Kita saat ini adalah hasil imitasi atau meniru pelbagai macam tingkah polah orang-orang di sekitar kita. Begitu banyak orang yang membantu mewarnai diri kita hingga kita menjadi beraneka warna serta beraneka polah tingkah, selera, kemauan dan itikad masing-masing. Setiap orang tidak bisa membentuk jati dirinya hingga ia berinteraksi dengan orang-orang yang memberinya inspirasi untuk bertingkah laku sesuai dengan minat bakat.
Ibuku, guru pertamaku. Memang benar adanya. Ibuku, perpustakaan pertamaku, juga tidakklah keliru. Bapakku sangat menginspirasiku, memang benar demikian. Mereka yang menginspirasiku untuk tumbuh dan terus punya semangat hidup hingga saat ini.
Siapakah Tokoh Idolamu ? Jawaban mayoritas : Ibu, Bapak, Rasullullah, Sukarno, Habibie, Enstien, Mother Theresa, Kartini dll. Memang orang-orang tersebut pantas dijadikan idola. Idola tentu akan menginspirasi kita berbuat hampir sama or identik dengan cara mereka berperilaku, bernasihat, bertutur kata, berfikir, berprinsip dll. Wajar saja, karena mereka adalah orang yang signifikan versi orang kebanyakan.
Akan tetapi, tidak semua harus menjadi pahlawan untuk menginspirasi orang lain. Perjalanan hidupku membawa aku kepada orang-orang yang telah mengispirasiku tentang nasihat-nasihat yang tidak perlu diucapkan akan tetapi tergambar jelas dari perbuatan yang ia lakukan. Bagiku, orang seperti itu adalah more..more..inspiring dibandingkan sejuta kata-kata orang bijak yang kadang hanya sekedar macan kertas.
Hidup dengan teratur, adalah hal yang aku sulit berdamai dengannya. Sampai suatu saat aku terdampar di Surabaya, dan tinggallah aku di sebuah kost-kostan kecil milik seorang Bapak Tua pensiunan swasta. Dari Kost-kostan tersebut aku belajar bahwa hidup teratur dan disiplin adalah salah satu tangga menuju hidup yang lebih baik. Bapak Kost tersebut menjadi teladan nyata agar aku bisa senantiasa bergerak, aktif, disiplin dan teratur, think to detail hingga kepada hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya.
Alkisah suatu hari, aku ketinggalan anak kunci gembok di kamar kostku, otomatis aku nggak bisa masuk kamar. Kebiasaan ceroboh masih menjadi pakaianku sehari-hari, bahkan sampai saat ini. Kemudian aku bertanya kepada Bapak Kost, apakah punya anak kunci cadangan, kemudian beliau mengajakku ke lemarinya di kamar kecil yang tertata rapi. Di lemariinya kulihat tumpukan baju yang tersusun rapi sesuai dengan jenisnya, tersetrika, dan bertumpuk anggun. Kemudian sang Bapak membuka kotak peti kecil berisi anak kunci yang lumayan banyak, dan semua anak kunci tersebut teridentifikasi rapi dan jelas, sehingga dengan mudah kunci duplikat dapat ditemukan. So, akhirnya aku bisa masuk ke kamarku dengan segera untuk istirahat pasca kerja malam.
Kontradiktif dengan kostku yang di Jabodetabek, dengan jumlah kamar hampir 30 an lebih, si empunya kost tidak pernah memberikan tanda pada anak kuncinya. Kebayang, ketika ada yang mau kost si empunya sibuk memilin-milin kunci, mencocok-cocokkan satu persatu. Wasting time, dan sampai berkali-kali masih seperti itu. Memang tidak belajar dari kesulitan sebelumnya. Akan tetapi aku wajib berterima kasih pula pada Si Empunya Kost di Jabodetabek, ia menginspirasiku untuk tidak melakukan hal serupa, karena tentu saja ribet!
Bapak Kostku di Surabaya memang telah mengajariku banyak hal, think to detail, sampai-sampai semua jenis obat di kotak obat ditulis nama dan manfaatnya, semua petunjuk pemakain alat yang istimewa tertera di sampaing alat tersebut, hingga alat pertukanganpun tertata rapi dengan identitas yang jelas. Yang aku salut adalah dengan rumah yang sempit (4 x 10 m), Rumah tersebut terasa luas dan lapang. Minimalis but maksimalis dalam penataan.
Memang untuk menginspirasi orang tidak perlu harus menjabat terlebih dahulu, tidak perlu menjadi supertrainer dahulu, tidak harus jadi politikus, ikut kontes putri Indonesia or Abang None Jakarta. Inspirasi yang semu memang kadang terasa dipaksakan. Inspirasi yang nyata bisa muncul dari pengamatan kita sehari-hari, mengambil dari hal-hal sederhana, meniru, berprose untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.
Ibuku, guru pertamaku. Memang benar adanya. Ibuku, perpustakaan pertamaku, juga tidakklah keliru. Bapakku sangat menginspirasiku, memang benar demikian. Mereka yang menginspirasiku untuk tumbuh dan terus punya semangat hidup hingga saat ini.
Siapakah Tokoh Idolamu ? Jawaban mayoritas : Ibu, Bapak, Rasullullah, Sukarno, Habibie, Enstien, Mother Theresa, Kartini dll. Memang orang-orang tersebut pantas dijadikan idola. Idola tentu akan menginspirasi kita berbuat hampir sama or identik dengan cara mereka berperilaku, bernasihat, bertutur kata, berfikir, berprinsip dll. Wajar saja, karena mereka adalah orang yang signifikan versi orang kebanyakan.
Akan tetapi, tidak semua harus menjadi pahlawan untuk menginspirasi orang lain. Perjalanan hidupku membawa aku kepada orang-orang yang telah mengispirasiku tentang nasihat-nasihat yang tidak perlu diucapkan akan tetapi tergambar jelas dari perbuatan yang ia lakukan. Bagiku, orang seperti itu adalah more..more..inspiring dibandingkan sejuta kata-kata orang bijak yang kadang hanya sekedar macan kertas.
Hidup dengan teratur, adalah hal yang aku sulit berdamai dengannya. Sampai suatu saat aku terdampar di Surabaya, dan tinggallah aku di sebuah kost-kostan kecil milik seorang Bapak Tua pensiunan swasta. Dari Kost-kostan tersebut aku belajar bahwa hidup teratur dan disiplin adalah salah satu tangga menuju hidup yang lebih baik. Bapak Kost tersebut menjadi teladan nyata agar aku bisa senantiasa bergerak, aktif, disiplin dan teratur, think to detail hingga kepada hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya.
Alkisah suatu hari, aku ketinggalan anak kunci gembok di kamar kostku, otomatis aku nggak bisa masuk kamar. Kebiasaan ceroboh masih menjadi pakaianku sehari-hari, bahkan sampai saat ini. Kemudian aku bertanya kepada Bapak Kost, apakah punya anak kunci cadangan, kemudian beliau mengajakku ke lemarinya di kamar kecil yang tertata rapi. Di lemariinya kulihat tumpukan baju yang tersusun rapi sesuai dengan jenisnya, tersetrika, dan bertumpuk anggun. Kemudian sang Bapak membuka kotak peti kecil berisi anak kunci yang lumayan banyak, dan semua anak kunci tersebut teridentifikasi rapi dan jelas, sehingga dengan mudah kunci duplikat dapat ditemukan. So, akhirnya aku bisa masuk ke kamarku dengan segera untuk istirahat pasca kerja malam.
Kontradiktif dengan kostku yang di Jabodetabek, dengan jumlah kamar hampir 30 an lebih, si empunya kost tidak pernah memberikan tanda pada anak kuncinya. Kebayang, ketika ada yang mau kost si empunya sibuk memilin-milin kunci, mencocok-cocokkan satu persatu. Wasting time, dan sampai berkali-kali masih seperti itu. Memang tidak belajar dari kesulitan sebelumnya. Akan tetapi aku wajib berterima kasih pula pada Si Empunya Kost di Jabodetabek, ia menginspirasiku untuk tidak melakukan hal serupa, karena tentu saja ribet!
Bapak Kostku di Surabaya memang telah mengajariku banyak hal, think to detail, sampai-sampai semua jenis obat di kotak obat ditulis nama dan manfaatnya, semua petunjuk pemakain alat yang istimewa tertera di sampaing alat tersebut, hingga alat pertukanganpun tertata rapi dengan identitas yang jelas. Yang aku salut adalah dengan rumah yang sempit (4 x 10 m), Rumah tersebut terasa luas dan lapang. Minimalis but maksimalis dalam penataan.
Memang untuk menginspirasi orang tidak perlu harus menjabat terlebih dahulu, tidak perlu menjadi supertrainer dahulu, tidak harus jadi politikus, ikut kontes putri Indonesia or Abang None Jakarta. Inspirasi yang semu memang kadang terasa dipaksakan. Inspirasi yang nyata bisa muncul dari pengamatan kita sehari-hari, mengambil dari hal-hal sederhana, meniru, berprose untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.