ada dimana-mana, mengurangi mutu pastinya.
-Ke Benteng Malborough, disini banyak tulisan-tulisan dan sejarah tentang Bengkulu di masa Rafles/penjajahan Inggris, Belanda maupun Jepang. Berdiri kokoh di pinggir laut, memasuki Benteng ini laksana sudah membacari ratusan buku sejarah. Cuma 2500 per orang untuk dewasa dan 1000 rupiah untuk pelajar. Temenku sempat-sempatnya nawar agar harga tiket untuk dewasa disamakan dengan harga tiket pelajar, duh malu-maluin aja. Maklum orang Bengkulu asli.
-Ke Rumah Pengasingan Bung Karno, disini juga banyak dipajang foto-foto Bung Karno semasa diasingkan 1938-1942, kemudian kisah cinta Bung Karno dengan Fatmawati yang asli Bengkulu hingga memiliki 5 orang anak.
-Ke Bakmi Tris, Bakminya lumayan enak dan harganya terjangkau.
-Silaturahmi ke kerabat temanku
-Pesan Kue Tat dan makan empek-empek Bengkulu (empek-empeknya kenyal karena ada putih telornya) sepuasnya ^=^ gratis!


Hari ke-4

-Perjalanan ke Rejang Lebong Kabupaten di Sebelah Timur Bengkulu (2-3 jam jalan darat)
-Melewati Gunung Kepahiang, naik turun bukit
- Silaturahmi ke Jambu Keling Curup, rumah temannya temanku.
-Menangkap ikan di kolam dan mencari lokan/kijing/kerang air tawar, dimana aku bertemu dengan anak seribu pulau (ini istilahku sendiri, anak-anak dengan 2 kemampuan bahasa : Jawa dan Bengkulu, nampak sekali transmigrannya), anak-anak tersebut yang rela turun ke empang untuk mengambil lokan di bawah lumpur yang kelak dibuat rendang, enak gila rendang lokannya. So yummy….
-Wisata ke air terjun Suban di Curup, aku menyebutnya dengan tempat wisata serba 2000, gimana nggak serba dua ribu. Masuk gerbang wisata bayar 2000 untuk 1 mobil, beli gorengan harganya 2000 dapat 3 biji, masuk gerbang setelah dari parkiran bayar 2000 perorang, jalan beberapa meter hendak ke air terjun ditarik lagi 2000 per orang, mau mandi di kolam renang bayar lagi 2000 perorang, habis mandi dan mau bilas masuk kamar mandi bayar lagi 2000, mau pulang keluar parkiran ngasih tip orang parkir 2000 lagi. Duh biyung, ngecer banget sih. Mau rekreasi atau mau nyebar angpaw, kenapa nggak sekalian di awal dipukul rata satu orang 5000-10000 rupiah, biar praktis. Kata orang sana kalau dipukul rata banyak yang protes soalnya nggak mandi juga kena biaya yang sama dengan yang mandi. Ceilee, mau rekreasi perhitungan banget, itu mah resiko. Aya-aya wae, ogah rugi ceritane. Inilah fenomena tempat wisata serba 2000 baru aku temui di Bengkulu.
-Mandi air panas di Suban, berendam di kolam air panas menghilangkan pegal-pegal karena kecapekan.
-Belanja Buah dan Sayur. Buah pisang segede gaban Cuma 4000-5000 perak.
-Menengok Bunga Raflesia di daerah Kepahiang, kesampaian pula aku nengok nih Bunga. Sayang sudah hampir mati dan tumbuh di kuburan lagi hii..hi…

Hari ke-5

-Jalan-jalan ke Pasar Tradisional, makan empek-empek sama lontong tunjang

-Mampir di Danau Dendam Tak Sudah (ngeri ya namanya)

-Jalan-jalan ke pelabuhan Pulau Baai, melihat kapal ngetem.

-Pulang via Bandara Fatmawati Sukarno. Back to Jakarta, kerja lagi!


Tambahan : Ternyata biaya hidup di Bengkulu lebih mahal daripada di Jakarta!!!!!!!!!

Pulang


Kalau ada trip tapi nggak diprasastikan di blog pastinya rugi besar, itung-itung sedikit pamer biar seperti the real traveler. Ini Cuma sedikit catatan perjalanan yang masuk rekor dalam lembaran sejarah hidupku. Mengapa? karena ini adalah perjalanan dengan time limited banget, melalui 5 provinsi tapi aku tidak merasa begitu capek. Capek dikit biasalah, masalahnya dalam waktu 2 hari aku jalan dengan Bus dari Jakarta =>Jawa Barat=>Jawa Tengah=>Jawa Timur=>Jawa Tengah lagi kemudian naik pesawat=>Banten dan kembali ke Jakarta lagi. Dihitung-hitung ada 5 propinsi yang kulalui.

Ada apa gerangan hingga aku petakilan lintas propinsi seperti itu? He..he…ada acara keluarga, dimana formalitasnya aku mesti hadir. Setelah gagal merayu Bos agar menambah libur sehari dan malahan kena omelan gara-gara merengek-rengek minta tambah libur, kayak anak kecil kata si Bos. Yo wis lah, sing penting bisa pulang dan ikut seremonial di acara nikahan sepupu di Malang, tanah tumpah darah Bapakku.

Dari Jakarta berangkat malam dari lebak Bulus. Lagi apes, akhirnya kena calo juga. Tiketnya harganya 2 kali lipat! Bus yang dijanjikan kelas eksekutif ternyata berkarat sana berkarat sini, sepanjang jalan ngedumel terus. Kapok deh naik Bus dari terminal, calonya se-Indonesia raya dan ada kerjasama pemalakan yang tersistem (Pinjem istilahmu ya Jo..), dari tukang jaga peron hingga petugas jaga WC. Semuanya cari mangsa dan sepakat mengegolkan pemalakan tersistem. Awas ya, “tidak akan terulang kedua kali di dalam hidupku,oooooo…ya nasib ya nasib…mengapa begini.“.eits..kok malah jadi lirik lagu kegagalan cintanya Rhoma Irama, maklum lagi stres!

Target nyampe Solo pagi hari ternyata meleset total, sampai Solo hampir Dhuhur. Itu akibat naik bis yang tidak diridhoi akibat banyak percaloannya. Jalannya kayak kebo, slow but nggak sure blas. Awas ya, tujuh turunan nggak naik Bis merk tiiiiiittttt (nggak boleh sebut merek). Betel pokoknya, jelek, lambat, naik turunin penumpang persis kayak metromini. Gitu kok dibilang eksekutif. Dari Hongkong kali eksekutifnya. Males dech.

Sampai Ngawi, istirahat Cuma satu jam dan lanjut dengan mobil ke Malang. Itung-itung napak tilas pas kecil dulu. Cuma 5 jam nyampe malang selatan. Perjalanan yang paling cepat yang pernah kurasakan ketika mudik ke Malang. Di lokasi nikahan sudah mulai sepi pengunjung, makan ini makan itu, salam sana salam sini, foto sana foto sini dan cabut lagi pulang ke Ngawi jam 10 malem. Nyampe kampung jam ½ 3 pagi. But, kok nggak terasa capek ya. Ya iyalah, nggak nyetir soale. My Brother yang nyetir. He..he..he..

Inti dari perjalanan ini adalah silaturahmi, memang kita tidak pernah tahu perputaran waktu. Sudah jadi kehendak alam bahwa ada yang datang dan ada yang pergi. Keluarga besar kita sudah banyak mendapat anggota keluarga baru dari hasil pernikahan dan satu persatu anggota keluarga yang lain memang sudah banyak yang mendahului pergi, termasuk Bapakku sendiri.

Aku berharap masih banyak waktu sehingga silaturahmi ini akan terus berlanjut. Dengan segala kesibukan kerja dan jarak yang lumayan jauh membuat tali silaturahmi kurang begitu nyambung. Hampir 3 tahun tidak bertemu dengan keluarga besar Bapak dan ketika bertemu memang banyak yang sudah berubah. Terutama usia semakin lanjut, kemarin kita yang masih berlari-lari di sungai, berlari-lari di kebon jati, mandi di Ngliyep ataupun balekambang dan ternyata sekarang sudah pada punya anak dan punya hidup sendiri sendiri, memang benar bahwa waktu begitu cepat berlalu. Semoga waktuku berkah dan senantiasa membawa kemanfaatan bagiku dan bagi orang-orang di sekitarku.
******************************************************************************************************************