Aneka Makanan Tradisional II
Membahas mengenai makanan, maka tidak akan ada habisnya. Keanekaragaman makanan tradisional sekelas jajanan pasar dan makanan-makanan kelas menengah ke bawah membawa kekayaan kuliner Indonesia. Bisa saja hidup di Rusia, dengan makanan nuansa Rusia yang dominan kentang, roti dll. Di Rusia akan susah mencari namanya gemblong soalnya gemblong asli dari Indonesia. Hidup makmur di Amerika, suatu saat pasti akan kangen yang namanya getuk. Indonesia memang kaya lho….di samping kaya akan Hutan, gunung, sawah, lautan, kuliner, juga kaya akan koruptor, indisipliner, konflik dll..dll…komplit ada di Indonesia.
Menyambung sesion I, aku masih punya bejibun list makanan tradisional yang aku pernah makan dan familiar sekali di lidahku. Ini dia….lanjutannya…
Lapis, Kue ini tergolong murah dan enak. Di kampungku dulu kue ini berwarna merah pink pada lapis pertama dan putih pada lapis kedua. Dijual sama klepon dan ketan. satu biji 50 perak. Agak sticky dikit…
Botok, jadi teringat lagu dolanan pada waktu kecil dulu yang liriknya, “Ayo mulih madang, lawuhe BOTOK urang. Ayo maju perang, ditembak xxxxx abang.” Maaf ada sensor dikit he..he.., ini makanan sangat enak dan murah. Terbuat dari kelapa dicampur bumbu-bumbu seperti lombok , pete, bawang, brambang, tempe, tomat dll…ada macam-macam botok yang aku tahu, antara lain botok udang, botok teri, botok lamtoro, botok tempe, botok jamur, botok laron (weeekkkk, gilo aku). Dari semua Botok, Botok udang dan Botok teri yang paling aku suka. Dulu ada simbok-simbik yang menjajakan Botok ini berkeliling desa pada sore hari, sebungkus 50 perak. Paling enak dimakan sama urap, telor rebus/telor dadar, daging ayam, kerupuk dan nasi yang masih anget. Nyamplengg….
Pelas, (e nya tarling ya, kayak orang Batak kalau bilang e), Makanan ini hampir sama kemasannya dengan botok. Sama-sama dibungkus daun pisang. Anak kecil biasanya lebih suka pelas karena tidak pedas. But, aku dari dulu kurang suka dengan pelas. Komposisinya ada kacang tolonya dan bumbu rempah-rempah. Rasanya kurang menantang dan agak gimana ya???
Gembrot, Ini kuliner namanya rasis banget ya, fisikly sekali. Kalau ingat makanan ini jadi inget julukanku ketika kecil dulu. Maklum aku pas kecil imut-imut dan sedikit tambun (dikit atau banyak ?). Makanan ini terbuat dari daun sembukan dicampur dengan bumbu-bumbu (awas flatus!). Rasanya lumayan enak, better than pelas menurutku.
Arum Manis, warnanya pink, menggelembung bentuknya kayak rambutnya keluarga Simpson film kartun zaman dulu. Ortu dulu sering melarang untuk makan makanan ini karena bisa bikin batuk. Aku juga sering menyebutnya gula-gula, kayak lagunya elvy sukaesih dulu, dan hal ini juga diamini oleh adikku. kalau makan kayak makan kapas saja, lenyap ketika diemut. Masih banyak di jual di tempat keramaian yang bayak anak-anaknya misalnya di Pasar Malem dan tempat-tempat wisata murah. Soalnya yang beli ini ya musti anak-anak, kalau yang beli orang tua aneh saja lihatnya…masak orang tua ngemuti arum manis.
Sate Kojek, muncul setelah generasi penyuka salome mulai berkurang. Bentuknya bulet-bulet kayak sate telur puyuh tapi agak kecil, pakai bunbu kacang. lebih manusiawi daripada salome yang liat karena kebanyakan tepung pati kanji dan lebih bersih tentunya. Karena di sate kojek nggak ada istilah celup dua kali seperti di Saosnya salome/cilok.
Tepo, (E nya tarling lagi ya). Nama ini hanya familiar di Ngawi saja. Di Sragen udah beda namanya, di Surabaya nggak ada apalagi di Semarang. Lontong diberi kecambah, tahu yang digoreng, sambel ulekan kacang dan kadang diberi telur, telornya digoreng sama tahunya kemudian kecap manis tidak ketinggalan. Enak, murah dan lumayan bergizi. Makannya enak pada malem hari, apalagi kalau telor dan tahunya digoreng anget. Slruppp…..
Lemper, umum banget dimana-mana ada, but paling enak adalah lemper ayam/lemper basah. Ibu suka sekali membuat lemper basah ini. Pas waktu anak-anak dulu, aku paling ogah makan lemper kalau isisnya serundeng. Pikirku nggak modal banget nih orang, bikin lemper pakai serundeng. pakai abon kek, pakai ayam or daging gitu. Ternyata, setelah aku beranjak dewasa (l, pakai serundeng ternyata lebih gurih. Nyesel aku nyadarnya belakangan. Lemper dah kayak makanan wajib pas acara kondangan, selain nogosari tentunya.
Ongol-Ongol, kayak agar-agar diberi kinco campur kelapa. Makanan ini enak tetapi kurang familiar saja di kampungku. Jarang makan pula.
Es Wawan, ini bukan makanan tradisional akan tetapi es merk jadul. Dulu sangat familiar pas aku kelas 6 SD-1 SMP. Namanya kayak nama kakakku. Asli bikinan Jombang kayaknya. Rasanya sih tidak terlalu istimewa. Makanya nggak bertahan lama.
Roti Sisir, dulu harganya kalau aku nggak salah adalah 350 perak sebungkus. Roti ini enak lho. Sampai sekarang saja aku masih doyan. Biasanya kalao bercanda sama teman-teman pas kecil dahulu roti ini cara makannya seperti nginang (makan sirih). Sisir = Susur, cukup dekat kann?Maksa dikit!
Dudo Keplengkang, ini nama jawanya dari telo goreng. Biasanya ketika digoreng ketela dibelah tengahnya sedikit, kayak keplengkang gitu (bahasa Indonesianya aku nggak paham, bahasa Inggrisnya split). Sudah ada makanan rondo royal ditambah ada dudo keplengkang…wis..wis aneh…aneh…
Brambang Asem, Nih makanan aku temukan di Sragen. Hampir kayak pecel akan tetapi sayurannya daun ubi jalar. Sambalnya pedas manis. Pas SMA setelah pulang sekolah biasanya mampir untuk beli Brambang Asem dan tempe kedelai sama es Dawet. Wuiihhh enake, sayang di Jakarta nggak ada yang jual. Harganya cukup murah, 200 perak, gorengan 100 perak. Pokoknya dulu dikasih uang jajan 10 ribu pas Di SMA (diluar uang kost), masih sisa banyak. Sragen, memang surga makanan murah.
Iwak Minil, begitulah kalau menyebut daging rendang yang dijual oleh Mbah Minil. Minil sebenarnya bukan nama asli Si Embah tersebut, nama aslinya adalah si Mbah Mangun. Nggak tahu darimana sebutan tersebut. Iwak Minil terasa sangat enak sekali, maklum jaman dulu makan daging sapi adalah kebanggaan dan kesenangan tersendiri. Ketika kecil, makan telur ceplok aja dibagi dua. Telur dadar dibagi empat, sampai kayak kertas tuh telor. Tipis. Jadi ingat zaman susah. Beli nasi pecel 250 perak sama lauk tahu. Beli lima ratus perak pakai daging sapi. Kebayang lezatnya ketika makan nasi pecel sama daging sapi. Pernah ada cerita dari Simbah Putriku yang pada waktu itu sedang mampir di warungnya Mbah Minil. Ada seorang simbah-simbah dari desa mampir ke warung, setelah masuk ke warung si embah tersebut mengatakan, kulo badhe tumbas iwak minil,“( saya mau beli daging minil) hal tersebut dikatakan dengan muka polos dan tanpa bersalah. Kontan saja si Embah Minil agak naik ½ oktaf nadanya, agak-agak ketus. „ Mbah, di sini nggak jual iwak minil…Minil itu nama julukan saya, belum disembelih orangnya masih hidup!!“ Melihat insiden tersebut, Mbah Putriku kontan tertawa terbahak-bahak melihat insiden keluguan si embah dari desa tersebut. Usut punya usut, Si Mbah Minil kurang suka kalau dipanggil dengan nama tersebut. Simbah dari desa tersebut tetap pasang ekspresi lempeng dot com. Nasib,,,,,
Bregedel alias Perkedel, Makanan sepanjang masa. Aku penggemar makanan ini hingga lulus SMP, setelah itu, masih suka tapi nggak ngefans ngefans banget. Bregedel kentang, saking sukanya aku dah bisa masak sendiri dari ketika aku SD. Koki cilik, sudah bisa masak bergedel dan sayur Sop. Dari uji coba dan akhirnya kaulah juaranya, he..he.. Paling bisa kalau disuruh bikin bregedel. Kalau bikin sayur sop masih sering gagal, karena kebanyakan merica jadinya item. Ternyata, rahasianya kalau masak sop mericanya tidak boleh digosngso atau dimasukkan ke dalam masakan, cukup ditumbuk dikasih air dan airnya saja yang dimasukkan ke dalam adonan. Jadi nggak item deh. Sssttt…aku baru tahu setelah lulus kuliah lho, sebelumnya item terus. Temanku satu kontrakan dulu masak sop pakai ketumbar. Saking Pe Denya merica dikira ketumbar. Batal deh makan sop, soalnya sopnya jadi wangi. Ada cerita lucu tentang bregedel, pas lebaran di tempat nenek di Malang Selatan, nenek punya banyak kentang. So, cucu-cucunya yang Bengal ini minta dibuatkan bregedel. Ok lah, si Embah setuju. Kemudian, selepas main pulanglah kita cucu-cucunya (aku dan keponakanku). Sudah terbayang bregedel kesukaanku. Yup, sangat menggoda selera nih. 1..2..3, serbu…semangat 45 mengambil nasi dan lauk bregedel, ayam dan sebagainya. Dan eits..tunggu..tungggu.., kok ada yang aneh dengan bregedelnya ya? Rasanya nggak gurih tapi gimana ya? Berat rasanya mendeskripsikan nih rasa, usut punya usut ternyata bregedelnya bregedel campur Bo! iya, campur Bothe alias talas. Duh simbah….sama cucunya masih perhitungan, seumur-umur makan bregedel campuran Bothe, ampun dech. Aduh Biyung. Dengan sedikit dongkol, aku masuk dapur dan beraksi bikin bregedel ala cheft Adi, dan 30 menit kemudian, jadilah…bregedel kentang telur ala cheft Adi this is it…….sekejap langsung ludes, siapa dulu dong…..
Rempah, Makanan ini hampir sama dengan perkedel Cuma bahan dasarnya bukan dari kentang akan tetapi dari parutan kelapa. Ketika aku lagi manic-maniaknya dengan perkedel makanan ini menjadi musuh besarku, karena aku bener-bener gak suka rasanya. Biasanya Ibu akan mengganti menu perkedel dengan rempah, hanya untuk selingan. Dan biasanya aku ngambek makan, karena menurutku rempah tidak nyambung kalau dipasangkan dengan sop.
Blondo, He.he…namanya lucu ya, Blondo..ini bahasa Indonesianya adalah tahi minyak. Makanan ini diperoleh dari proses pembuatan minyak kelapa. Ampasnya minyak kelapa ketika santan direbus hingga menghasilkan minyak. Rasanya full lemak dan gurih banget. Kalori tinggi Bro! Makan sesendok dua sendok masih enak, lama kelamaan eneg. So, kalau mau makan Blondo tidak usah banyak-banyak, jadi tidak enak kalau kebanyakan.
Balung Kethek. Dalam Bahasa kita menyebutnya tulang kera. Bukan asli dari tulang kera lho, ini makanan dari sejenis singkong yang digoreng menjadi stick keras dan diberi gula jawa. Aku kurang begitu suka dengan makanan ini, lebih enak keripik singkong.
Timus, Makanan dari Ubi jalar yang ditumbuk dan dikasih gula kemudian digoreng. Pada dasarnya aku memang males dengan makanan yang berbahan dasar Ubi karena bikin kenyang, oleh karena itu makanan ini menjadi pilihan untuk dimakan kalau sudah tidak ada makanan yang lain.
Lentho, Lentho biasanya akan bersanding dengan timus. Kayak sebelass dua belas gitu lah. Dimana ada timus biasanya akan ada lentho. Makanan lentho rasanya lebih gurih karena ada kacang tolo dan campuran bahan-bahan lain yang aku sendiri tidak tahu (tahunya makan doang). Lentho biasanya jadi campuran untuk makanan-makanan lain dengan diiris-iris dan dicampur dengan aneka masakan untuk lauknya. Lumayan, pengganti bakwan.
Sambel Bajak. Sambel Bajak adalah sambel Favoriteku hingga aku beranjak remaja. Merah pedas dan ada campuran petenya lho. Pada dasarnya aku kurang suka dengan makanan pedas, aku lebih suka makanan tidak pedas dan cenderung manis. Sambel bajak ini walaupun pedas aku sangat suka apalagi makannya dengan telor ceplok, tahu dan tempe. Sekarang hamper tidak pernah memasak sambel bajak lagi, lebih banyak sambel tumpang.
Arem-Arem, Banyak yang menyebutnya lontong. Kalau di daeerahku lontong tidak ada isinya, kalau arem-arem ada isinya. Yang paling umum isinya adalah tempe, tahu, sambel goreng ati dicampur kentang, bahkan terkadang telor. Karena membikin kenyang, makanan ini sering disajikan pas ada acara-acara di manapun dari acara perspisahan SD, Nikahan, halal Bi Halal, sampai acara universitaspun makanan ini masih sering muncul. Kayaknya makanan ini dianggap praktis karena ibarat nasi bungkus mini dengan lauknya. Ketika laper makanan ini terasa enak banget.
Kacang Klici. Aneh ya namanya, sebenarnya makanan ini biasa kita sebut dengan kacang bawang. Nggak tahu namanya jadi klici gitu apa karena jadi makanan kelinci atau gimana? Makanan ini hampir selalu ada si setiap meja tamu ketika lebaran. Ketika memasaknyapun ada triknya sehingga tidak terlalu keras. Salah satu caranya dengan direbus sebentar sebelum digoreng kacangnya. Pas direbus dikasih garam biar gurihnya lebih terasa. Kalau tidak direbus dulu jadi atozzzz….o..ya selain itu bagi anda yang diet kalau makan makanan ini harus hati-hati, biasanya kalau sudah asyik makan lupa diri dan satu toples bisa habis sendiri. Walah walah…
Kacang Kapri. Ini adalah salah satu kacang favoritku. Kacang ercis, warnanya ijo royo royo. Sampai sekarang makanan ini bagai candu di lidahku, kalau sudah ngemil nih kacang biasanya susah berhenti. Gurihnya terasa hingga berhari-hari (kalau yang ini hiperbola aja…)
Ganjel Rel. Nama makanan ini sungguh aneh ya. Pas, Ospek mahasiswa dulu senior menugaskan untuk mencari ganjel rel. Dari situlah aku tahu namanya roti ganjel rel. Menurutku rasanya enak but aku tidak tahu bahan dasarnya. Pas disuruh mencari aku cuma ngandelin dari teman mungkin ada yang bawa lebih, soalnya males kalau harus nyari hingga pasar johar. Bisa kesesat aku di Johar. Mending dihukum sajalah. Dan pas hari pengumpulan, ada teman yang membawa ganjel rel se -tas kresek besar, tinggal minta dan bereslah.
Sambel Kluwak. Sambel ini sangat diminati oleh adikku. Aku sendiri kurang begitu suka, rasanya biasa saja dan kadang cenderung pahit. So, aku lebih ngefans sama sambel Bajak daripada sambel kluwak. Lagi lagi masalah selera. Yang aku herankan, adikku dulu sangat suka makanan yang item-item, dari bubur sampai sambel. Emang sih dari kecil emang dia yang paling item sekeluarga, menghayati peran kali dia…
Gado-Gado. Di kampungku dulu, gado-gado yang terkenal karena enak dan murah adalah gado-gado Mbak Supi. Dari aku SD hingga aku kuliah masih bertahan dengan jualan gado-gadonya. Kuat ya bertahan. Gado-gado tiap daerah ternyata berbeda-beda. Gado-gado Mbak Supi adalah campuran sayuran dan sambel kacang tahu dan tempe, sama dengan gado-gado jakarta. Di Solo Gado gado itu terdiri dari kentang, telor, kubis, buncis, tahu, tempe, telor, aneka kerupuk, tomat dan disiram sambel kacang yang telah dicampur santan. Gado-gado di Jakarta disebut pecel ulek, sejenis loteknya Jogja. Di Surabaya gado-gadonya sejenis rujak petis, lain ladang lain belalang gitu..
Sate Halok. Sebenarnya ini adalah sate ayam Madura yang dijual oleh orang Madura yang menjajakan dengan berkeliling kampung, dengan satenya disunggi di atas kepala. Nama halok adalah sebutan dari aku dan teman-temanku pada penjualnya yang asli Madura dan kurang bisa berbahasa jawa. Suatu ketika ada seorang temanku yang sedang makan buah jambu air di pinggir jalan, saat itu si Mbak penjual satenya yang asli Madura melintas di depannya. Mungkin karena tergiur dengan jambu air yang Nampak segar, si penjual sate berhenti dan berkata Halok…Halok…sambil menengadahkan tangan. Yang dimaksud si embaknya tadi sebenarnya adalah “Njaluk” yang artinya minta, karena nggak biasa bahasa jawa ia kepleset dengan menyebut halok. Kontan saja temenku tadi yang usianya sekitar 8 tahunan berlari karena ketakutan. Sejak saat itu aku dan teman-temanku menyebutnya dengan sate halok. Dan sering buat bercandaan kalau pas mbaknya lewat ‚ eh..lihat tuh ada sate halok lewat..sate halok lewat, dengan gaya khas anak-anak yang niatnya meledek . Duh kasian Mbak Sate Haloknya, udah hitam, kurus, satenya jarang laku lagi, soalnya rasanya tidak sesuai dengan lidah orang kampung tempatku .
Itulah sekelumit makanan-makanan sejarah dari aku kecil hingga aku kerja sekarang ini. Memang terlalu manis untuk dilupakan. Kalau balik kampung pingin rasanya makan semua makanan yang kumau, but badanku gak bisa diajak kompromi, makan over sedikit dari kebiasaaan langsung diare. Makan kalori sedikit lebih banyak, langsung melar. Nasib nasib punya badan yang gampang membesar ke samping…