Nekat, menurut Kamusbahasaindonesia.org adalah berkeras hati; dng keras atau kuat kemauan. The Power of Nekat bisa menimbulkan energi maha dahsyat hingga mampu meruntuhkan ketakutan, benteng keraguan dan bahkan istana keputusasaan. Ok, tidak semua orang berani Nekat. Orang yang modal nekat biasanya mempunyai motivasi super duper hebat untuk bisa mengusung Nekat dalam benaknya.
Modal nekat memang konotasinya negatif, akan tetapi tahukan Anda bahwa kekuatan nekat bisa membuat orang menjadi zero to hero, menjadikan pecundang menjadi sang juara, menjadikan penonton menjadi superstar dan mengubah tatanan biasa menjadi luar biasa, mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur (lho!)
Yup, saya memang bukan tipe orang nekat dan lebih sering menimbang-nimbang risiko (so, makanya saya nggak maju-maju he..he..). Nekat kali ini saya ingin soroti pada sekumpulan orang pemudik, tentu saja yang memakai sepeda motor. Kita semua tahu bahwa sepeda motor bukan dicreate untuk menempuh jarak ratusan atau ribuan kilometer. Dan saat ini, mudik dengan motor menjadi trend! Eiiittt…..wait..wait…trend apa kepepet ya?
Kalau disuruh pilih, mudik naik pesawat apa motor? Yup, orang normal akan menjawab naik pesawat. But you know lah, pesawat tidak murah, kalau murah pasti hampir semua mudikers pilih pesawat. Cepat dan nggak tua di Jalan. (Kecuali yang phobia ketinggian) Terus mengapa masih ada yang pakai Motor? Mari kita coba bahas bareng-bareng.
Berikut ini alasan-alasan seseorang memilih moda transportasi motor, rasionalisasi dan sanggahan (versi Aku sendiri).
1. Bergengsi
Rasionalnya : Kerja di kota akhirnya punya motor, gengsi dikit lah. Boleh dong pamer dikit-dikit sama mantan pacar di kampung, kenapa nggak milih gua dulu, sekarang gua dah punya motor.
Sanggahan : Nggak juga, sekarang modal KTP udah bisa dapat motor baru, kayak kacang goreng! Habis mudik ya balikin lagi ke dealernya nggak kena debt collector, aman!
2. Jantan
Rasionalisasi :Naik motor jarak jauh laksana valentino Rossi, gagah dan keren abis
Sanggahan : Emang mau ikut motor GP, boro-boro! Macet cing di jalan, ngebut benjut lah, diteriakin orang seindonesia raya.
3. Cepat
Rasionalisasi : Bisa mlipir sana, mlipir sini, langsung tancap gas..berrrrrrrrrmmm
Sanggahan : Iya kalau nggak macet, you know kan kalau macetnya kayak ular antri tabung gas elpiji 3 kiloaan, panjang dan lama…….
4. Murah
Rasionalisasi : Ngirit, hemat, bijaksana, modal 50-100 ribu bisa nyampai jawa timur (dari Jakarta) dan ngangkut 4 orang (Pake, mboke, si genduk, lan si gendon), ngirit pulang pergi maksimal 200 ribu buat bensin doang. Kalau naik Bis, bisa 1 jutaan bolak-balik buat bis doang. Naik kereta empet-empetan, naik pesawat nggak kuat bayarnya, naik mobil harus carter lebih mahal, mau ikut mudik gratis males soale ntar di kampong nggak bisa anjangsana kemana-mana, harus pakai ojek harus keluar biaya lagi, naik sepeda onthel nggak rasional babar blas, naik truk ntar dikira sapi ama kebo (buat yang hiperpigmentasi), naik mobil pick up pakai terpal takut item dan mateng kepanasan, numpang mobil teman udah nggak muat, naik becak dari Jakarta sudah nggak ada becak dijakarta lagian kasian yang genjot, naik bemo takut ngadat di jalan plus berisik, naik kereta eksekutif baru dibuka langsung ludes tiketnya lagian mahal ekonomi, naik kapal laut kok rumahnya digunung pucuk, naik gethek bisa 2 bulan nyampai rumah (lagian) jalan kaki ntar dikira stress yang paling rasional adalah ya naik motor! Full Stop!
Sanggahan : Babahno! Ntar kalau dilarang dikira melanggar HAM. Masalahnya, kebangeten nekatnya!! Mudik bawa motor, bonceng bayi yang lagi ASI Ekslusif juga dilakoni asalkan nyampai kampung. Risiko tidak sepadan dengan ongkos yang dibelanjakan. Sepanjang jalan Jakarta-Jawa Timur, saya sampai nggak tega lihat fenomena anak bayi, batita dibawa tour de java! Tega orang tuanya, dengan alasan kapan lagi kalau nggak moment lebaran. Mangan ra mangan asal kumpul, iyo sich but ya nggak segitunya sampai too risky banget. Udah banyak fenomena bayi akhirnya meninggal akibat tersedak ketika disusui ataupun kebekep akibat orang tuanya yang over wrapping. Persis kayak lemper yang dibungkus berlapis-lapis! Bukannya anget tuh bayi, malah sianosis (+).
Dari alasan-alasan di atas, kayaknya alasan yang terakhir yang memotivasi mudikers untuk jadi sang nekat buta ekstrim! Nyawa cing taruhannya. Niatnya baik silaturahmi but ya nggak harus nekat-nekat banget gitulah. Ingat, kalau dah jatuh ke aspal bukan hanya hemat 200 ribu bahkan bisa hemat selamanya lho, soalnya tinggal dikubur dan habis itu nggak perlu uang lagi, nggak ada yang jualan di alam kubur. Wallahualam.
Modal nekat memang konotasinya negatif, akan tetapi tahukan Anda bahwa kekuatan nekat bisa membuat orang menjadi zero to hero, menjadikan pecundang menjadi sang juara, menjadikan penonton menjadi superstar dan mengubah tatanan biasa menjadi luar biasa, mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur (lho!)
Yup, saya memang bukan tipe orang nekat dan lebih sering menimbang-nimbang risiko (so, makanya saya nggak maju-maju he..he..). Nekat kali ini saya ingin soroti pada sekumpulan orang pemudik, tentu saja yang memakai sepeda motor. Kita semua tahu bahwa sepeda motor bukan dicreate untuk menempuh jarak ratusan atau ribuan kilometer. Dan saat ini, mudik dengan motor menjadi trend! Eiiittt…..wait..wait…trend apa kepepet ya?
Kalau disuruh pilih, mudik naik pesawat apa motor? Yup, orang normal akan menjawab naik pesawat. But you know lah, pesawat tidak murah, kalau murah pasti hampir semua mudikers pilih pesawat. Cepat dan nggak tua di Jalan. (Kecuali yang phobia ketinggian) Terus mengapa masih ada yang pakai Motor? Mari kita coba bahas bareng-bareng.
Berikut ini alasan-alasan seseorang memilih moda transportasi motor, rasionalisasi dan sanggahan (versi Aku sendiri).
1. Bergengsi
Rasionalnya : Kerja di kota akhirnya punya motor, gengsi dikit lah. Boleh dong pamer dikit-dikit sama mantan pacar di kampung, kenapa nggak milih gua dulu, sekarang gua dah punya motor.
Sanggahan : Nggak juga, sekarang modal KTP udah bisa dapat motor baru, kayak kacang goreng! Habis mudik ya balikin lagi ke dealernya nggak kena debt collector, aman!
2. Jantan
Rasionalisasi :Naik motor jarak jauh laksana valentino Rossi, gagah dan keren abis
Sanggahan : Emang mau ikut motor GP, boro-boro! Macet cing di jalan, ngebut benjut lah, diteriakin orang seindonesia raya.
3. Cepat
Rasionalisasi : Bisa mlipir sana, mlipir sini, langsung tancap gas..berrrrrrrrrmmm
Sanggahan : Iya kalau nggak macet, you know kan kalau macetnya kayak ular antri tabung gas elpiji 3 kiloaan, panjang dan lama…….
4. Murah
Rasionalisasi : Ngirit, hemat, bijaksana, modal 50-100 ribu bisa nyampai jawa timur (dari Jakarta) dan ngangkut 4 orang (Pake, mboke, si genduk, lan si gendon), ngirit pulang pergi maksimal 200 ribu buat bensin doang. Kalau naik Bis, bisa 1 jutaan bolak-balik buat bis doang. Naik kereta empet-empetan, naik pesawat nggak kuat bayarnya, naik mobil harus carter lebih mahal, mau ikut mudik gratis males soale ntar di kampong nggak bisa anjangsana kemana-mana, harus pakai ojek harus keluar biaya lagi, naik sepeda onthel nggak rasional babar blas, naik truk ntar dikira sapi ama kebo (buat yang hiperpigmentasi), naik mobil pick up pakai terpal takut item dan mateng kepanasan, numpang mobil teman udah nggak muat, naik becak dari Jakarta sudah nggak ada becak dijakarta lagian kasian yang genjot, naik bemo takut ngadat di jalan plus berisik, naik kereta eksekutif baru dibuka langsung ludes tiketnya lagian mahal ekonomi, naik kapal laut kok rumahnya digunung pucuk, naik gethek bisa 2 bulan nyampai rumah (lagian) jalan kaki ntar dikira stress yang paling rasional adalah ya naik motor! Full Stop!
Sanggahan : Babahno! Ntar kalau dilarang dikira melanggar HAM. Masalahnya, kebangeten nekatnya!! Mudik bawa motor, bonceng bayi yang lagi ASI Ekslusif juga dilakoni asalkan nyampai kampung. Risiko tidak sepadan dengan ongkos yang dibelanjakan. Sepanjang jalan Jakarta-Jawa Timur, saya sampai nggak tega lihat fenomena anak bayi, batita dibawa tour de java! Tega orang tuanya, dengan alasan kapan lagi kalau nggak moment lebaran. Mangan ra mangan asal kumpul, iyo sich but ya nggak segitunya sampai too risky banget. Udah banyak fenomena bayi akhirnya meninggal akibat tersedak ketika disusui ataupun kebekep akibat orang tuanya yang over wrapping. Persis kayak lemper yang dibungkus berlapis-lapis! Bukannya anget tuh bayi, malah sianosis (+).
Dari alasan-alasan di atas, kayaknya alasan yang terakhir yang memotivasi mudikers untuk jadi sang nekat buta ekstrim! Nyawa cing taruhannya. Niatnya baik silaturahmi but ya nggak harus nekat-nekat banget gitulah. Ingat, kalau dah jatuh ke aspal bukan hanya hemat 200 ribu bahkan bisa hemat selamanya lho, soalnya tinggal dikubur dan habis itu nggak perlu uang lagi, nggak ada yang jualan di alam kubur. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar