Senin, 27 Juni 2011

Sebuah Loyalitas


Menjadi orang gajian, adalah sebuah cara yang paling mudah untuk mapan. Bagaimana tidak mapan, setiap bulan tinggal nunggu akhir bulan dan rekening kemudian terisi sejumlah nominal yang sudah menjadi kesepakatan di awal.
Menjadi pegawai, memang sebuah cita-cita umum rakyat Indonesia raya. Cobalah review ketika usia sekolah dulu, ketika ditanya apa cita-cita anda. Jawaban generik alias umum banget alias pasaran antara lain : Pak Dokter, Pak Tentara, Bu Guru, Pak Pilot, Tukang Insinyur dll. Dan sebagian besar jawabannya memang mencerminkan sebuah jiwa ngawulo alias mengabdi alias pegawai. Jarang banget ada orang tua yang membisikkan anak-anaknya untuk menjadi enterpreuner sukses, wiraswata mandiri dan sejenisnya. Kenapa menjadi entrepeuner kurang diminati, karena kerja wiraswasta memiliki risiko tinggi jatuh, tidak mapan, dan masyarakat jadul masih berasumsi bahwa kerja itu harus ke kantor, jadi PNS, pergi pagi pulang siang, jam 10 jalan-jalan ke pasar no problem lah, kan PNS alias pegawai negeri santai.
Menjadi pegawai memang butuh sebuah loyalitas. Loyalitas seperi apa yang harus dipersembahkan untuk perusahaan. 4,5 tahun aku jadi pegawai, tidak ada salahnya apabila sedikit bertestimoni. Orang bilang aku terlalu loyal terhadap perusahaan. Menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyelesaikan kerjaan di luar jam kerja, tanpa overtime dan tanpa santunan apapun. Perusahaanku dulu, berpesan melalui kaki tangannya, kalau kamu terlambat kerja tidak boleh 1 menitpun, akan tetapi apabila pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan anggaplah sebuah loyalitas! Glodak, darimana itu datangnya aturan keblinger itu?? Dari hongkong agak minggir got sedikit kali ya?
Ada yang lebih ekstrem lagi (kalau ngambil contoh agak lebai dikit) cerita temanku ketika mengantarkan pasien dengan ambulance ke luar kota,memakan waktu 6 jam pergi pulang, di luar jam dines. Ketika akhir bulan, setelah selidik punya selidik ternyata overtimenya Cuma masuk ½ nya. Konfirmasi ke HRD, katanya sih lemburnya Cuma dihitung 3 jam serta 3 jam lagi waktu pulang tidak dihitung, HRD malah menyarankan agar temenku tadi tidur di ambulance, sehingga tidak terasa tiba-tiba sudah nongol di Rumah Sakit lagi, so RS nggak perlu membayar, Yailahh!! Kebangeten cethilnya! (Cethil=Bakhil=Kikir=Pelit=Mbati=Stingy), nenek-nenek keselek metromini saja tahu, kalau tidur diambulance itu bukannya lelap malah bisa-bisa konsul ke dokter saraf karena pusingnya nggak ilang-ilang. Fenomena aneh, lucu, wagu dan nggilatun.
Dari contoh di atas, bukannya si pegawai jadi loyal malahan muncul komunitas sakit hati, mungkin sampai mati sakit hatinya, sakittttttt! Toh lembur 6 jam paling juga 60 ribuan plus uang makan, total-totalnya seratus ribu nggak lebih. Si HRD berusaha menunjukkan loyalitas kepada atasannya supaya si kapitalis tambah kaya, dia berhasil menghemat 30 ribuan. Hebat! Maksudnya hebat cari mukanya..wkwwkwkwkw…..
Loyalitas kebablasan juga pernah aku lakukan pula, maklum masih blo on..blo onnya, awal kerja jadi nggak terlalu mikir uang. Aktualisasi diri yang prioritas. Waktu turun dinas malam, Si Bos masih sempet-sempetnya menelepon (tega!) agar aku datang ke ke tempat kerja dan mengerjakan tugas si bos. Lagi-lagi aku ikhlas melakukan, dengan harapan penilaian berjalan dan pas reimunerasi dapat gedhe, gedhe lapang dadanya..he..he…he.., kalau kerja di manajemen tiiiitttt asli , ya siap-siaplah untuk menang, menangis maksudku…
Loyalitas kebangeten juga dicontohkan sama sohibku yang rela bela-belain datang jam 2 pagi untuk persiapan operasi cito (ngawulo) dan kelar jam 5. Pulang ke kost dan jam 7 berangkat kerja lagi, dan hebatnya tidak dibayar!!! Heubatttttt 4 tumbs up, plus jempol kaki! Dan itu sering terjadi lagi! Es Mo Si aku! Maklum sohibku lagi ghiroh..ghirohnya menjalani profesinya waktu itu, mau buat perubahan lebih baik, katanya sih kalau bukan kita siapa lagi? Ya orang lain Dul, orang lain aja nggak peduli kalau kita kelaparan, emang kerja soksial ? Jadi lilin melebur siang-siang, ntar dulu deh. Mending jadi petromak aja, bisa meledak sewaktu-waktu.
Loyalitas selanjutnya diperankan oleh sohibku yang lain, sebut saja si fulan. Si Fulan ini sungguh benar-benar loyal nggak ketulungan sama perusahaan. Ditambah dengan sifatnya yang gemar tampil alias banci tampil jadilah sebuah sinergi loyalitas yang maha dahsyat! Alih..alih mikir trip sama keluarga, having fun, si fulan pilih masuk kerja hanya untuk nggantiin tugas orang di waktu liburnya. Rapat ini, rapat itu, training ini, training itu dan hebatnya lagi, udah diminta jadi trainer sukarela pada pagi hari, malamnya disuruh dines lagi, wuihhhh apa nggak tellllerrrr itu! Belum lagi mau naik malam ke dua, si fulan paginya kerja bakti lagi dan malamnya harus kerja lagi, ckckck…..robot atau orang. Dan hebatnya si Fulan, dia kuat nggak tidur hampir dua malam, cuma tidur satu atau dua jam. Waktu lepas dinas pun kadang masih sempat-sempatnya pulang sore, ada training lagi buat anak baru lah, sosialisasi alat, sosialisai SOP, rapat departemen, pokoknya loyalilitas sampai mampus! Hebat, si Fulan sudah mengikrarkan diri setia sampai mati sama perusahaan. Saluttttt….
Aku pegawai PMA dengan jabatan kroco. Datang paling pagi dan pulang hampir paling akhir, semua heran melihat kerajinanku yang kebablasan. Loyalitas yang sempurna (ungkapanku sendiri). Bukan cari muka atau mau menaikkan mutu ceritanya. Temanku berpesan sebelum dia keluar dari perusahaan : “Jangan terlalu loyal sama perusahaan, karena perusahaan tidak akan pernah loyal pada kamu.” Pikir-pikir sangat masuk akal, dimana banyak orang yang hilang setelah habis manisnya, sang ampas tinggal dibuang ke bantar gebang. Ibarat tebu, habis manisnya kalau ampasnya ditelah pasti bikin sakit tenggorokan. Perusahaan berdalih bahwa banyak yang antri di luaran sana, iya sich, antri Busway di dukuh atas hingga 1 km kayak ular naga panjangnya.
Pledoi nih, aku datang pagi pulang malem karena 1 alasan yang aku sangat benci dan malas bertemu dengan makhluk ini, apa itu coba? Yups…itulah kemacetan di Jakarta. Bikin sengsara lahir batin, rugi tangible maupun intangible. Siapa yang mau pulang jam 5 tet but nyampai kost malam juga, mending nyantai di kantor biar dikira loyal, cari muka soalnya mukanya dah luntur dan jatuh kemana nggak tahu he..he..he..peace!
Menurutku, loyal sah-sah saja, perusahaan yang memberi makan masak sih kita mau durhaka banget-banget, kalau durhaka bolehlah asal sudah kepepet, wkwkwkw…Yang penting take and give lah, seimbang, kerja ya kerja, kalau liburan ya liburan, mau renang sampai kelelep boleh saja tanpa mikir kerjaan, mau karaoke sampai bodo juga sah-sah saja asalkan kerjaan udah kelar. Solutif kan! Udah resiko jadi pegawai Pak ,Bu, pake, mboke, Pak De, Bu De, tante, om, nyak, babe, oma opa, tulang dsb……..kalau mau benar-benar praktek loyal, bikinlah usaha sendiri. Beres…tul nggak..

Menunda

Ah, masih ada hari esok…
Nyantai dulu ah, capek habis pulang kerja
Ntar aja teleponnya, toh nggak penting-penting banget
Ntar malem aja bikin slidenya, saatnya bersepeda
Setrika, minggu malem saja sambil nonton Mario teguh, sekarang mendingan bobok siang…
===============================================================================

He..he..he..kalimat-kalimat di atas adalah segudang alasan untuk dapat mewujudkan sebuah PENUNDAAN. Kalau dikatakan malas, bisa ya, bisa juga tidak. Tergantung konteksnya (excuse)! Apalagi kalau tergantung mood. Menswitch mood, nggak gampang banget alias susah.
So, apakah keuntungan dari menunda itu ? Logika saya mengatakan dengan menunda bukan akan memperingan kerjaan kita akan tetapi malah menumpuk di belakang hari.
Alasan apa yang membuat seseorang menunda ? Logikanya dengan menunda saat ini pekerjaan tersebut tidak akan hilang kecuali kita limpahkan ke orang lain. Kalau kita single fighter, itu mah sami mawon. Sekarang atau lima puluh tahun lagi tetep harus dikerjakan. Balik ke alasan penundaan, menurut aku pribadi alasan generik yang sering dipakai adalah capek dan malas. Sudah menjadi kehendak alam kalau capek dan malas menjadi pemaaf yang paling ampuh bagi si penunda, termasuk yang sedang nulis.
Bagaimanapun, memang kita harus melawan namanya keengganan. Penyakit kronik yang sudah mendarah daging dan memasuki setiap sel tubuh. Perlu diremove dan dieksresikan dari tubuh supaya tidak menjadi sifat turunan, ih amit-amit. Seandainya ada obat yang mampu mengusir yang namanya keengganan yang berakibat pada penundaan, sungguh sebuah anugerah.
Menurut Mario teguh, bahwa malas selalu diikuti dengan yang namanya Mengantuk! Biasanya orang memilih untuk tiarap sambil memejamkan mata alias bobok daripada mengerjakan kerjaannya yang belum kelar. Duh, ngomong memang gampang sih, saat ini saja aku lagi menunda untuk seterika baju! Omdo, alias omong doang he..he..he, minimal aku mengingatkan diri sendiri dan syukur-syukur bisa membawa inspirasi yang tiada berkesudahan (ngimpi dot com).
Anyway, yang biasa ngebluk tiada usai, numpuk cucian hingga asem, pakai gelas dispossible, bagi yang sering disindir bos akibat kerjaan nggak kelar, nggak zakat karena berharap esok ada rejeki untuk berzakat dan sekarang tunda dulu kebajikannya, lho! Yo wis, semoga bisa melenyapkan virus malas yang menyebabkan penundaan. Kalau niat nunda, moga alasannya syar’i, bukan karena yang lain.
Tips : Kalau lagi pingin nunda sesuatu, ingatlah sekarang atau besok sama saja, sama-sama kerja juga, kenapa nggak sekarang saja, besok tinggal renang, bersepeda, nonton, jalan de..el..el..

Kamis, 23 Juni 2011

Kerusakan Jiwa


Hidup memang selalu tidak bisa diprediksi. Bahwa perjalanan waktu telah menghantarkan setiap jiwa menjadi lebih tua dan sebagian mampu menghantarkan jiwa menjadi lebih bijaksana. Ada yang hanya memperoleh pengalaman yang berulang, dan ada yang mampu mendapatkan pembelajaran, atau bahkan hanya mendapatkan kerusakan jiwa.

Kerusakan jiwa, sebuah frasa yang sungguh tidak enak dan tidak nyaman untuk disebut. Bahwasanya pada dasarnya setiap jiwa adalah jiwa yang baik yang cenderung akan berperilaku baik, yang memiliki hasrat untuk berlaku jujur dengan taraf yang berbeda.

Yang aku tanya pada diri saya saat ini adalah, apakah sudah ada tanda kerusakan jiwa pada diri ini. Sekarang mari kita perhatikan tanda-tanda berikut ini :
1. Apakah kau merasa kehilangan harapan baik ?
2. Apakah imanmu dalam titik terendah
3. Apakah kau selalu mengupgrade ilmu dan wawasanmu ?
4. Apakah kau merasa hidupmu sungguh miskin ?
5. Apakah kau merasa ada yang salah dengan prasangkamu?
6. Apakah kau merasa yang terhebat ?

Dari pertanyaan di atas, apakah ada yang pantas untuk saya jawab dengan YA? Semakin banyak jawaban tersebut, logika saya mengatakan bahwa saya sudah mengalami kerusakan jiwa, menuju lemah jiwa dan menjadi pecundang bagi diri dan lingkungan.

Bagaimanakah ciri jiwa yang baik ? Berbahagialah apabila kita cenderung menyukai keindahan, menyukai akan kebenaran dan tentu saja menyukai kebenaran. Semoga kerusakan jiwa kita dapat segera kita perbaiki, pelan, pasti dan semoga menjadi sebuah kekuatan kita untuk melangkah dengan optimis.

Rabu, 22 Juni 2011

Kring..kring..go wes..go wes..



Bersepeda merupakan sebuah aktivitas ringan, murah dan menyenangkan. Aku menjadi penggemar olahraga bersepeda karena terinspirasi dari berbagai aktivitas teman sejawat yang sangat menikmati olahraga tersebut.

Bersepeda bagi saya adalah sebuah rekreasi yang menyenangkan. Kegemaran itu telah tumbuh semenjak aku beranjak tua, you know lah semakin tua otomatis semakin rentan terhadap namanya penyakit. Dengan tipe badan yang gampang banget sekali melar laksana balon, minum air putih saja jadi lemak, so mau tidak mau aku harus extra effort untuk bisa tampil lebih oke, daripada harus mengulang episode lama dengan tubuh berbalut buntelan lemak hingga 100 kg lebih, amit-amit.

Menengok sedikit ke masa lampau, dimana dibandingkan dengan teman sebayaku yang lain, aku baru bisa menggenjot sepeda setipe federal pada usia 10 tahun. memang dasarnya penakut dan takut tergores (masalahnya belum ada anti gores pada waktu itu). Jadilah aku makhluk aneh, si gendut yang penakut, sedangkan adikku saja udah mahir naik sepeda duluan dari pada aku. Slow learner banget.

Menghabiskan masa kecil di kaki gunung menjadikan tidak begitu leluasa dalam menggunakan sepeda, dengan permukaan tanah yang miring menjadikan karet rem mudah habis. Betapa beruntungnya orang-orang yang tinggal di kota-kota dengan jalan datar, misalnya di Sragen, Solo, Jakarta, Surabaya dan sekitarnya. Bisa bersepeda dengan nyaman tanpa takut akan rem blong dan nyungsep karena jalan turunan tajam. Di Jakarta bersepeda hanya terasa nyaman apabila dilakukan weekend, dimana mobil-mobil pada ngandang atawa dibawa ke luar kota sehingga jalanan jadi sepi, but itu cuma pagi doang agak siangan sedikit sudah semrawut lagi. Fiuh.

Prinsip olahraga rekreasi tetap menjadi kesukaanku hingga detik ini. Mau diajak kemanapun oke-oke saja asalkan kalau bisa ada unsur olahraganya. Kalau diajak ke pantai ya harus ada renangnya, atau snorklingnya. kalau diajak jalan-jalan ya kudu mesti ada capeknya, kalau mau diajak ke kebun binatang ya mesti bawa sepeda or lari sekalian, ke taman mini ayo saja asal pakai sepeda. Kalau tidak berkeringat tidak afdol rasanya.

Impian akan adanya jalur sepeda sungguh sebuah harapan akan hadirnya kota tanpa semarawut kendaraan bermotor, tanpa hingar bingar klakson, tanpa melihat fenomena serobot dan slonong boy para pengendara kendaraan bermotor. Seandainya ada sebuah kota dimana semua mobil harus diparkir di sebuah lapangan parkir khusus dan semua orang memasuki kota harus menggunaakan becak, sepeda, or bahkan jalan kaki. Betapa menyenangkan, bebas polusi, bebas kemacetan dan semuanya sungguh Cuma khayalan…^=^, ayo bersepeda!






Kamis, 16 Juni 2011

SGPC



Bicara mengenai makanan, apalagi makanan tradisonal adalah sebuah hal yang menarik untuk saya. Salah satunya adalah PECEL alis SGPC (Sego Pecel). Makanan tradisional yang rasanya selangit kalau bumbu pecelnya pas di lidah (berdasarkan standar masing-masing). Teman-teman kantor banyak yang tahu bahwa saya maniak yang namanya PECEL. Bahkan ada yang menyebut saya orang udik dengan selera rendahan sekelas PECEL.
Hampir setiap pagi, saya berhenti di depan warung pecel langganan saya di Jakarta Selatan untuk sekedar membungkus PECEL. Jakarta yang terkenal dengan nasi uduknya tidak membuat saya lantas berpaling dari namanya PECEL. Ketika sedang makan di Pantry Kantor teman-teman sudah pada maklum kalau saya sedang menikmati PECEL, dan hampir setiap hari saya makan PECEL. Sampai di luar kota pun, yang saya cari biasanya adalah makanan khas daerah tersebut dan lagi-lagi PECEL he..he.he..dasar PECELHOLIC.
Alasan-alasan yang membuat saya setia sama PECEL dimanapun saya berada adalah…
1. Murah meriah
2. Sehat karena kaya serat
3. Bumbunya yang pedas manis
4. Sudah tradisi (Sejak kecil maniak Pecel Bakwan)
5. Merakyat
Apapun ucapan orang mengenai selera saya yang dianggap kampungan, akan tetapi hal itu kembali pada ungkapan Selera tidak dapat diperdebatkan. Buatku Pecel memang lebih nikmat dari namanya sea food, pizza, KFC, Japanes Food, apalagi Mie Instan (Keseret abis).
Dengan selera yang tidak neko-neko, maka akan memudahkan calon istriku kelak. Tidak perlu repot-repot dalam urusan makan, asal ada sayur, tempe, tahu dan telor dadar sudah menjadi menu yang paling nikmat, satu lagi SGPC akan lebih nikmat apabila ditambah sambel tumpang, wuihhh….rasanya spektakular…