Sabtu, 09 Juni 2012
English
Bahasa asing memang sangat mendukung performa seseorang untuk moving forward, apalagi saat ini orang dituntut untuk menguasai bahasa Internasional yaitu Bahasa Inggris. Di Jakarta sebagai Ibukota Negara mencari orang yang cas cis sus dalam ngomong inggris udah bejibun banget, dengan kemampuan bahasa inggris yang rata-rata bawah membuat gak pede ketika ngomong dengan Bule, takut bulenya kagak paham apa yang ingin aku sampaikan. Standar jaya banget sih.
Aku belajar bahasa Inggris sejak SMP, ikut kursus di kampung dengan low cost fee. Karena murah so fasilitasnya pun nggak banget, kadang gurunnya ngajar juga tidak mandi dulu. Serba terbatas lah, but lumayan daripada nggak sama sekali. Logikanya dari SMP sampai sekarang ya harusnya sudah merem nggak perlu mikir kalau ngomong inggris. Sayangnya, golden periode belajar bahasa lewat tanpa sadar. Sehingga agak susah mengejar ketinggalan untuk bisa jadi master in English.
Identifikasi kenapa agak susah belajar inggris mungkin adalah sebagai berikut :
1.Nggak suka dengerin lagu Inggris
Bener banget, aku penggemar banget lagu-lagu buatan dalam negeri. Dangdut, pop menye-menye, lagu anak-anak dan lagu-lagu daerah. Aku paling males dengerin lagu inggrais, pernah di took kaset ditanya sama penjualnya, “kok beli dangdut sih Mas?”, “urusan aku lah” (dalam hati saja aku menjawab). Lagian si Penjual pakai nanya-nanya, selera tidak bisa diperdebatkan!
2.Film English bikin males
Kalau nonton film ya sukanya yang berbau budaya or sejarah. Kalau film English suka banget sama yang kartun-kartun gitu, golongannya Kungfu Panda, Rio, Sherk, Nemo dll. Kurang suka nonton film English yang action, apalagi drama.
3.Baca buku Indonesia Minded
Kalau ada literature bahasa Inggris paling males melototinnya, cari yang bahasa Indonesia saja, biar cepet (males!)
4.Paling males utak atik computer
Kayaknya lengkap deh malesnya, pakai computer paling mentok di Excel, Word and power point. Sedangkan instruksi computer dalam inggris semua, tambah males otak-atik.
5.Telat Bangun
Nyadarnya kalau englishnya ancur pas sudah menjelang tuwir, tambah sudah Bro. Apalagi kalau les bareng anak-anak piyik (remaja, red) pasti kebanting. Secara, mereka ngomongnya udah kagak mikir, la gue, kalau konsentrasi ilang, bakalan buyar ke mana-mana. Tadi si Bule ngomong apa juga kagak mudeng, tiba-tiba disuruh jawab or ngelanjutin cerita, ampun deh.
6.Males bikin journal
Miss Anna (my ex teacher) ngajarin agar aku buat journal tiap hari, but gara-gara moody jadi gak konsisten. Yup, masalah lagi.
Oke, whatever. Mumpung ada waktu, lebih baik belajar lagi deh. Nggak pa pa telat, daripada ngeblank sama sekali. English everyday for better future.
Sabtu, 02 Juni 2012
Hikmah Baca Buku Travelling
Aku memang bukan terlahir sebagai orang kaya, lahir dari keluarga yang berkecukupan yang jarang sekali melakukan travelling ketika musim liburan tiba. Liburan hanya dihabiskan di Rumah saja tanpa ada kegiatan spesifik yang bisa membeli pengalaman baru. Dan waktu sekolah dulu, travelling paling banter adalah camping di gunung bersama teman-teman satu geng dengan biaya minimalis, berharap mendapat pengalaman baru yang seru di masa-masa remaja yang masih semangat.
Membaca memang menjadi salah satu kesenanganku, but yang perlu digarisbawahi adalah bahwa buku yang aku baca memang harus bulu tertentu, syaratnya adalah : Ringan dan tidak membebani otak. Sejak TK pun, Almarhum Bapak sudah menyediakan majalah anak-anak dari Ananda, Mentari Putera Harapan dan Majalah Bobo. Sampai SMP kelas 3 baru majalah Bobo distop sama Bapak, udah gedhe katanya. Udah gak pantes baca buku anak-anak. Ya udah, gimana lagi!
Pengalaman membaca buku travelling baru mulai ghiroh ghirohnya malah setelah kerja, apa gak telat ya? Biarin deh, excuse (daripada nggak sama sekali). Itupun gara-gara si BJ minjemin buku Travellernya Trinity. Ampun deh tuh Buku, inspiring banget. Inspirasinya nggak tanggung-tanggung untuk ngajak jalan-jalan selagi bisa, mengajak untuk menulis selagi mampu, mengajak memahami dan mencintai budaya Indonesia, mengajak untuk nekat dan cuek, de el el.
Banyak kisah traveler yang manis untuk dicermati dan banyak pula yang menulis travelling story persis kayak nulis diary. Dimana pembaca disuguhi rangkaian kegiatan tournya mulai dari bangun, kemudian jalan ke sini jalan ke sono, beli ini, foto di situ, ya begitulah. A little bit boring. Hanya sedikit penulis yang mampu memberikan sudut pandang dan aksesories yang menarik dalam setiap tulisannya. Sehingga hanya sedikit tulisan yang memiliki kesan natural, dan mengilhami.
Banyak orang yang sudah travelling sana sini, stay sana stay sini, publish sana dan publish sini. Hikmah dari banyak baca buku Traveling yang banyak dipublish adalah :
1.Merasa semakin nyadar, kalau pengalaman hidup saya memang belum ada apa-apanya dibandingkan traveler-traveller yang meminjam istilahnya sastrawan adalah mereka berhasil meninjau dunia sana (bukan dunia gaib lho ya)
2.Makin sadar kalau usia sudah beranjak senja, jatah umur berkurang dan tidak memiliki banyak waktu lebih lama untuk menjadi seorang traveler (bukan tourist)
3.Makin pemalu, dulu misalnya pergi ke Bali saja udah rasanya pingin publish agar semua dunia semesta tahu kalau aku sudah menginjakkan kaki di Bali, pinginnya setiap detik moment terabadikan dengan foto foto narsis ala generasi eksis yang bibirnya agak monyong dikit kepala agak miring dan mata agak berkedip-kedip bangga (Persis dakocan, Cuma gak item saja)
4.Makin males foto narsis, lebih banyak foto benda-benda unik. Kalau foto naris mintanya jadi gambar siluet dan tidak kelihatan muka, blu-blur gitu deh.
5.Lebih suka travelling hemat, dan cerdas. Travelling plus olahraga, travelling plus belajar sejarah, travelling plus kerja, eitt kebalik dng biasanya kerja sambil travelling (mumpung kerjanya sering ke luar kota dan pulau)
6.Lebih menghargai sekecil apapun pengalaman orang. Pengalaman sekecil apapun bisa membawa perubahan bagi orang tertentu.
7.Lebih bisa berempati. Kalau ada temen yang travelling ke someplace, udah ogah menagih oleh-oleh. Karena banyak traveler yang hanya pingin membeli experiences, nggak mau beli barang benyak-banyak.
8.Lebih malas belanja ketika lagi travelling. Kalau terpaksa belanja bukan untuk dipakai sendiri, kebanyakan memang orderan teman, kolega, nyokap yang minta oleh oleh ataupun sekedar buah tangan untuk berbagi ke orang.
9.Lebih suka jalan kaki dan naik angkot sendirian daripada bergerombol bareng banyak orang yang seleranya sejuta umat
10.Lebih males untuk cepat-cepat kawin (hadeuh, ini yang susah dan gak susah dapat toleransi dari orang-orang dan norma-norma setempat yang berlaku)
11.Lebih bangga menjadi Indonesian. Soalnya memang belum pernah jadi warga Negara lain.
12.Lebih dewasa karena memang sudah beranjak tua (ha..ha..ha..)
Sedikit banyak, membaca memang mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku. So, membaca dan menulis memang harmonisasi yang baik ditambah dengan mendengar dan jalan-jalan pastinya. Nikmati hidup dan berharap peluang akan datang seiring bertambah pengalaman hidup, hopefully. Mari kita cari pengalaman sebanyak-banyaknya, selagi ada waktu….
Langganan:
Postingan (Atom)