Seandainya aku bisa memilih, tentu aku ingin memilih seperti yang kuingin. Seandainya Tuhan pasti mengabulkan pintaku pasti aku ingin meminta sesuatu yang membuat hidupku lebih baik dan lebih baik lagi. Seandainya Tuhan mendengarku hanya aku pinta sesuatu yang belum aku punya saat ini. Semuanya hanya seandainya.
Aku Menulis seperti kata hatiku ini, bukan berarti aku tidak pernah bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan. Aku hanya berkata seandainya. Hidup di dunia memang seperti lakon yang didramakan saja. Skenarionya sudah ada, mencoba bargaining dengan keadaan memang sah-sah saja. Kadang terbersit, bahwa hasil bargainingpun adalah sudah menjadi bagian dari skenariao itu sendiri. Skenario yang terdiri dari episode-episode hidup yang harus dijalani dengan atau setengah hari.
Episode-episode yang telah kujalani memang episode yang bukanlah sebuah extraordinary strory. Tetapi itu telah ada dan menjadi catatan dalam sejarah hidup. Menjadi lakon utama dalam babak demi babak yang aku jalani dan saat ini belumlah sampai klimaks dan konflik yang aku takutkan. Semua akan berujung pada klimaks tentunya sebelum datang antiklimaks dan berakhirnya cerita yang telah diskenariokan.
Seandanyai Tuhan mendengarku, tentu akan kupinta untuk mengubah sebagian episode yang akan dan telah aku jalani. Karena episode-episode itu sambung menyambung menjadi satu. Tidak ada episode yang benar-benar tuntas, semua member andil bagi episode sesudahnya. Memang sudah menjadi suratan takdir. Seandainya pula aku bisa memilih, ada yang ingin sekali episode yang ingin aku lalui. Mengganti alur cerita menjadi lebih bermakna dan memiliki nilai estetika yang menginspirasi banyak orang. Semuanya Cuma seandainya dan kembali lagi, seandainya Tuhan mendengarku dan mengabulkan apa yang kumau tentu aku sangat bahagia…