Selasa, 06 September 2011

Inspiring People



Kita saat ini adalah hasil imitasi atau meniru pelbagai macam tingkah polah orang-orang di sekitar kita. Begitu banyak orang yang membantu mewarnai diri kita hingga kita menjadi beraneka warna serta beraneka polah tingkah, selera, kemauan dan itikad masing-masing. Setiap orang tidak bisa membentuk jati dirinya hingga ia berinteraksi dengan orang-orang yang memberinya inspirasi untuk bertingkah laku sesuai dengan minat bakat.

Ibuku, guru pertamaku. Memang benar adanya. Ibuku, perpustakaan pertamaku, juga tidakklah keliru. Bapakku sangat menginspirasiku, memang benar demikian. Mereka yang menginspirasiku untuk tumbuh dan terus punya semangat hidup hingga saat ini.

Siapakah Tokoh Idolamu ? Jawaban mayoritas : Ibu, Bapak, Rasullullah, Sukarno, Habibie, Enstien, Mother Theresa, Kartini dll. Memang orang-orang tersebut pantas dijadikan idola. Idola tentu akan menginspirasi kita berbuat hampir sama or identik dengan cara mereka berperilaku, bernasihat, bertutur kata, berfikir, berprinsip dll. Wajar saja, karena mereka adalah orang yang signifikan versi orang kebanyakan.

Akan tetapi, tidak semua harus menjadi pahlawan untuk menginspirasi orang lain. Perjalanan hidupku membawa aku kepada orang-orang yang telah mengispirasiku tentang nasihat-nasihat yang tidak perlu diucapkan akan tetapi tergambar jelas dari perbuatan yang ia lakukan. Bagiku, orang seperti itu adalah more..more..inspiring dibandingkan sejuta kata-kata orang bijak yang kadang hanya sekedar macan kertas.

Hidup dengan teratur, adalah hal yang aku sulit berdamai dengannya. Sampai suatu saat aku terdampar di Surabaya, dan tinggallah aku di sebuah kost-kostan kecil milik seorang Bapak Tua pensiunan swasta. Dari Kost-kostan tersebut aku belajar bahwa hidup teratur dan disiplin adalah salah satu tangga menuju hidup yang lebih baik. Bapak Kost tersebut menjadi teladan nyata agar aku bisa senantiasa bergerak, aktif, disiplin dan teratur, think to detail hingga kepada hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya.

Alkisah suatu hari, aku ketinggalan anak kunci gembok di kamar kostku, otomatis aku nggak bisa masuk kamar. Kebiasaan ceroboh masih menjadi pakaianku sehari-hari, bahkan sampai saat ini. Kemudian aku bertanya kepada Bapak Kost, apakah punya anak kunci cadangan, kemudian beliau mengajakku ke lemarinya di kamar kecil yang tertata rapi. Di lemariinya kulihat tumpukan baju yang tersusun rapi sesuai dengan jenisnya, tersetrika, dan bertumpuk anggun. Kemudian sang Bapak membuka kotak peti kecil berisi anak kunci yang lumayan banyak, dan semua anak kunci tersebut teridentifikasi rapi dan jelas, sehingga dengan mudah kunci duplikat dapat ditemukan. So, akhirnya aku bisa masuk ke kamarku dengan segera untuk istirahat pasca kerja malam.

Kontradiktif dengan kostku yang di Jabodetabek, dengan jumlah kamar hampir 30 an lebih, si empunya kost tidak pernah memberikan tanda pada anak kuncinya. Kebayang, ketika ada yang mau kost si empunya sibuk memilin-milin kunci, mencocok-cocokkan satu persatu. Wasting time, dan sampai berkali-kali masih seperti itu. Memang tidak belajar dari kesulitan sebelumnya. Akan tetapi aku wajib berterima kasih pula pada Si Empunya Kost di Jabodetabek, ia menginspirasiku untuk tidak melakukan hal serupa, karena tentu saja ribet!

Bapak Kostku di Surabaya memang telah mengajariku banyak hal, think to detail, sampai-sampai semua jenis obat di kotak obat ditulis nama dan manfaatnya, semua petunjuk pemakain alat yang istimewa tertera di sampaing alat tersebut, hingga alat pertukanganpun tertata rapi dengan identitas yang jelas. Yang aku salut adalah dengan rumah yang sempit (4 x 10 m), Rumah tersebut terasa luas dan lapang. Minimalis but maksimalis dalam penataan.

Memang untuk menginspirasi orang tidak perlu harus menjabat terlebih dahulu, tidak perlu menjadi supertrainer dahulu, tidak harus jadi politikus, ikut kontes putri Indonesia or Abang None Jakarta. Inspirasi yang semu memang kadang terasa dipaksakan. Inspirasi yang nyata bisa muncul dari pengamatan kita sehari-hari, mengambil dari hal-hal sederhana, meniru, berprose untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.


Senin, 05 September 2011

Super Nekat




Nekat, menurut Kamusbahasaindonesia.org adalah berkeras hati; dng keras atau kuat kemauan. The Power of Nekat bisa menimbulkan energi maha dahsyat hingga mampu meruntuhkan ketakutan, benteng keraguan dan bahkan istana keputusasaan. Ok, tidak semua orang berani Nekat. Orang yang modal nekat biasanya mempunyai motivasi super duper hebat untuk bisa mengusung Nekat dalam benaknya.

Modal nekat memang konotasinya negatif, akan tetapi tahukan Anda bahwa kekuatan nekat bisa membuat orang menjadi zero to hero, menjadikan pecundang menjadi sang juara, menjadikan penonton menjadi superstar dan mengubah tatanan biasa menjadi luar biasa, mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur (lho!)

Yup, saya memang bukan tipe orang nekat dan lebih sering menimbang-nimbang risiko (so, makanya saya nggak maju-maju he..he..). Nekat kali ini saya ingin soroti pada sekumpulan orang pemudik, tentu saja yang memakai sepeda motor. Kita semua tahu bahwa sepeda motor bukan dicreate untuk menempuh jarak ratusan atau ribuan kilometer. Dan saat ini, mudik dengan motor menjadi trend! Eiiittt…..wait..wait…trend apa kepepet ya?

Kalau disuruh pilih, mudik naik pesawat apa motor? Yup, orang normal akan menjawab naik pesawat. But you know lah, pesawat tidak murah, kalau murah pasti hampir semua mudikers pilih pesawat. Cepat dan nggak tua di Jalan. (Kecuali yang phobia ketinggian) Terus mengapa masih ada yang pakai Motor? Mari kita coba bahas bareng-bareng.

Berikut ini alasan-alasan seseorang memilih moda transportasi motor, rasionalisasi dan sanggahan (versi Aku sendiri).
1. Bergengsi
Rasionalnya : Kerja di kota akhirnya punya motor, gengsi dikit lah. Boleh dong pamer dikit-dikit sama mantan pacar di kampung, kenapa nggak milih gua dulu, sekarang gua dah punya motor.
Sanggahan : Nggak juga, sekarang modal KTP udah bisa dapat motor baru, kayak kacang goreng! Habis mudik ya balikin lagi ke dealernya nggak kena debt collector, aman!
2. Jantan
Rasionalisasi :Naik motor jarak jauh laksana valentino Rossi, gagah dan keren abis
Sanggahan : Emang mau ikut motor GP, boro-boro! Macet cing di jalan, ngebut benjut lah, diteriakin orang seindonesia raya.
3. Cepat
Rasionalisasi : Bisa mlipir sana, mlipir sini, langsung tancap gas..berrrrrrrrrmmm
Sanggahan : Iya kalau nggak macet, you know kan kalau macetnya kayak ular antri tabung gas elpiji 3 kiloaan, panjang dan lama…….
4. Murah
Rasionalisasi : Ngirit, hemat, bijaksana, modal 50-100 ribu bisa nyampai jawa timur (dari Jakarta) dan ngangkut 4 orang (Pake, mboke, si genduk, lan si gendon), ngirit pulang pergi maksimal 200 ribu buat bensin doang. Kalau naik Bis, bisa 1 jutaan bolak-balik buat bis doang. Naik kereta empet-empetan, naik pesawat nggak kuat bayarnya, naik mobil harus carter lebih mahal, mau ikut mudik gratis males soale ntar di kampong nggak bisa anjangsana kemana-mana, harus pakai ojek harus keluar biaya lagi, naik sepeda onthel nggak rasional babar blas, naik truk ntar dikira sapi ama kebo (buat yang hiperpigmentasi), naik mobil pick up pakai terpal takut item dan mateng kepanasan, numpang mobil teman udah nggak muat, naik becak dari Jakarta sudah nggak ada becak dijakarta lagian kasian yang genjot, naik bemo takut ngadat di jalan plus berisik, naik kereta eksekutif baru dibuka langsung ludes tiketnya lagian mahal ekonomi, naik kapal laut kok rumahnya digunung pucuk, naik gethek bisa 2 bulan nyampai rumah (lagian) jalan kaki ntar dikira stress yang paling rasional adalah ya naik motor! Full Stop!
Sanggahan : Babahno! Ntar kalau dilarang dikira melanggar HAM. Masalahnya, kebangeten nekatnya!! Mudik bawa motor, bonceng bayi yang lagi ASI Ekslusif juga dilakoni asalkan nyampai kampung. Risiko tidak sepadan dengan ongkos yang dibelanjakan. Sepanjang jalan Jakarta-Jawa Timur, saya sampai nggak tega lihat fenomena anak bayi, batita dibawa tour de java! Tega orang tuanya, dengan alasan kapan lagi kalau nggak moment lebaran. Mangan ra mangan asal kumpul, iyo sich but ya nggak segitunya sampai too risky banget. Udah banyak fenomena bayi akhirnya meninggal akibat tersedak ketika disusui ataupun kebekep akibat orang tuanya yang over wrapping. Persis kayak lemper yang dibungkus berlapis-lapis! Bukannya anget tuh bayi, malah sianosis (+).

Dari alasan-alasan di atas, kayaknya alasan yang terakhir yang memotivasi mudikers untuk jadi sang nekat buta ekstrim! Nyawa cing taruhannya. Niatnya baik silaturahmi but ya nggak harus nekat-nekat banget gitulah. Ingat, kalau dah jatuh ke aspal bukan hanya hemat 200 ribu bahkan bisa hemat selamanya lho, soalnya tinggal dikubur dan habis itu nggak perlu uang lagi, nggak ada yang jualan di alam kubur. Wallahualam.

The Power Of Silaturahmi




Bersyukurlah bagi Anda yang masih memiliki keluarga lengkap, dan lebih bersyukurlah Anda bagi yang memiliki kampung halaman. Tidak semua orang beruntung seperti Anda, dimana Anda masih memiliki keluarga lengkap dan kampung halaman yang senantiasa menyimpan beribu kenangan masa kecil yang penuh cerita dan senantiasa memanggil sang perantau untuk kembali kepada realita bahwa kampung tersebut menjadi saksi perjalanan hidup sang perantau, dari lahir hingga ia harus meninggalkan kampungnya.

Memiliki keluarga lengkap adalah sebuah anugerah, setiap cinta dan pengorbanan kita dapat kita tambatkan pada keluarga, kerabat yang ada yang masih setia menemani hidup kita entah sampai kapan. Keluarga memang terbukti sebagai perhiasan yang indah. Selain keluarga adalah sahabat. Bahkan sahabat akan bisa lebih bisa menjadi keluarga dari keluarga terdekat sekalipun. Sahabat bisa membawa kita kepada kebaikan ataupun sebaliknya, oleh karena itu disarankan agar kita senantiasa berhati-hati dalam memilih sahabat.

Silaturahmi bagi umat muslim sangat dianjurkan dan memutus tali silaturahmi sangat tidak dianjurkan. Dengan silaturahmi banyak sekali hal-hal positif yang bisa diambil, langsung maupun tidak langsung. Moment-moment silaturahmi dapat dicari dan diciptakan. Moment yang senantiasa hadir setiap tahunnya dan sangat worth it sekali adalah moment lebaran. Di waktu lebaran lebih mudah menyatukan keluarga untuk bersama-sama melakukan dan menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus karena kesibukan-kesibukan dan rutinitas-rutinitas yang menyita sebagian waktu kita dan menjauhkan kita pada keluarga, sahabat dan kerabat.

Selain lebaran, ada moment yang bisa dicreate untuk memperkuat tali silaturahmi. Moment tersebut adalah Reuni. Reuni bisa menjadi moment yang menarik bagi sebagian besar orang, karena di moment tersebut akan nampak hasil perjalanan dan proses hidup seseorang setelah lulus dari sebuah institusi pendidikan, lembaga, ataupun organisasi tertrentu. Tidak semua proses berujung manis, benar kiranya bahwa roda senantiasa berputar. Seseorang yang ketiban sampur mengikuti roda berputar ke bawah tentu harus menikmati kehidupannya yang menurut kacamata umum belum sampai tahap kesuksesan.

Selain itu Reuni juga bisa menjadi ajang pamer bagi sebagian orang. Belum bisa dinafikan bahwa tolak ukur kesuksesan seseorang masih pada harta benda dan hal-hal yang bersifat fisik dan materialistis. Ada kalanya ajang yang seharusnya menjadi penyambung kenangan yang berserak akhirnya menjadi ajang fashion show, motor GP, show room mobil dadakan, public display affection (memamerkan kemesraan di depan publik), atau bahkan counter HP berjalan. Disamping itu manfaat reuni sebenarnya sangat hebatnya, dimana peserta bisa menjalin networking sehingga bisnis dapat semakin berkembang, mencari mitra kerja, atau bahkan ketemu jodoh dalam rangka Cinta Lama Bersemi Kembali atau cinta yang muncul setelah beranjak tua. Setelah tahu si Polan ternyata tampil berwibawa setelah 10 tahun nggak ketemu, wiii..bawa mobil…wiii..bawa Ipod….wiii..bawa Laptop, wii..bawa kalung gelang cincin emas he..he..he…

Apapun motifnya , menurut analisis dan logika saya silaturahmi memiliki kekuatan yang besar untuk membuka pintu rejeki, membuka sejarah yang sempat tertahan, memperluas pergaulan dan mendewasakan diri bagi yang mau melihat, mengamati fenomena kehidupan yang terus berputar. Jangan ragu untuk silaturahmi, mumpung masih ada umur, mumpung masih ada waktu, mumpung kita belum pergi atau orang yang kita cintai pergi selama-lamanya, so mari silaturahmi...

Homeward




Hidup merantau bagi sebagian besar orang adalah pilihan hidup. Tinggal jauh dari kampung halaman untuk berkarya,mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Bukan berarti tak cinta kampung halaman hingga membuat seseorang lebih memilih hidup merantau, banyak latar belakang, alasan, logika, yang akan mengantarkan seseorang untuk hidup dan makaryo di perantauan, dalam maupun di luar negeri.
Tidak semua orang suka di zona nyaman kehidupannya. Sebagian orang lebih memilih keluar dari zona kenyamanan hidupnya dan memilih menantang risiko kehidupan yang unpredictable. Sukses adalah tujuannya, walaupun parameternya bagi setiap orang tentunya beragam. Ketika sukses sudah digenggaman, adalah sebuah kekuatan pendorong yang akan membuat seseorang lebih bertekad pulang untuk mengabarkan ataupun berbagi kebahagian dalam wadah silaturahmi dengan handai taulan, keluarga dan untuk mengumpulkan kembali memori yang sempat terserak.
Bagi aku, selagi masih ada ruh dalam raga mengapa tidak kita manfaatkan waktu untuk menikmati keindahan keluarga dalam ibadah silaturahmi. Kita memang tidak akan tahu apa yang akan terjadi kedepan, bahkan 1 atau 2 menit lagi. Manfaatkan momen untuk menambah cerita tentang kisah hidup yang fana di dunia. Memang sedikit melankolis, but itu memang nyata. Kita nggak akan pernah bisa memanggil kembali momen yang terlewat untuk berkumpul dengan keluarga, karena kita tidak bisa berkompromi dengan maut.
Pulang, berkumpul, berbahagia, bercerita, bahkan bersedih adalah warna dalam sebuah rangkaian perjalanan pulang. Sebagian orang bisa menjadikan pulang untuk ajang meningkatkan mutu dan gengsi dan sebagian orang rela untuk menunjukkan jati dirinya atau proses yang belum usai di perantauan. Apapun motif Anda, keinginan Anda, mari kita pulang bergembira berkumpul dengan orang-orang yang mencintai kita dan kita cintai.

Senin, 27 Juni 2011

Sebuah Loyalitas


Menjadi orang gajian, adalah sebuah cara yang paling mudah untuk mapan. Bagaimana tidak mapan, setiap bulan tinggal nunggu akhir bulan dan rekening kemudian terisi sejumlah nominal yang sudah menjadi kesepakatan di awal.
Menjadi pegawai, memang sebuah cita-cita umum rakyat Indonesia raya. Cobalah review ketika usia sekolah dulu, ketika ditanya apa cita-cita anda. Jawaban generik alias umum banget alias pasaran antara lain : Pak Dokter, Pak Tentara, Bu Guru, Pak Pilot, Tukang Insinyur dll. Dan sebagian besar jawabannya memang mencerminkan sebuah jiwa ngawulo alias mengabdi alias pegawai. Jarang banget ada orang tua yang membisikkan anak-anaknya untuk menjadi enterpreuner sukses, wiraswata mandiri dan sejenisnya. Kenapa menjadi entrepeuner kurang diminati, karena kerja wiraswasta memiliki risiko tinggi jatuh, tidak mapan, dan masyarakat jadul masih berasumsi bahwa kerja itu harus ke kantor, jadi PNS, pergi pagi pulang siang, jam 10 jalan-jalan ke pasar no problem lah, kan PNS alias pegawai negeri santai.
Menjadi pegawai memang butuh sebuah loyalitas. Loyalitas seperi apa yang harus dipersembahkan untuk perusahaan. 4,5 tahun aku jadi pegawai, tidak ada salahnya apabila sedikit bertestimoni. Orang bilang aku terlalu loyal terhadap perusahaan. Menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyelesaikan kerjaan di luar jam kerja, tanpa overtime dan tanpa santunan apapun. Perusahaanku dulu, berpesan melalui kaki tangannya, kalau kamu terlambat kerja tidak boleh 1 menitpun, akan tetapi apabila pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan anggaplah sebuah loyalitas! Glodak, darimana itu datangnya aturan keblinger itu?? Dari hongkong agak minggir got sedikit kali ya?
Ada yang lebih ekstrem lagi (kalau ngambil contoh agak lebai dikit) cerita temanku ketika mengantarkan pasien dengan ambulance ke luar kota,memakan waktu 6 jam pergi pulang, di luar jam dines. Ketika akhir bulan, setelah selidik punya selidik ternyata overtimenya Cuma masuk ½ nya. Konfirmasi ke HRD, katanya sih lemburnya Cuma dihitung 3 jam serta 3 jam lagi waktu pulang tidak dihitung, HRD malah menyarankan agar temenku tadi tidur di ambulance, sehingga tidak terasa tiba-tiba sudah nongol di Rumah Sakit lagi, so RS nggak perlu membayar, Yailahh!! Kebangeten cethilnya! (Cethil=Bakhil=Kikir=Pelit=Mbati=Stingy), nenek-nenek keselek metromini saja tahu, kalau tidur diambulance itu bukannya lelap malah bisa-bisa konsul ke dokter saraf karena pusingnya nggak ilang-ilang. Fenomena aneh, lucu, wagu dan nggilatun.
Dari contoh di atas, bukannya si pegawai jadi loyal malahan muncul komunitas sakit hati, mungkin sampai mati sakit hatinya, sakittttttt! Toh lembur 6 jam paling juga 60 ribuan plus uang makan, total-totalnya seratus ribu nggak lebih. Si HRD berusaha menunjukkan loyalitas kepada atasannya supaya si kapitalis tambah kaya, dia berhasil menghemat 30 ribuan. Hebat! Maksudnya hebat cari mukanya..wkwwkwkwkw…..
Loyalitas kebablasan juga pernah aku lakukan pula, maklum masih blo on..blo onnya, awal kerja jadi nggak terlalu mikir uang. Aktualisasi diri yang prioritas. Waktu turun dinas malam, Si Bos masih sempet-sempetnya menelepon (tega!) agar aku datang ke ke tempat kerja dan mengerjakan tugas si bos. Lagi-lagi aku ikhlas melakukan, dengan harapan penilaian berjalan dan pas reimunerasi dapat gedhe, gedhe lapang dadanya..he..he…he.., kalau kerja di manajemen tiiiitttt asli , ya siap-siaplah untuk menang, menangis maksudku…
Loyalitas kebangeten juga dicontohkan sama sohibku yang rela bela-belain datang jam 2 pagi untuk persiapan operasi cito (ngawulo) dan kelar jam 5. Pulang ke kost dan jam 7 berangkat kerja lagi, dan hebatnya tidak dibayar!!! Heubatttttt 4 tumbs up, plus jempol kaki! Dan itu sering terjadi lagi! Es Mo Si aku! Maklum sohibku lagi ghiroh..ghirohnya menjalani profesinya waktu itu, mau buat perubahan lebih baik, katanya sih kalau bukan kita siapa lagi? Ya orang lain Dul, orang lain aja nggak peduli kalau kita kelaparan, emang kerja soksial ? Jadi lilin melebur siang-siang, ntar dulu deh. Mending jadi petromak aja, bisa meledak sewaktu-waktu.
Loyalitas selanjutnya diperankan oleh sohibku yang lain, sebut saja si fulan. Si Fulan ini sungguh benar-benar loyal nggak ketulungan sama perusahaan. Ditambah dengan sifatnya yang gemar tampil alias banci tampil jadilah sebuah sinergi loyalitas yang maha dahsyat! Alih..alih mikir trip sama keluarga, having fun, si fulan pilih masuk kerja hanya untuk nggantiin tugas orang di waktu liburnya. Rapat ini, rapat itu, training ini, training itu dan hebatnya lagi, udah diminta jadi trainer sukarela pada pagi hari, malamnya disuruh dines lagi, wuihhhh apa nggak tellllerrrr itu! Belum lagi mau naik malam ke dua, si fulan paginya kerja bakti lagi dan malamnya harus kerja lagi, ckckck…..robot atau orang. Dan hebatnya si Fulan, dia kuat nggak tidur hampir dua malam, cuma tidur satu atau dua jam. Waktu lepas dinas pun kadang masih sempat-sempatnya pulang sore, ada training lagi buat anak baru lah, sosialisasi alat, sosialisai SOP, rapat departemen, pokoknya loyalilitas sampai mampus! Hebat, si Fulan sudah mengikrarkan diri setia sampai mati sama perusahaan. Saluttttt….
Aku pegawai PMA dengan jabatan kroco. Datang paling pagi dan pulang hampir paling akhir, semua heran melihat kerajinanku yang kebablasan. Loyalitas yang sempurna (ungkapanku sendiri). Bukan cari muka atau mau menaikkan mutu ceritanya. Temanku berpesan sebelum dia keluar dari perusahaan : “Jangan terlalu loyal sama perusahaan, karena perusahaan tidak akan pernah loyal pada kamu.” Pikir-pikir sangat masuk akal, dimana banyak orang yang hilang setelah habis manisnya, sang ampas tinggal dibuang ke bantar gebang. Ibarat tebu, habis manisnya kalau ampasnya ditelah pasti bikin sakit tenggorokan. Perusahaan berdalih bahwa banyak yang antri di luaran sana, iya sich, antri Busway di dukuh atas hingga 1 km kayak ular naga panjangnya.
Pledoi nih, aku datang pagi pulang malem karena 1 alasan yang aku sangat benci dan malas bertemu dengan makhluk ini, apa itu coba? Yups…itulah kemacetan di Jakarta. Bikin sengsara lahir batin, rugi tangible maupun intangible. Siapa yang mau pulang jam 5 tet but nyampai kost malam juga, mending nyantai di kantor biar dikira loyal, cari muka soalnya mukanya dah luntur dan jatuh kemana nggak tahu he..he..he..peace!
Menurutku, loyal sah-sah saja, perusahaan yang memberi makan masak sih kita mau durhaka banget-banget, kalau durhaka bolehlah asal sudah kepepet, wkwkwkw…Yang penting take and give lah, seimbang, kerja ya kerja, kalau liburan ya liburan, mau renang sampai kelelep boleh saja tanpa mikir kerjaan, mau karaoke sampai bodo juga sah-sah saja asalkan kerjaan udah kelar. Solutif kan! Udah resiko jadi pegawai Pak ,Bu, pake, mboke, Pak De, Bu De, tante, om, nyak, babe, oma opa, tulang dsb……..kalau mau benar-benar praktek loyal, bikinlah usaha sendiri. Beres…tul nggak..

Menunda

Ah, masih ada hari esok…
Nyantai dulu ah, capek habis pulang kerja
Ntar aja teleponnya, toh nggak penting-penting banget
Ntar malem aja bikin slidenya, saatnya bersepeda
Setrika, minggu malem saja sambil nonton Mario teguh, sekarang mendingan bobok siang…
===============================================================================

He..he..he..kalimat-kalimat di atas adalah segudang alasan untuk dapat mewujudkan sebuah PENUNDAAN. Kalau dikatakan malas, bisa ya, bisa juga tidak. Tergantung konteksnya (excuse)! Apalagi kalau tergantung mood. Menswitch mood, nggak gampang banget alias susah.
So, apakah keuntungan dari menunda itu ? Logika saya mengatakan dengan menunda bukan akan memperingan kerjaan kita akan tetapi malah menumpuk di belakang hari.
Alasan apa yang membuat seseorang menunda ? Logikanya dengan menunda saat ini pekerjaan tersebut tidak akan hilang kecuali kita limpahkan ke orang lain. Kalau kita single fighter, itu mah sami mawon. Sekarang atau lima puluh tahun lagi tetep harus dikerjakan. Balik ke alasan penundaan, menurut aku pribadi alasan generik yang sering dipakai adalah capek dan malas. Sudah menjadi kehendak alam kalau capek dan malas menjadi pemaaf yang paling ampuh bagi si penunda, termasuk yang sedang nulis.
Bagaimanapun, memang kita harus melawan namanya keengganan. Penyakit kronik yang sudah mendarah daging dan memasuki setiap sel tubuh. Perlu diremove dan dieksresikan dari tubuh supaya tidak menjadi sifat turunan, ih amit-amit. Seandainya ada obat yang mampu mengusir yang namanya keengganan yang berakibat pada penundaan, sungguh sebuah anugerah.
Menurut Mario teguh, bahwa malas selalu diikuti dengan yang namanya Mengantuk! Biasanya orang memilih untuk tiarap sambil memejamkan mata alias bobok daripada mengerjakan kerjaannya yang belum kelar. Duh, ngomong memang gampang sih, saat ini saja aku lagi menunda untuk seterika baju! Omdo, alias omong doang he..he..he, minimal aku mengingatkan diri sendiri dan syukur-syukur bisa membawa inspirasi yang tiada berkesudahan (ngimpi dot com).
Anyway, yang biasa ngebluk tiada usai, numpuk cucian hingga asem, pakai gelas dispossible, bagi yang sering disindir bos akibat kerjaan nggak kelar, nggak zakat karena berharap esok ada rejeki untuk berzakat dan sekarang tunda dulu kebajikannya, lho! Yo wis, semoga bisa melenyapkan virus malas yang menyebabkan penundaan. Kalau niat nunda, moga alasannya syar’i, bukan karena yang lain.
Tips : Kalau lagi pingin nunda sesuatu, ingatlah sekarang atau besok sama saja, sama-sama kerja juga, kenapa nggak sekarang saja, besok tinggal renang, bersepeda, nonton, jalan de..el..el..

Kamis, 23 Juni 2011

Kerusakan Jiwa


Hidup memang selalu tidak bisa diprediksi. Bahwa perjalanan waktu telah menghantarkan setiap jiwa menjadi lebih tua dan sebagian mampu menghantarkan jiwa menjadi lebih bijaksana. Ada yang hanya memperoleh pengalaman yang berulang, dan ada yang mampu mendapatkan pembelajaran, atau bahkan hanya mendapatkan kerusakan jiwa.

Kerusakan jiwa, sebuah frasa yang sungguh tidak enak dan tidak nyaman untuk disebut. Bahwasanya pada dasarnya setiap jiwa adalah jiwa yang baik yang cenderung akan berperilaku baik, yang memiliki hasrat untuk berlaku jujur dengan taraf yang berbeda.

Yang aku tanya pada diri saya saat ini adalah, apakah sudah ada tanda kerusakan jiwa pada diri ini. Sekarang mari kita perhatikan tanda-tanda berikut ini :
1. Apakah kau merasa kehilangan harapan baik ?
2. Apakah imanmu dalam titik terendah
3. Apakah kau selalu mengupgrade ilmu dan wawasanmu ?
4. Apakah kau merasa hidupmu sungguh miskin ?
5. Apakah kau merasa ada yang salah dengan prasangkamu?
6. Apakah kau merasa yang terhebat ?

Dari pertanyaan di atas, apakah ada yang pantas untuk saya jawab dengan YA? Semakin banyak jawaban tersebut, logika saya mengatakan bahwa saya sudah mengalami kerusakan jiwa, menuju lemah jiwa dan menjadi pecundang bagi diri dan lingkungan.

Bagaimanakah ciri jiwa yang baik ? Berbahagialah apabila kita cenderung menyukai keindahan, menyukai akan kebenaran dan tentu saja menyukai kebenaran. Semoga kerusakan jiwa kita dapat segera kita perbaiki, pelan, pasti dan semoga menjadi sebuah kekuatan kita untuk melangkah dengan optimis.

Rabu, 22 Juni 2011

Kring..kring..go wes..go wes..



Bersepeda merupakan sebuah aktivitas ringan, murah dan menyenangkan. Aku menjadi penggemar olahraga bersepeda karena terinspirasi dari berbagai aktivitas teman sejawat yang sangat menikmati olahraga tersebut.

Bersepeda bagi saya adalah sebuah rekreasi yang menyenangkan. Kegemaran itu telah tumbuh semenjak aku beranjak tua, you know lah semakin tua otomatis semakin rentan terhadap namanya penyakit. Dengan tipe badan yang gampang banget sekali melar laksana balon, minum air putih saja jadi lemak, so mau tidak mau aku harus extra effort untuk bisa tampil lebih oke, daripada harus mengulang episode lama dengan tubuh berbalut buntelan lemak hingga 100 kg lebih, amit-amit.

Menengok sedikit ke masa lampau, dimana dibandingkan dengan teman sebayaku yang lain, aku baru bisa menggenjot sepeda setipe federal pada usia 10 tahun. memang dasarnya penakut dan takut tergores (masalahnya belum ada anti gores pada waktu itu). Jadilah aku makhluk aneh, si gendut yang penakut, sedangkan adikku saja udah mahir naik sepeda duluan dari pada aku. Slow learner banget.

Menghabiskan masa kecil di kaki gunung menjadikan tidak begitu leluasa dalam menggunakan sepeda, dengan permukaan tanah yang miring menjadikan karet rem mudah habis. Betapa beruntungnya orang-orang yang tinggal di kota-kota dengan jalan datar, misalnya di Sragen, Solo, Jakarta, Surabaya dan sekitarnya. Bisa bersepeda dengan nyaman tanpa takut akan rem blong dan nyungsep karena jalan turunan tajam. Di Jakarta bersepeda hanya terasa nyaman apabila dilakukan weekend, dimana mobil-mobil pada ngandang atawa dibawa ke luar kota sehingga jalanan jadi sepi, but itu cuma pagi doang agak siangan sedikit sudah semrawut lagi. Fiuh.

Prinsip olahraga rekreasi tetap menjadi kesukaanku hingga detik ini. Mau diajak kemanapun oke-oke saja asalkan kalau bisa ada unsur olahraganya. Kalau diajak ke pantai ya harus ada renangnya, atau snorklingnya. kalau diajak jalan-jalan ya kudu mesti ada capeknya, kalau mau diajak ke kebun binatang ya mesti bawa sepeda or lari sekalian, ke taman mini ayo saja asal pakai sepeda. Kalau tidak berkeringat tidak afdol rasanya.

Impian akan adanya jalur sepeda sungguh sebuah harapan akan hadirnya kota tanpa semarawut kendaraan bermotor, tanpa hingar bingar klakson, tanpa melihat fenomena serobot dan slonong boy para pengendara kendaraan bermotor. Seandainya ada sebuah kota dimana semua mobil harus diparkir di sebuah lapangan parkir khusus dan semua orang memasuki kota harus menggunaakan becak, sepeda, or bahkan jalan kaki. Betapa menyenangkan, bebas polusi, bebas kemacetan dan semuanya sungguh Cuma khayalan…^=^, ayo bersepeda!






Kamis, 16 Juni 2011

SGPC



Bicara mengenai makanan, apalagi makanan tradisonal adalah sebuah hal yang menarik untuk saya. Salah satunya adalah PECEL alis SGPC (Sego Pecel). Makanan tradisional yang rasanya selangit kalau bumbu pecelnya pas di lidah (berdasarkan standar masing-masing). Teman-teman kantor banyak yang tahu bahwa saya maniak yang namanya PECEL. Bahkan ada yang menyebut saya orang udik dengan selera rendahan sekelas PECEL.
Hampir setiap pagi, saya berhenti di depan warung pecel langganan saya di Jakarta Selatan untuk sekedar membungkus PECEL. Jakarta yang terkenal dengan nasi uduknya tidak membuat saya lantas berpaling dari namanya PECEL. Ketika sedang makan di Pantry Kantor teman-teman sudah pada maklum kalau saya sedang menikmati PECEL, dan hampir setiap hari saya makan PECEL. Sampai di luar kota pun, yang saya cari biasanya adalah makanan khas daerah tersebut dan lagi-lagi PECEL he..he.he..dasar PECELHOLIC.
Alasan-alasan yang membuat saya setia sama PECEL dimanapun saya berada adalah…
1. Murah meriah
2. Sehat karena kaya serat
3. Bumbunya yang pedas manis
4. Sudah tradisi (Sejak kecil maniak Pecel Bakwan)
5. Merakyat
Apapun ucapan orang mengenai selera saya yang dianggap kampungan, akan tetapi hal itu kembali pada ungkapan Selera tidak dapat diperdebatkan. Buatku Pecel memang lebih nikmat dari namanya sea food, pizza, KFC, Japanes Food, apalagi Mie Instan (Keseret abis).
Dengan selera yang tidak neko-neko, maka akan memudahkan calon istriku kelak. Tidak perlu repot-repot dalam urusan makan, asal ada sayur, tempe, tahu dan telor dadar sudah menjadi menu yang paling nikmat, satu lagi SGPC akan lebih nikmat apabila ditambah sambel tumpang, wuihhh….rasanya spektakular…








Rabu, 09 Maret 2011

Seandainya Waktu Bisa Diperjualbelikan...

Aku tidak habis pikir, mengapa waktu berlalu begitu cepatnya. Seakan semuanya berlalu tanpa kesan dan meninggalkan jejak yang jelas. Detik demi detik berjalan seolah tidak ada kesan satupun yang tertinggal.
Menjalani amanah yang semakin hari semakin kompleks menuntut siapapun untuk selalu melakukan manajemen waktu dengan baik. Alhasil, waktu terasa begitu berharga, ada keinginan-keinginan yang harus dikorbankan demi kepentingan lain yang lebih penting.
Hidup di Jakarta dengan segala rutinitasnya berisiko membuat hidup menjadi hambar dan monoton. Mengurai kemacetan hari demi hari, berjuang melawan stress dan polusi serta seabrek permasalahan ibukota lainnya adalah fenomena hidup di metropolitan Indonesia. Hidup di Ibukota ibarat makan buah simalakama. Di satu sisi memiliki peluang besar untuk karier dan di satu sisi lainnya rentan membuat sel-sel tubuh kita menjadi tua dan rapuh.
Waktu memang berharga, banyak orang yang menjadi master dalam manajemen waktu dan banyak orang yang menghindar terhadap waktu. Ia membiarkannya berlalu, pikirnya toh waktu tidak harus beli. Semua orang memiliki modal yang sama, semuanya sama 24 jam tanpa ada yang dikurangi sedikitpun. Modal yang sama tapi kenapa hasilnya berbeda dalam menyikapi waktu? You know lah….
Menjadi orang yang bisa menaklukkan waktu memang tidak gampang. Banyak faktor yang menyeret kita untuk menjauh dari kisaran waktu, sehingga kita enjoy menjadi orang yang bergelar sang obral waktu..he..he…agak maksa istilahnya. Sedangkan Tuhan sudah menjelaskan dalam kitabnya bahwa demi masa sesungguhnya manusia dalam kerugian. Ya, itulah fenomenanya. Lihatlah sekeliling kita, dikala sebagian orang bekerja keras banting tulang dan sebagian lagi berleyeh-leyeh mengangkat kaki mengobrol ngalor ngidul nggak karuan. Membunuh waktu istilahnya…pheww….
Seandainya waktu bisa di save dan dikomersilkan, tentu waktu luang kita bisa ditabung dan kemudian pas ada moment kita mengalami deficit waktu, maka waktu bisa kita unduh. Ngarep banget kan? Anyway, waktu akan terus berjalan, cuma bijaksana dalam memanfaatkan waktu . Hal itulah yang akan menolong kita hidup lebih baik dan terarah. Usia memang tidak panjang, mari kita berdoa semoga waktu tidak membawa kita hanya menjadi lebih tua dan hanya mengantarkan pada pengalaman yang berulang.