Selasa, 06 September 2011

Inspiring People



Kita saat ini adalah hasil imitasi atau meniru pelbagai macam tingkah polah orang-orang di sekitar kita. Begitu banyak orang yang membantu mewarnai diri kita hingga kita menjadi beraneka warna serta beraneka polah tingkah, selera, kemauan dan itikad masing-masing. Setiap orang tidak bisa membentuk jati dirinya hingga ia berinteraksi dengan orang-orang yang memberinya inspirasi untuk bertingkah laku sesuai dengan minat bakat.

Ibuku, guru pertamaku. Memang benar adanya. Ibuku, perpustakaan pertamaku, juga tidakklah keliru. Bapakku sangat menginspirasiku, memang benar demikian. Mereka yang menginspirasiku untuk tumbuh dan terus punya semangat hidup hingga saat ini.

Siapakah Tokoh Idolamu ? Jawaban mayoritas : Ibu, Bapak, Rasullullah, Sukarno, Habibie, Enstien, Mother Theresa, Kartini dll. Memang orang-orang tersebut pantas dijadikan idola. Idola tentu akan menginspirasi kita berbuat hampir sama or identik dengan cara mereka berperilaku, bernasihat, bertutur kata, berfikir, berprinsip dll. Wajar saja, karena mereka adalah orang yang signifikan versi orang kebanyakan.

Akan tetapi, tidak semua harus menjadi pahlawan untuk menginspirasi orang lain. Perjalanan hidupku membawa aku kepada orang-orang yang telah mengispirasiku tentang nasihat-nasihat yang tidak perlu diucapkan akan tetapi tergambar jelas dari perbuatan yang ia lakukan. Bagiku, orang seperti itu adalah more..more..inspiring dibandingkan sejuta kata-kata orang bijak yang kadang hanya sekedar macan kertas.

Hidup dengan teratur, adalah hal yang aku sulit berdamai dengannya. Sampai suatu saat aku terdampar di Surabaya, dan tinggallah aku di sebuah kost-kostan kecil milik seorang Bapak Tua pensiunan swasta. Dari Kost-kostan tersebut aku belajar bahwa hidup teratur dan disiplin adalah salah satu tangga menuju hidup yang lebih baik. Bapak Kost tersebut menjadi teladan nyata agar aku bisa senantiasa bergerak, aktif, disiplin dan teratur, think to detail hingga kepada hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya.

Alkisah suatu hari, aku ketinggalan anak kunci gembok di kamar kostku, otomatis aku nggak bisa masuk kamar. Kebiasaan ceroboh masih menjadi pakaianku sehari-hari, bahkan sampai saat ini. Kemudian aku bertanya kepada Bapak Kost, apakah punya anak kunci cadangan, kemudian beliau mengajakku ke lemarinya di kamar kecil yang tertata rapi. Di lemariinya kulihat tumpukan baju yang tersusun rapi sesuai dengan jenisnya, tersetrika, dan bertumpuk anggun. Kemudian sang Bapak membuka kotak peti kecil berisi anak kunci yang lumayan banyak, dan semua anak kunci tersebut teridentifikasi rapi dan jelas, sehingga dengan mudah kunci duplikat dapat ditemukan. So, akhirnya aku bisa masuk ke kamarku dengan segera untuk istirahat pasca kerja malam.

Kontradiktif dengan kostku yang di Jabodetabek, dengan jumlah kamar hampir 30 an lebih, si empunya kost tidak pernah memberikan tanda pada anak kuncinya. Kebayang, ketika ada yang mau kost si empunya sibuk memilin-milin kunci, mencocok-cocokkan satu persatu. Wasting time, dan sampai berkali-kali masih seperti itu. Memang tidak belajar dari kesulitan sebelumnya. Akan tetapi aku wajib berterima kasih pula pada Si Empunya Kost di Jabodetabek, ia menginspirasiku untuk tidak melakukan hal serupa, karena tentu saja ribet!

Bapak Kostku di Surabaya memang telah mengajariku banyak hal, think to detail, sampai-sampai semua jenis obat di kotak obat ditulis nama dan manfaatnya, semua petunjuk pemakain alat yang istimewa tertera di sampaing alat tersebut, hingga alat pertukanganpun tertata rapi dengan identitas yang jelas. Yang aku salut adalah dengan rumah yang sempit (4 x 10 m), Rumah tersebut terasa luas dan lapang. Minimalis but maksimalis dalam penataan.

Memang untuk menginspirasi orang tidak perlu harus menjabat terlebih dahulu, tidak perlu menjadi supertrainer dahulu, tidak harus jadi politikus, ikut kontes putri Indonesia or Abang None Jakarta. Inspirasi yang semu memang kadang terasa dipaksakan. Inspirasi yang nyata bisa muncul dari pengamatan kita sehari-hari, mengambil dari hal-hal sederhana, meniru, berprose untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.


Senin, 05 September 2011

Super Nekat




Nekat, menurut Kamusbahasaindonesia.org adalah berkeras hati; dng keras atau kuat kemauan. The Power of Nekat bisa menimbulkan energi maha dahsyat hingga mampu meruntuhkan ketakutan, benteng keraguan dan bahkan istana keputusasaan. Ok, tidak semua orang berani Nekat. Orang yang modal nekat biasanya mempunyai motivasi super duper hebat untuk bisa mengusung Nekat dalam benaknya.

Modal nekat memang konotasinya negatif, akan tetapi tahukan Anda bahwa kekuatan nekat bisa membuat orang menjadi zero to hero, menjadikan pecundang menjadi sang juara, menjadikan penonton menjadi superstar dan mengubah tatanan biasa menjadi luar biasa, mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur (lho!)

Yup, saya memang bukan tipe orang nekat dan lebih sering menimbang-nimbang risiko (so, makanya saya nggak maju-maju he..he..). Nekat kali ini saya ingin soroti pada sekumpulan orang pemudik, tentu saja yang memakai sepeda motor. Kita semua tahu bahwa sepeda motor bukan dicreate untuk menempuh jarak ratusan atau ribuan kilometer. Dan saat ini, mudik dengan motor menjadi trend! Eiiittt…..wait..wait…trend apa kepepet ya?

Kalau disuruh pilih, mudik naik pesawat apa motor? Yup, orang normal akan menjawab naik pesawat. But you know lah, pesawat tidak murah, kalau murah pasti hampir semua mudikers pilih pesawat. Cepat dan nggak tua di Jalan. (Kecuali yang phobia ketinggian) Terus mengapa masih ada yang pakai Motor? Mari kita coba bahas bareng-bareng.

Berikut ini alasan-alasan seseorang memilih moda transportasi motor, rasionalisasi dan sanggahan (versi Aku sendiri).
1. Bergengsi
Rasionalnya : Kerja di kota akhirnya punya motor, gengsi dikit lah. Boleh dong pamer dikit-dikit sama mantan pacar di kampung, kenapa nggak milih gua dulu, sekarang gua dah punya motor.
Sanggahan : Nggak juga, sekarang modal KTP udah bisa dapat motor baru, kayak kacang goreng! Habis mudik ya balikin lagi ke dealernya nggak kena debt collector, aman!
2. Jantan
Rasionalisasi :Naik motor jarak jauh laksana valentino Rossi, gagah dan keren abis
Sanggahan : Emang mau ikut motor GP, boro-boro! Macet cing di jalan, ngebut benjut lah, diteriakin orang seindonesia raya.
3. Cepat
Rasionalisasi : Bisa mlipir sana, mlipir sini, langsung tancap gas..berrrrrrrrrmmm
Sanggahan : Iya kalau nggak macet, you know kan kalau macetnya kayak ular antri tabung gas elpiji 3 kiloaan, panjang dan lama…….
4. Murah
Rasionalisasi : Ngirit, hemat, bijaksana, modal 50-100 ribu bisa nyampai jawa timur (dari Jakarta) dan ngangkut 4 orang (Pake, mboke, si genduk, lan si gendon), ngirit pulang pergi maksimal 200 ribu buat bensin doang. Kalau naik Bis, bisa 1 jutaan bolak-balik buat bis doang. Naik kereta empet-empetan, naik pesawat nggak kuat bayarnya, naik mobil harus carter lebih mahal, mau ikut mudik gratis males soale ntar di kampong nggak bisa anjangsana kemana-mana, harus pakai ojek harus keluar biaya lagi, naik sepeda onthel nggak rasional babar blas, naik truk ntar dikira sapi ama kebo (buat yang hiperpigmentasi), naik mobil pick up pakai terpal takut item dan mateng kepanasan, numpang mobil teman udah nggak muat, naik becak dari Jakarta sudah nggak ada becak dijakarta lagian kasian yang genjot, naik bemo takut ngadat di jalan plus berisik, naik kereta eksekutif baru dibuka langsung ludes tiketnya lagian mahal ekonomi, naik kapal laut kok rumahnya digunung pucuk, naik gethek bisa 2 bulan nyampai rumah (lagian) jalan kaki ntar dikira stress yang paling rasional adalah ya naik motor! Full Stop!
Sanggahan : Babahno! Ntar kalau dilarang dikira melanggar HAM. Masalahnya, kebangeten nekatnya!! Mudik bawa motor, bonceng bayi yang lagi ASI Ekslusif juga dilakoni asalkan nyampai kampung. Risiko tidak sepadan dengan ongkos yang dibelanjakan. Sepanjang jalan Jakarta-Jawa Timur, saya sampai nggak tega lihat fenomena anak bayi, batita dibawa tour de java! Tega orang tuanya, dengan alasan kapan lagi kalau nggak moment lebaran. Mangan ra mangan asal kumpul, iyo sich but ya nggak segitunya sampai too risky banget. Udah banyak fenomena bayi akhirnya meninggal akibat tersedak ketika disusui ataupun kebekep akibat orang tuanya yang over wrapping. Persis kayak lemper yang dibungkus berlapis-lapis! Bukannya anget tuh bayi, malah sianosis (+).

Dari alasan-alasan di atas, kayaknya alasan yang terakhir yang memotivasi mudikers untuk jadi sang nekat buta ekstrim! Nyawa cing taruhannya. Niatnya baik silaturahmi but ya nggak harus nekat-nekat banget gitulah. Ingat, kalau dah jatuh ke aspal bukan hanya hemat 200 ribu bahkan bisa hemat selamanya lho, soalnya tinggal dikubur dan habis itu nggak perlu uang lagi, nggak ada yang jualan di alam kubur. Wallahualam.

The Power Of Silaturahmi




Bersyukurlah bagi Anda yang masih memiliki keluarga lengkap, dan lebih bersyukurlah Anda bagi yang memiliki kampung halaman. Tidak semua orang beruntung seperti Anda, dimana Anda masih memiliki keluarga lengkap dan kampung halaman yang senantiasa menyimpan beribu kenangan masa kecil yang penuh cerita dan senantiasa memanggil sang perantau untuk kembali kepada realita bahwa kampung tersebut menjadi saksi perjalanan hidup sang perantau, dari lahir hingga ia harus meninggalkan kampungnya.

Memiliki keluarga lengkap adalah sebuah anugerah, setiap cinta dan pengorbanan kita dapat kita tambatkan pada keluarga, kerabat yang ada yang masih setia menemani hidup kita entah sampai kapan. Keluarga memang terbukti sebagai perhiasan yang indah. Selain keluarga adalah sahabat. Bahkan sahabat akan bisa lebih bisa menjadi keluarga dari keluarga terdekat sekalipun. Sahabat bisa membawa kita kepada kebaikan ataupun sebaliknya, oleh karena itu disarankan agar kita senantiasa berhati-hati dalam memilih sahabat.

Silaturahmi bagi umat muslim sangat dianjurkan dan memutus tali silaturahmi sangat tidak dianjurkan. Dengan silaturahmi banyak sekali hal-hal positif yang bisa diambil, langsung maupun tidak langsung. Moment-moment silaturahmi dapat dicari dan diciptakan. Moment yang senantiasa hadir setiap tahunnya dan sangat worth it sekali adalah moment lebaran. Di waktu lebaran lebih mudah menyatukan keluarga untuk bersama-sama melakukan dan menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus karena kesibukan-kesibukan dan rutinitas-rutinitas yang menyita sebagian waktu kita dan menjauhkan kita pada keluarga, sahabat dan kerabat.

Selain lebaran, ada moment yang bisa dicreate untuk memperkuat tali silaturahmi. Moment tersebut adalah Reuni. Reuni bisa menjadi moment yang menarik bagi sebagian besar orang, karena di moment tersebut akan nampak hasil perjalanan dan proses hidup seseorang setelah lulus dari sebuah institusi pendidikan, lembaga, ataupun organisasi tertrentu. Tidak semua proses berujung manis, benar kiranya bahwa roda senantiasa berputar. Seseorang yang ketiban sampur mengikuti roda berputar ke bawah tentu harus menikmati kehidupannya yang menurut kacamata umum belum sampai tahap kesuksesan.

Selain itu Reuni juga bisa menjadi ajang pamer bagi sebagian orang. Belum bisa dinafikan bahwa tolak ukur kesuksesan seseorang masih pada harta benda dan hal-hal yang bersifat fisik dan materialistis. Ada kalanya ajang yang seharusnya menjadi penyambung kenangan yang berserak akhirnya menjadi ajang fashion show, motor GP, show room mobil dadakan, public display affection (memamerkan kemesraan di depan publik), atau bahkan counter HP berjalan. Disamping itu manfaat reuni sebenarnya sangat hebatnya, dimana peserta bisa menjalin networking sehingga bisnis dapat semakin berkembang, mencari mitra kerja, atau bahkan ketemu jodoh dalam rangka Cinta Lama Bersemi Kembali atau cinta yang muncul setelah beranjak tua. Setelah tahu si Polan ternyata tampil berwibawa setelah 10 tahun nggak ketemu, wiii..bawa mobil…wiii..bawa Ipod….wiii..bawa Laptop, wii..bawa kalung gelang cincin emas he..he..he…

Apapun motifnya , menurut analisis dan logika saya silaturahmi memiliki kekuatan yang besar untuk membuka pintu rejeki, membuka sejarah yang sempat tertahan, memperluas pergaulan dan mendewasakan diri bagi yang mau melihat, mengamati fenomena kehidupan yang terus berputar. Jangan ragu untuk silaturahmi, mumpung masih ada umur, mumpung masih ada waktu, mumpung kita belum pergi atau orang yang kita cintai pergi selama-lamanya, so mari silaturahmi...

Homeward




Hidup merantau bagi sebagian besar orang adalah pilihan hidup. Tinggal jauh dari kampung halaman untuk berkarya,mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Bukan berarti tak cinta kampung halaman hingga membuat seseorang lebih memilih hidup merantau, banyak latar belakang, alasan, logika, yang akan mengantarkan seseorang untuk hidup dan makaryo di perantauan, dalam maupun di luar negeri.
Tidak semua orang suka di zona nyaman kehidupannya. Sebagian orang lebih memilih keluar dari zona kenyamanan hidupnya dan memilih menantang risiko kehidupan yang unpredictable. Sukses adalah tujuannya, walaupun parameternya bagi setiap orang tentunya beragam. Ketika sukses sudah digenggaman, adalah sebuah kekuatan pendorong yang akan membuat seseorang lebih bertekad pulang untuk mengabarkan ataupun berbagi kebahagian dalam wadah silaturahmi dengan handai taulan, keluarga dan untuk mengumpulkan kembali memori yang sempat terserak.
Bagi aku, selagi masih ada ruh dalam raga mengapa tidak kita manfaatkan waktu untuk menikmati keindahan keluarga dalam ibadah silaturahmi. Kita memang tidak akan tahu apa yang akan terjadi kedepan, bahkan 1 atau 2 menit lagi. Manfaatkan momen untuk menambah cerita tentang kisah hidup yang fana di dunia. Memang sedikit melankolis, but itu memang nyata. Kita nggak akan pernah bisa memanggil kembali momen yang terlewat untuk berkumpul dengan keluarga, karena kita tidak bisa berkompromi dengan maut.
Pulang, berkumpul, berbahagia, bercerita, bahkan bersedih adalah warna dalam sebuah rangkaian perjalanan pulang. Sebagian orang bisa menjadikan pulang untuk ajang meningkatkan mutu dan gengsi dan sebagian orang rela untuk menunjukkan jati dirinya atau proses yang belum usai di perantauan. Apapun motif Anda, keinginan Anda, mari kita pulang bergembira berkumpul dengan orang-orang yang mencintai kita dan kita cintai.