Pertama kali tahu tentang puncak adalah ketika aku masih SD, dimana Puncak menjadi salah satu tempat wisata yang tertulis di Mainan yang bernama Monopoli. tidak kebayang sama sekali mengenai Puncak pass, apakah itu taman, hutan, or gunung. Yang aku tahu puncak pass Bogor bersanding dengan kompleks wisata yang murah dalam permainan monopoli tersebut. kalau nggak salah satu komplek sama Kebun Binatang Ragunan, Taman Safari, Taman Mini dsb.
Semakin beranjak tua, Puncak semakin familiar karena sering muncul beritanya di TV. Puncak yang berhawa dingin yang letaknya tidak begitu jauh dari Jakarta, Puncak yang rawan macet ketika liburan, puncak yang sudah berubah menjadi hutan villa, dan puncak untuk lokasi syuting-syuting sinetron.
Marketisasi media ternyata cukup ampuh untuk mengajak seseorang mengunjungi puncak, dan lagi-lagi akulah orangnya itu salah satunya.
Akhirnya my dream come true juga, seorang teman mengajak ke puncak selepas kerja pada hari Jumat. Hitung-hitung refreshing daripada cuma bengong di Kost. Walaupun hujan deras tiada berpantang surut ke belakang, patriotik banget ya. Maklum, mumpung ada kesempatan.
Perjalanan macet kota Jakarta yang membuat perjalanan terasa lama, ketika sampai di Puncak sudah menjelang malam, kurang lebih 4 jam perjalanan dengan macetnya.
Sesampai di puncak, udara dingin langsung menusuk-nusuk tulang. Walaupun aku anggun (anak gunung), aku merasa dingin sekali rasanya malam itu. Suasananya memang tidak begitu jauh berbeda dengan Batu Malang, dingin dan banyak villa. Karena datang malam hari, yang nampak hanya gelap dan pesona cahaya lampu berkelap-kelip ibarat mata-mata yang berbinar-binar dari kejauhan. Sorry bahasanya nyastra dikit.
Mampir di Masjid Attaawun, sungguh pengalaman yang menarik. Sebuah masjid yang cukup eksotik dan kayaknya pantes buat bermuhasabah dan nyaman untuk menyendiri. Sayang sekali, walaupun di masjid masih banyak juga pasangan PDA yang rata-rata ABG. Ngapain ya malem-malem keluyuran, nggak jelas.
Dingin jadinya laper, biar hangat maka harus makan. Pas perjalanan dai Jakarta melewati Bogor sudah ngincer warung makan di pinggir jalan yang serupa tenda-tenda gitu, nampaknya tradisional banget makanannya. Pingin mampir pas pulang ah, gitu pikirku. But, laper udah nggak tahan akhirnya makan gorengan 10 Biji sama minum Bajigur dan bandrek campur susu. Wuihhh, enak gila! Laper, dingin minumnya panas….asli bikin pingin tidur.
Di Sepanjang jalan cuma gelap yang terlihat, sesekali ada orang yang berdiri di pinggir jalan sambil membawa senter yang berkedip-kedip. Kata temenku mereka menawarkan villa. ooooo…begindang…..sama selimutnya nggak Om? Tahukan maksudnya.
Cukup satu jam setengah, nggak lebih. Soale dingin banget. Maklum habis hujan. Pulanglah aku ke Jakarta. tekadku, aku pasti balik but enaknya siang hari ya. Biar kelihatan semuanya. InsyaAllah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar