Sabtu, 09 Juni 2012

English

Bahasa asing memang sangat mendukung performa seseorang untuk moving forward, apalagi saat ini orang dituntut untuk menguasai bahasa Internasional yaitu Bahasa Inggris. Di Jakarta sebagai Ibukota Negara mencari orang yang cas cis sus dalam ngomong inggris udah bejibun banget, dengan kemampuan bahasa inggris yang rata-rata bawah membuat gak pede ketika ngomong dengan Bule, takut bulenya kagak paham apa yang ingin aku sampaikan. Standar jaya banget sih. Aku belajar bahasa Inggris sejak SMP, ikut kursus di kampung dengan low cost fee. Karena murah so fasilitasnya pun nggak banget, kadang gurunnya ngajar juga tidak mandi dulu. Serba terbatas lah, but lumayan daripada nggak sama sekali. Logikanya dari SMP sampai sekarang ya harusnya sudah merem nggak perlu mikir kalau ngomong inggris. Sayangnya, golden periode belajar bahasa lewat tanpa sadar. Sehingga agak susah mengejar ketinggalan untuk bisa jadi master in English. Identifikasi kenapa agak susah belajar inggris mungkin adalah sebagai berikut : 1.Nggak suka dengerin lagu Inggris Bener banget, aku penggemar banget lagu-lagu buatan dalam negeri. Dangdut, pop menye-menye, lagu anak-anak dan lagu-lagu daerah. Aku paling males dengerin lagu inggrais, pernah di took kaset ditanya sama penjualnya, “kok beli dangdut sih Mas?”, “urusan aku lah” (dalam hati saja aku menjawab). Lagian si Penjual pakai nanya-nanya, selera tidak bisa diperdebatkan! 2.Film English bikin males Kalau nonton film ya sukanya yang berbau budaya or sejarah. Kalau film English suka banget sama yang kartun-kartun gitu, golongannya Kungfu Panda, Rio, Sherk, Nemo dll. Kurang suka nonton film English yang action, apalagi drama. 3.Baca buku Indonesia Minded Kalau ada literature bahasa Inggris paling males melototinnya, cari yang bahasa Indonesia saja, biar cepet (males!) 4.Paling males utak atik computer Kayaknya lengkap deh malesnya, pakai computer paling mentok di Excel, Word and power point. Sedangkan instruksi computer dalam inggris semua, tambah males otak-atik. 5.Telat Bangun Nyadarnya kalau englishnya ancur pas sudah menjelang tuwir, tambah sudah Bro. Apalagi kalau les bareng anak-anak piyik (remaja, red) pasti kebanting. Secara, mereka ngomongnya udah kagak mikir, la gue, kalau konsentrasi ilang, bakalan buyar ke mana-mana. Tadi si Bule ngomong apa juga kagak mudeng, tiba-tiba disuruh jawab or ngelanjutin cerita, ampun deh. 6.Males bikin journal Miss Anna (my ex teacher) ngajarin agar aku buat journal tiap hari, but gara-gara moody jadi gak konsisten. Yup, masalah lagi. Oke, whatever. Mumpung ada waktu, lebih baik belajar lagi deh. Nggak pa pa telat, daripada ngeblank sama sekali. English everyday for better future.

Sabtu, 02 Juni 2012

Hikmah Baca Buku Travelling

Aku memang bukan terlahir sebagai orang kaya, lahir dari keluarga yang berkecukupan yang jarang sekali melakukan travelling ketika musim liburan tiba. Liburan hanya dihabiskan di Rumah saja tanpa ada kegiatan spesifik yang bisa membeli pengalaman baru. Dan waktu sekolah dulu, travelling paling banter adalah camping di gunung bersama teman-teman satu geng dengan biaya minimalis, berharap mendapat pengalaman baru yang seru di masa-masa remaja yang masih semangat. Membaca memang menjadi salah satu kesenanganku, but yang perlu digarisbawahi adalah bahwa buku yang aku baca memang harus bulu tertentu, syaratnya adalah : Ringan dan tidak membebani otak. Sejak TK pun, Almarhum Bapak sudah menyediakan majalah anak-anak dari Ananda, Mentari Putera Harapan dan Majalah Bobo. Sampai SMP kelas 3 baru majalah Bobo distop sama Bapak, udah gedhe katanya. Udah gak pantes baca buku anak-anak. Ya udah, gimana lagi! Pengalaman membaca buku travelling baru mulai ghiroh ghirohnya malah setelah kerja, apa gak telat ya? Biarin deh, excuse (daripada nggak sama sekali). Itupun gara-gara si BJ minjemin buku Travellernya Trinity. Ampun deh tuh Buku, inspiring banget. Inspirasinya nggak tanggung-tanggung untuk ngajak jalan-jalan selagi bisa, mengajak untuk menulis selagi mampu, mengajak memahami dan mencintai budaya Indonesia, mengajak untuk nekat dan cuek, de el el. Banyak kisah traveler yang manis untuk dicermati dan banyak pula yang menulis travelling story persis kayak nulis diary. Dimana pembaca disuguhi rangkaian kegiatan tournya mulai dari bangun, kemudian jalan ke sini jalan ke sono, beli ini, foto di situ, ya begitulah. A little bit boring. Hanya sedikit penulis yang mampu memberikan sudut pandang dan aksesories yang menarik dalam setiap tulisannya. Sehingga hanya sedikit tulisan yang memiliki kesan natural, dan mengilhami. Banyak orang yang sudah travelling sana sini, stay sana stay sini, publish sana dan publish sini. Hikmah dari banyak baca buku Traveling yang banyak dipublish adalah : 1.Merasa semakin nyadar, kalau pengalaman hidup saya memang belum ada apa-apanya dibandingkan traveler-traveller yang meminjam istilahnya sastrawan adalah mereka berhasil meninjau dunia sana (bukan dunia gaib lho ya) 2.Makin sadar kalau usia sudah beranjak senja, jatah umur berkurang dan tidak memiliki banyak waktu lebih lama untuk menjadi seorang traveler (bukan tourist) 3.Makin pemalu, dulu misalnya pergi ke Bali saja udah rasanya pingin publish agar semua dunia semesta tahu kalau aku sudah menginjakkan kaki di Bali, pinginnya setiap detik moment terabadikan dengan foto foto narsis ala generasi eksis yang bibirnya agak monyong dikit kepala agak miring dan mata agak berkedip-kedip bangga (Persis dakocan, Cuma gak item saja) 4.Makin males foto narsis, lebih banyak foto benda-benda unik. Kalau foto naris mintanya jadi gambar siluet dan tidak kelihatan muka, blu-blur gitu deh. 5.Lebih suka travelling hemat, dan cerdas. Travelling plus olahraga, travelling plus belajar sejarah, travelling plus kerja, eitt kebalik dng biasanya kerja sambil travelling (mumpung kerjanya sering ke luar kota dan pulau) 6.Lebih menghargai sekecil apapun pengalaman orang. Pengalaman sekecil apapun bisa membawa perubahan bagi orang tertentu. 7.Lebih bisa berempati. Kalau ada temen yang travelling ke someplace, udah ogah menagih oleh-oleh. Karena banyak traveler yang hanya pingin membeli experiences, nggak mau beli barang benyak-banyak. 8.Lebih malas belanja ketika lagi travelling. Kalau terpaksa belanja bukan untuk dipakai sendiri, kebanyakan memang orderan teman, kolega, nyokap yang minta oleh oleh ataupun sekedar buah tangan untuk berbagi ke orang. 9.Lebih suka jalan kaki dan naik angkot sendirian daripada bergerombol bareng banyak orang yang seleranya sejuta umat 10.Lebih males untuk cepat-cepat kawin (hadeuh, ini yang susah dan gak susah dapat toleransi dari orang-orang dan norma-norma setempat yang berlaku) 11.Lebih bangga menjadi Indonesian. Soalnya memang belum pernah jadi warga Negara lain. 12.Lebih dewasa karena memang sudah beranjak tua (ha..ha..ha..) Sedikit banyak, membaca memang mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku. So, membaca dan menulis memang harmonisasi yang baik ditambah dengan mendengar dan jalan-jalan pastinya. Nikmati hidup dan berharap peluang akan datang seiring bertambah pengalaman hidup, hopefully. Mari kita cari pengalaman sebanyak-banyaknya, selagi ada waktu….

Selasa, 06 September 2011

Inspiring People



Kita saat ini adalah hasil imitasi atau meniru pelbagai macam tingkah polah orang-orang di sekitar kita. Begitu banyak orang yang membantu mewarnai diri kita hingga kita menjadi beraneka warna serta beraneka polah tingkah, selera, kemauan dan itikad masing-masing. Setiap orang tidak bisa membentuk jati dirinya hingga ia berinteraksi dengan orang-orang yang memberinya inspirasi untuk bertingkah laku sesuai dengan minat bakat.

Ibuku, guru pertamaku. Memang benar adanya. Ibuku, perpustakaan pertamaku, juga tidakklah keliru. Bapakku sangat menginspirasiku, memang benar demikian. Mereka yang menginspirasiku untuk tumbuh dan terus punya semangat hidup hingga saat ini.

Siapakah Tokoh Idolamu ? Jawaban mayoritas : Ibu, Bapak, Rasullullah, Sukarno, Habibie, Enstien, Mother Theresa, Kartini dll. Memang orang-orang tersebut pantas dijadikan idola. Idola tentu akan menginspirasi kita berbuat hampir sama or identik dengan cara mereka berperilaku, bernasihat, bertutur kata, berfikir, berprinsip dll. Wajar saja, karena mereka adalah orang yang signifikan versi orang kebanyakan.

Akan tetapi, tidak semua harus menjadi pahlawan untuk menginspirasi orang lain. Perjalanan hidupku membawa aku kepada orang-orang yang telah mengispirasiku tentang nasihat-nasihat yang tidak perlu diucapkan akan tetapi tergambar jelas dari perbuatan yang ia lakukan. Bagiku, orang seperti itu adalah more..more..inspiring dibandingkan sejuta kata-kata orang bijak yang kadang hanya sekedar macan kertas.

Hidup dengan teratur, adalah hal yang aku sulit berdamai dengannya. Sampai suatu saat aku terdampar di Surabaya, dan tinggallah aku di sebuah kost-kostan kecil milik seorang Bapak Tua pensiunan swasta. Dari Kost-kostan tersebut aku belajar bahwa hidup teratur dan disiplin adalah salah satu tangga menuju hidup yang lebih baik. Bapak Kost tersebut menjadi teladan nyata agar aku bisa senantiasa bergerak, aktif, disiplin dan teratur, think to detail hingga kepada hal-hal yang tidak pernah aku prediksi sebelumnya.

Alkisah suatu hari, aku ketinggalan anak kunci gembok di kamar kostku, otomatis aku nggak bisa masuk kamar. Kebiasaan ceroboh masih menjadi pakaianku sehari-hari, bahkan sampai saat ini. Kemudian aku bertanya kepada Bapak Kost, apakah punya anak kunci cadangan, kemudian beliau mengajakku ke lemarinya di kamar kecil yang tertata rapi. Di lemariinya kulihat tumpukan baju yang tersusun rapi sesuai dengan jenisnya, tersetrika, dan bertumpuk anggun. Kemudian sang Bapak membuka kotak peti kecil berisi anak kunci yang lumayan banyak, dan semua anak kunci tersebut teridentifikasi rapi dan jelas, sehingga dengan mudah kunci duplikat dapat ditemukan. So, akhirnya aku bisa masuk ke kamarku dengan segera untuk istirahat pasca kerja malam.

Kontradiktif dengan kostku yang di Jabodetabek, dengan jumlah kamar hampir 30 an lebih, si empunya kost tidak pernah memberikan tanda pada anak kuncinya. Kebayang, ketika ada yang mau kost si empunya sibuk memilin-milin kunci, mencocok-cocokkan satu persatu. Wasting time, dan sampai berkali-kali masih seperti itu. Memang tidak belajar dari kesulitan sebelumnya. Akan tetapi aku wajib berterima kasih pula pada Si Empunya Kost di Jabodetabek, ia menginspirasiku untuk tidak melakukan hal serupa, karena tentu saja ribet!

Bapak Kostku di Surabaya memang telah mengajariku banyak hal, think to detail, sampai-sampai semua jenis obat di kotak obat ditulis nama dan manfaatnya, semua petunjuk pemakain alat yang istimewa tertera di sampaing alat tersebut, hingga alat pertukanganpun tertata rapi dengan identitas yang jelas. Yang aku salut adalah dengan rumah yang sempit (4 x 10 m), Rumah tersebut terasa luas dan lapang. Minimalis but maksimalis dalam penataan.

Memang untuk menginspirasi orang tidak perlu harus menjabat terlebih dahulu, tidak perlu menjadi supertrainer dahulu, tidak harus jadi politikus, ikut kontes putri Indonesia or Abang None Jakarta. Inspirasi yang semu memang kadang terasa dipaksakan. Inspirasi yang nyata bisa muncul dari pengamatan kita sehari-hari, mengambil dari hal-hal sederhana, meniru, berprose untuk menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari.


Senin, 05 September 2011

Super Nekat




Nekat, menurut Kamusbahasaindonesia.org adalah berkeras hati; dng keras atau kuat kemauan. The Power of Nekat bisa menimbulkan energi maha dahsyat hingga mampu meruntuhkan ketakutan, benteng keraguan dan bahkan istana keputusasaan. Ok, tidak semua orang berani Nekat. Orang yang modal nekat biasanya mempunyai motivasi super duper hebat untuk bisa mengusung Nekat dalam benaknya.

Modal nekat memang konotasinya negatif, akan tetapi tahukan Anda bahwa kekuatan nekat bisa membuat orang menjadi zero to hero, menjadikan pecundang menjadi sang juara, menjadikan penonton menjadi superstar dan mengubah tatanan biasa menjadi luar biasa, mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi anggur (lho!)

Yup, saya memang bukan tipe orang nekat dan lebih sering menimbang-nimbang risiko (so, makanya saya nggak maju-maju he..he..). Nekat kali ini saya ingin soroti pada sekumpulan orang pemudik, tentu saja yang memakai sepeda motor. Kita semua tahu bahwa sepeda motor bukan dicreate untuk menempuh jarak ratusan atau ribuan kilometer. Dan saat ini, mudik dengan motor menjadi trend! Eiiittt…..wait..wait…trend apa kepepet ya?

Kalau disuruh pilih, mudik naik pesawat apa motor? Yup, orang normal akan menjawab naik pesawat. But you know lah, pesawat tidak murah, kalau murah pasti hampir semua mudikers pilih pesawat. Cepat dan nggak tua di Jalan. (Kecuali yang phobia ketinggian) Terus mengapa masih ada yang pakai Motor? Mari kita coba bahas bareng-bareng.

Berikut ini alasan-alasan seseorang memilih moda transportasi motor, rasionalisasi dan sanggahan (versi Aku sendiri).
1. Bergengsi
Rasionalnya : Kerja di kota akhirnya punya motor, gengsi dikit lah. Boleh dong pamer dikit-dikit sama mantan pacar di kampung, kenapa nggak milih gua dulu, sekarang gua dah punya motor.
Sanggahan : Nggak juga, sekarang modal KTP udah bisa dapat motor baru, kayak kacang goreng! Habis mudik ya balikin lagi ke dealernya nggak kena debt collector, aman!
2. Jantan
Rasionalisasi :Naik motor jarak jauh laksana valentino Rossi, gagah dan keren abis
Sanggahan : Emang mau ikut motor GP, boro-boro! Macet cing di jalan, ngebut benjut lah, diteriakin orang seindonesia raya.
3. Cepat
Rasionalisasi : Bisa mlipir sana, mlipir sini, langsung tancap gas..berrrrrrrrrmmm
Sanggahan : Iya kalau nggak macet, you know kan kalau macetnya kayak ular antri tabung gas elpiji 3 kiloaan, panjang dan lama…….
4. Murah
Rasionalisasi : Ngirit, hemat, bijaksana, modal 50-100 ribu bisa nyampai jawa timur (dari Jakarta) dan ngangkut 4 orang (Pake, mboke, si genduk, lan si gendon), ngirit pulang pergi maksimal 200 ribu buat bensin doang. Kalau naik Bis, bisa 1 jutaan bolak-balik buat bis doang. Naik kereta empet-empetan, naik pesawat nggak kuat bayarnya, naik mobil harus carter lebih mahal, mau ikut mudik gratis males soale ntar di kampong nggak bisa anjangsana kemana-mana, harus pakai ojek harus keluar biaya lagi, naik sepeda onthel nggak rasional babar blas, naik truk ntar dikira sapi ama kebo (buat yang hiperpigmentasi), naik mobil pick up pakai terpal takut item dan mateng kepanasan, numpang mobil teman udah nggak muat, naik becak dari Jakarta sudah nggak ada becak dijakarta lagian kasian yang genjot, naik bemo takut ngadat di jalan plus berisik, naik kereta eksekutif baru dibuka langsung ludes tiketnya lagian mahal ekonomi, naik kapal laut kok rumahnya digunung pucuk, naik gethek bisa 2 bulan nyampai rumah (lagian) jalan kaki ntar dikira stress yang paling rasional adalah ya naik motor! Full Stop!
Sanggahan : Babahno! Ntar kalau dilarang dikira melanggar HAM. Masalahnya, kebangeten nekatnya!! Mudik bawa motor, bonceng bayi yang lagi ASI Ekslusif juga dilakoni asalkan nyampai kampung. Risiko tidak sepadan dengan ongkos yang dibelanjakan. Sepanjang jalan Jakarta-Jawa Timur, saya sampai nggak tega lihat fenomena anak bayi, batita dibawa tour de java! Tega orang tuanya, dengan alasan kapan lagi kalau nggak moment lebaran. Mangan ra mangan asal kumpul, iyo sich but ya nggak segitunya sampai too risky banget. Udah banyak fenomena bayi akhirnya meninggal akibat tersedak ketika disusui ataupun kebekep akibat orang tuanya yang over wrapping. Persis kayak lemper yang dibungkus berlapis-lapis! Bukannya anget tuh bayi, malah sianosis (+).

Dari alasan-alasan di atas, kayaknya alasan yang terakhir yang memotivasi mudikers untuk jadi sang nekat buta ekstrim! Nyawa cing taruhannya. Niatnya baik silaturahmi but ya nggak harus nekat-nekat banget gitulah. Ingat, kalau dah jatuh ke aspal bukan hanya hemat 200 ribu bahkan bisa hemat selamanya lho, soalnya tinggal dikubur dan habis itu nggak perlu uang lagi, nggak ada yang jualan di alam kubur. Wallahualam.

The Power Of Silaturahmi




Bersyukurlah bagi Anda yang masih memiliki keluarga lengkap, dan lebih bersyukurlah Anda bagi yang memiliki kampung halaman. Tidak semua orang beruntung seperti Anda, dimana Anda masih memiliki keluarga lengkap dan kampung halaman yang senantiasa menyimpan beribu kenangan masa kecil yang penuh cerita dan senantiasa memanggil sang perantau untuk kembali kepada realita bahwa kampung tersebut menjadi saksi perjalanan hidup sang perantau, dari lahir hingga ia harus meninggalkan kampungnya.

Memiliki keluarga lengkap adalah sebuah anugerah, setiap cinta dan pengorbanan kita dapat kita tambatkan pada keluarga, kerabat yang ada yang masih setia menemani hidup kita entah sampai kapan. Keluarga memang terbukti sebagai perhiasan yang indah. Selain keluarga adalah sahabat. Bahkan sahabat akan bisa lebih bisa menjadi keluarga dari keluarga terdekat sekalipun. Sahabat bisa membawa kita kepada kebaikan ataupun sebaliknya, oleh karena itu disarankan agar kita senantiasa berhati-hati dalam memilih sahabat.

Silaturahmi bagi umat muslim sangat dianjurkan dan memutus tali silaturahmi sangat tidak dianjurkan. Dengan silaturahmi banyak sekali hal-hal positif yang bisa diambil, langsung maupun tidak langsung. Moment-moment silaturahmi dapat dicari dan diciptakan. Moment yang senantiasa hadir setiap tahunnya dan sangat worth it sekali adalah moment lebaran. Di waktu lebaran lebih mudah menyatukan keluarga untuk bersama-sama melakukan dan menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus karena kesibukan-kesibukan dan rutinitas-rutinitas yang menyita sebagian waktu kita dan menjauhkan kita pada keluarga, sahabat dan kerabat.

Selain lebaran, ada moment yang bisa dicreate untuk memperkuat tali silaturahmi. Moment tersebut adalah Reuni. Reuni bisa menjadi moment yang menarik bagi sebagian besar orang, karena di moment tersebut akan nampak hasil perjalanan dan proses hidup seseorang setelah lulus dari sebuah institusi pendidikan, lembaga, ataupun organisasi tertrentu. Tidak semua proses berujung manis, benar kiranya bahwa roda senantiasa berputar. Seseorang yang ketiban sampur mengikuti roda berputar ke bawah tentu harus menikmati kehidupannya yang menurut kacamata umum belum sampai tahap kesuksesan.

Selain itu Reuni juga bisa menjadi ajang pamer bagi sebagian orang. Belum bisa dinafikan bahwa tolak ukur kesuksesan seseorang masih pada harta benda dan hal-hal yang bersifat fisik dan materialistis. Ada kalanya ajang yang seharusnya menjadi penyambung kenangan yang berserak akhirnya menjadi ajang fashion show, motor GP, show room mobil dadakan, public display affection (memamerkan kemesraan di depan publik), atau bahkan counter HP berjalan. Disamping itu manfaat reuni sebenarnya sangat hebatnya, dimana peserta bisa menjalin networking sehingga bisnis dapat semakin berkembang, mencari mitra kerja, atau bahkan ketemu jodoh dalam rangka Cinta Lama Bersemi Kembali atau cinta yang muncul setelah beranjak tua. Setelah tahu si Polan ternyata tampil berwibawa setelah 10 tahun nggak ketemu, wiii..bawa mobil…wiii..bawa Ipod….wiii..bawa Laptop, wii..bawa kalung gelang cincin emas he..he..he…

Apapun motifnya , menurut analisis dan logika saya silaturahmi memiliki kekuatan yang besar untuk membuka pintu rejeki, membuka sejarah yang sempat tertahan, memperluas pergaulan dan mendewasakan diri bagi yang mau melihat, mengamati fenomena kehidupan yang terus berputar. Jangan ragu untuk silaturahmi, mumpung masih ada umur, mumpung masih ada waktu, mumpung kita belum pergi atau orang yang kita cintai pergi selama-lamanya, so mari silaturahmi...

Homeward




Hidup merantau bagi sebagian besar orang adalah pilihan hidup. Tinggal jauh dari kampung halaman untuk berkarya,mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Bukan berarti tak cinta kampung halaman hingga membuat seseorang lebih memilih hidup merantau, banyak latar belakang, alasan, logika, yang akan mengantarkan seseorang untuk hidup dan makaryo di perantauan, dalam maupun di luar negeri.
Tidak semua orang suka di zona nyaman kehidupannya. Sebagian orang lebih memilih keluar dari zona kenyamanan hidupnya dan memilih menantang risiko kehidupan yang unpredictable. Sukses adalah tujuannya, walaupun parameternya bagi setiap orang tentunya beragam. Ketika sukses sudah digenggaman, adalah sebuah kekuatan pendorong yang akan membuat seseorang lebih bertekad pulang untuk mengabarkan ataupun berbagi kebahagian dalam wadah silaturahmi dengan handai taulan, keluarga dan untuk mengumpulkan kembali memori yang sempat terserak.
Bagi aku, selagi masih ada ruh dalam raga mengapa tidak kita manfaatkan waktu untuk menikmati keindahan keluarga dalam ibadah silaturahmi. Kita memang tidak akan tahu apa yang akan terjadi kedepan, bahkan 1 atau 2 menit lagi. Manfaatkan momen untuk menambah cerita tentang kisah hidup yang fana di dunia. Memang sedikit melankolis, but itu memang nyata. Kita nggak akan pernah bisa memanggil kembali momen yang terlewat untuk berkumpul dengan keluarga, karena kita tidak bisa berkompromi dengan maut.
Pulang, berkumpul, berbahagia, bercerita, bahkan bersedih adalah warna dalam sebuah rangkaian perjalanan pulang. Sebagian orang bisa menjadikan pulang untuk ajang meningkatkan mutu dan gengsi dan sebagian orang rela untuk menunjukkan jati dirinya atau proses yang belum usai di perantauan. Apapun motif Anda, keinginan Anda, mari kita pulang bergembira berkumpul dengan orang-orang yang mencintai kita dan kita cintai.

Senin, 27 Juni 2011

Sebuah Loyalitas


Menjadi orang gajian, adalah sebuah cara yang paling mudah untuk mapan. Bagaimana tidak mapan, setiap bulan tinggal nunggu akhir bulan dan rekening kemudian terisi sejumlah nominal yang sudah menjadi kesepakatan di awal.
Menjadi pegawai, memang sebuah cita-cita umum rakyat Indonesia raya. Cobalah review ketika usia sekolah dulu, ketika ditanya apa cita-cita anda. Jawaban generik alias umum banget alias pasaran antara lain : Pak Dokter, Pak Tentara, Bu Guru, Pak Pilot, Tukang Insinyur dll. Dan sebagian besar jawabannya memang mencerminkan sebuah jiwa ngawulo alias mengabdi alias pegawai. Jarang banget ada orang tua yang membisikkan anak-anaknya untuk menjadi enterpreuner sukses, wiraswata mandiri dan sejenisnya. Kenapa menjadi entrepeuner kurang diminati, karena kerja wiraswasta memiliki risiko tinggi jatuh, tidak mapan, dan masyarakat jadul masih berasumsi bahwa kerja itu harus ke kantor, jadi PNS, pergi pagi pulang siang, jam 10 jalan-jalan ke pasar no problem lah, kan PNS alias pegawai negeri santai.
Menjadi pegawai memang butuh sebuah loyalitas. Loyalitas seperi apa yang harus dipersembahkan untuk perusahaan. 4,5 tahun aku jadi pegawai, tidak ada salahnya apabila sedikit bertestimoni. Orang bilang aku terlalu loyal terhadap perusahaan. Menghabiskan banyak waktu hanya untuk menyelesaikan kerjaan di luar jam kerja, tanpa overtime dan tanpa santunan apapun. Perusahaanku dulu, berpesan melalui kaki tangannya, kalau kamu terlambat kerja tidak boleh 1 menitpun, akan tetapi apabila pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaan anggaplah sebuah loyalitas! Glodak, darimana itu datangnya aturan keblinger itu?? Dari hongkong agak minggir got sedikit kali ya?
Ada yang lebih ekstrem lagi (kalau ngambil contoh agak lebai dikit) cerita temanku ketika mengantarkan pasien dengan ambulance ke luar kota,memakan waktu 6 jam pergi pulang, di luar jam dines. Ketika akhir bulan, setelah selidik punya selidik ternyata overtimenya Cuma masuk ½ nya. Konfirmasi ke HRD, katanya sih lemburnya Cuma dihitung 3 jam serta 3 jam lagi waktu pulang tidak dihitung, HRD malah menyarankan agar temenku tadi tidur di ambulance, sehingga tidak terasa tiba-tiba sudah nongol di Rumah Sakit lagi, so RS nggak perlu membayar, Yailahh!! Kebangeten cethilnya! (Cethil=Bakhil=Kikir=Pelit=Mbati=Stingy), nenek-nenek keselek metromini saja tahu, kalau tidur diambulance itu bukannya lelap malah bisa-bisa konsul ke dokter saraf karena pusingnya nggak ilang-ilang. Fenomena aneh, lucu, wagu dan nggilatun.
Dari contoh di atas, bukannya si pegawai jadi loyal malahan muncul komunitas sakit hati, mungkin sampai mati sakit hatinya, sakittttttt! Toh lembur 6 jam paling juga 60 ribuan plus uang makan, total-totalnya seratus ribu nggak lebih. Si HRD berusaha menunjukkan loyalitas kepada atasannya supaya si kapitalis tambah kaya, dia berhasil menghemat 30 ribuan. Hebat! Maksudnya hebat cari mukanya..wkwwkwkwkw…..
Loyalitas kebablasan juga pernah aku lakukan pula, maklum masih blo on..blo onnya, awal kerja jadi nggak terlalu mikir uang. Aktualisasi diri yang prioritas. Waktu turun dinas malam, Si Bos masih sempet-sempetnya menelepon (tega!) agar aku datang ke ke tempat kerja dan mengerjakan tugas si bos. Lagi-lagi aku ikhlas melakukan, dengan harapan penilaian berjalan dan pas reimunerasi dapat gedhe, gedhe lapang dadanya..he..he…he.., kalau kerja di manajemen tiiiitttt asli , ya siap-siaplah untuk menang, menangis maksudku…
Loyalitas kebangeten juga dicontohkan sama sohibku yang rela bela-belain datang jam 2 pagi untuk persiapan operasi cito (ngawulo) dan kelar jam 5. Pulang ke kost dan jam 7 berangkat kerja lagi, dan hebatnya tidak dibayar!!! Heubatttttt 4 tumbs up, plus jempol kaki! Dan itu sering terjadi lagi! Es Mo Si aku! Maklum sohibku lagi ghiroh..ghirohnya menjalani profesinya waktu itu, mau buat perubahan lebih baik, katanya sih kalau bukan kita siapa lagi? Ya orang lain Dul, orang lain aja nggak peduli kalau kita kelaparan, emang kerja soksial ? Jadi lilin melebur siang-siang, ntar dulu deh. Mending jadi petromak aja, bisa meledak sewaktu-waktu.
Loyalitas selanjutnya diperankan oleh sohibku yang lain, sebut saja si fulan. Si Fulan ini sungguh benar-benar loyal nggak ketulungan sama perusahaan. Ditambah dengan sifatnya yang gemar tampil alias banci tampil jadilah sebuah sinergi loyalitas yang maha dahsyat! Alih..alih mikir trip sama keluarga, having fun, si fulan pilih masuk kerja hanya untuk nggantiin tugas orang di waktu liburnya. Rapat ini, rapat itu, training ini, training itu dan hebatnya lagi, udah diminta jadi trainer sukarela pada pagi hari, malamnya disuruh dines lagi, wuihhhh apa nggak tellllerrrr itu! Belum lagi mau naik malam ke dua, si fulan paginya kerja bakti lagi dan malamnya harus kerja lagi, ckckck…..robot atau orang. Dan hebatnya si Fulan, dia kuat nggak tidur hampir dua malam, cuma tidur satu atau dua jam. Waktu lepas dinas pun kadang masih sempat-sempatnya pulang sore, ada training lagi buat anak baru lah, sosialisasi alat, sosialisai SOP, rapat departemen, pokoknya loyalilitas sampai mampus! Hebat, si Fulan sudah mengikrarkan diri setia sampai mati sama perusahaan. Saluttttt….
Aku pegawai PMA dengan jabatan kroco. Datang paling pagi dan pulang hampir paling akhir, semua heran melihat kerajinanku yang kebablasan. Loyalitas yang sempurna (ungkapanku sendiri). Bukan cari muka atau mau menaikkan mutu ceritanya. Temanku berpesan sebelum dia keluar dari perusahaan : “Jangan terlalu loyal sama perusahaan, karena perusahaan tidak akan pernah loyal pada kamu.” Pikir-pikir sangat masuk akal, dimana banyak orang yang hilang setelah habis manisnya, sang ampas tinggal dibuang ke bantar gebang. Ibarat tebu, habis manisnya kalau ampasnya ditelah pasti bikin sakit tenggorokan. Perusahaan berdalih bahwa banyak yang antri di luaran sana, iya sich, antri Busway di dukuh atas hingga 1 km kayak ular naga panjangnya.
Pledoi nih, aku datang pagi pulang malem karena 1 alasan yang aku sangat benci dan malas bertemu dengan makhluk ini, apa itu coba? Yups…itulah kemacetan di Jakarta. Bikin sengsara lahir batin, rugi tangible maupun intangible. Siapa yang mau pulang jam 5 tet but nyampai kost malam juga, mending nyantai di kantor biar dikira loyal, cari muka soalnya mukanya dah luntur dan jatuh kemana nggak tahu he..he..he..peace!
Menurutku, loyal sah-sah saja, perusahaan yang memberi makan masak sih kita mau durhaka banget-banget, kalau durhaka bolehlah asal sudah kepepet, wkwkwkw…Yang penting take and give lah, seimbang, kerja ya kerja, kalau liburan ya liburan, mau renang sampai kelelep boleh saja tanpa mikir kerjaan, mau karaoke sampai bodo juga sah-sah saja asalkan kerjaan udah kelar. Solutif kan! Udah resiko jadi pegawai Pak ,Bu, pake, mboke, Pak De, Bu De, tante, om, nyak, babe, oma opa, tulang dsb……..kalau mau benar-benar praktek loyal, bikinlah usaha sendiri. Beres…tul nggak..

Menunda

Ah, masih ada hari esok…
Nyantai dulu ah, capek habis pulang kerja
Ntar aja teleponnya, toh nggak penting-penting banget
Ntar malem aja bikin slidenya, saatnya bersepeda
Setrika, minggu malem saja sambil nonton Mario teguh, sekarang mendingan bobok siang…
===============================================================================

He..he..he..kalimat-kalimat di atas adalah segudang alasan untuk dapat mewujudkan sebuah PENUNDAAN. Kalau dikatakan malas, bisa ya, bisa juga tidak. Tergantung konteksnya (excuse)! Apalagi kalau tergantung mood. Menswitch mood, nggak gampang banget alias susah.
So, apakah keuntungan dari menunda itu ? Logika saya mengatakan dengan menunda bukan akan memperingan kerjaan kita akan tetapi malah menumpuk di belakang hari.
Alasan apa yang membuat seseorang menunda ? Logikanya dengan menunda saat ini pekerjaan tersebut tidak akan hilang kecuali kita limpahkan ke orang lain. Kalau kita single fighter, itu mah sami mawon. Sekarang atau lima puluh tahun lagi tetep harus dikerjakan. Balik ke alasan penundaan, menurut aku pribadi alasan generik yang sering dipakai adalah capek dan malas. Sudah menjadi kehendak alam kalau capek dan malas menjadi pemaaf yang paling ampuh bagi si penunda, termasuk yang sedang nulis.
Bagaimanapun, memang kita harus melawan namanya keengganan. Penyakit kronik yang sudah mendarah daging dan memasuki setiap sel tubuh. Perlu diremove dan dieksresikan dari tubuh supaya tidak menjadi sifat turunan, ih amit-amit. Seandainya ada obat yang mampu mengusir yang namanya keengganan yang berakibat pada penundaan, sungguh sebuah anugerah.
Menurut Mario teguh, bahwa malas selalu diikuti dengan yang namanya Mengantuk! Biasanya orang memilih untuk tiarap sambil memejamkan mata alias bobok daripada mengerjakan kerjaannya yang belum kelar. Duh, ngomong memang gampang sih, saat ini saja aku lagi menunda untuk seterika baju! Omdo, alias omong doang he..he..he, minimal aku mengingatkan diri sendiri dan syukur-syukur bisa membawa inspirasi yang tiada berkesudahan (ngimpi dot com).
Anyway, yang biasa ngebluk tiada usai, numpuk cucian hingga asem, pakai gelas dispossible, bagi yang sering disindir bos akibat kerjaan nggak kelar, nggak zakat karena berharap esok ada rejeki untuk berzakat dan sekarang tunda dulu kebajikannya, lho! Yo wis, semoga bisa melenyapkan virus malas yang menyebabkan penundaan. Kalau niat nunda, moga alasannya syar’i, bukan karena yang lain.
Tips : Kalau lagi pingin nunda sesuatu, ingatlah sekarang atau besok sama saja, sama-sama kerja juga, kenapa nggak sekarang saja, besok tinggal renang, bersepeda, nonton, jalan de..el..el..

Kamis, 23 Juni 2011

Kerusakan Jiwa


Hidup memang selalu tidak bisa diprediksi. Bahwa perjalanan waktu telah menghantarkan setiap jiwa menjadi lebih tua dan sebagian mampu menghantarkan jiwa menjadi lebih bijaksana. Ada yang hanya memperoleh pengalaman yang berulang, dan ada yang mampu mendapatkan pembelajaran, atau bahkan hanya mendapatkan kerusakan jiwa.

Kerusakan jiwa, sebuah frasa yang sungguh tidak enak dan tidak nyaman untuk disebut. Bahwasanya pada dasarnya setiap jiwa adalah jiwa yang baik yang cenderung akan berperilaku baik, yang memiliki hasrat untuk berlaku jujur dengan taraf yang berbeda.

Yang aku tanya pada diri saya saat ini adalah, apakah sudah ada tanda kerusakan jiwa pada diri ini. Sekarang mari kita perhatikan tanda-tanda berikut ini :
1. Apakah kau merasa kehilangan harapan baik ?
2. Apakah imanmu dalam titik terendah
3. Apakah kau selalu mengupgrade ilmu dan wawasanmu ?
4. Apakah kau merasa hidupmu sungguh miskin ?
5. Apakah kau merasa ada yang salah dengan prasangkamu?
6. Apakah kau merasa yang terhebat ?

Dari pertanyaan di atas, apakah ada yang pantas untuk saya jawab dengan YA? Semakin banyak jawaban tersebut, logika saya mengatakan bahwa saya sudah mengalami kerusakan jiwa, menuju lemah jiwa dan menjadi pecundang bagi diri dan lingkungan.

Bagaimanakah ciri jiwa yang baik ? Berbahagialah apabila kita cenderung menyukai keindahan, menyukai akan kebenaran dan tentu saja menyukai kebenaran. Semoga kerusakan jiwa kita dapat segera kita perbaiki, pelan, pasti dan semoga menjadi sebuah kekuatan kita untuk melangkah dengan optimis.

Rabu, 22 Juni 2011

Kring..kring..go wes..go wes..



Bersepeda merupakan sebuah aktivitas ringan, murah dan menyenangkan. Aku menjadi penggemar olahraga bersepeda karena terinspirasi dari berbagai aktivitas teman sejawat yang sangat menikmati olahraga tersebut.

Bersepeda bagi saya adalah sebuah rekreasi yang menyenangkan. Kegemaran itu telah tumbuh semenjak aku beranjak tua, you know lah semakin tua otomatis semakin rentan terhadap namanya penyakit. Dengan tipe badan yang gampang banget sekali melar laksana balon, minum air putih saja jadi lemak, so mau tidak mau aku harus extra effort untuk bisa tampil lebih oke, daripada harus mengulang episode lama dengan tubuh berbalut buntelan lemak hingga 100 kg lebih, amit-amit.

Menengok sedikit ke masa lampau, dimana dibandingkan dengan teman sebayaku yang lain, aku baru bisa menggenjot sepeda setipe federal pada usia 10 tahun. memang dasarnya penakut dan takut tergores (masalahnya belum ada anti gores pada waktu itu). Jadilah aku makhluk aneh, si gendut yang penakut, sedangkan adikku saja udah mahir naik sepeda duluan dari pada aku. Slow learner banget.

Menghabiskan masa kecil di kaki gunung menjadikan tidak begitu leluasa dalam menggunakan sepeda, dengan permukaan tanah yang miring menjadikan karet rem mudah habis. Betapa beruntungnya orang-orang yang tinggal di kota-kota dengan jalan datar, misalnya di Sragen, Solo, Jakarta, Surabaya dan sekitarnya. Bisa bersepeda dengan nyaman tanpa takut akan rem blong dan nyungsep karena jalan turunan tajam. Di Jakarta bersepeda hanya terasa nyaman apabila dilakukan weekend, dimana mobil-mobil pada ngandang atawa dibawa ke luar kota sehingga jalanan jadi sepi, but itu cuma pagi doang agak siangan sedikit sudah semrawut lagi. Fiuh.

Prinsip olahraga rekreasi tetap menjadi kesukaanku hingga detik ini. Mau diajak kemanapun oke-oke saja asalkan kalau bisa ada unsur olahraganya. Kalau diajak ke pantai ya harus ada renangnya, atau snorklingnya. kalau diajak jalan-jalan ya kudu mesti ada capeknya, kalau mau diajak ke kebun binatang ya mesti bawa sepeda or lari sekalian, ke taman mini ayo saja asal pakai sepeda. Kalau tidak berkeringat tidak afdol rasanya.

Impian akan adanya jalur sepeda sungguh sebuah harapan akan hadirnya kota tanpa semarawut kendaraan bermotor, tanpa hingar bingar klakson, tanpa melihat fenomena serobot dan slonong boy para pengendara kendaraan bermotor. Seandainya ada sebuah kota dimana semua mobil harus diparkir di sebuah lapangan parkir khusus dan semua orang memasuki kota harus menggunaakan becak, sepeda, or bahkan jalan kaki. Betapa menyenangkan, bebas polusi, bebas kemacetan dan semuanya sungguh Cuma khayalan…^=^, ayo bersepeda!






Kamis, 16 Juni 2011

SGPC



Bicara mengenai makanan, apalagi makanan tradisonal adalah sebuah hal yang menarik untuk saya. Salah satunya adalah PECEL alis SGPC (Sego Pecel). Makanan tradisional yang rasanya selangit kalau bumbu pecelnya pas di lidah (berdasarkan standar masing-masing). Teman-teman kantor banyak yang tahu bahwa saya maniak yang namanya PECEL. Bahkan ada yang menyebut saya orang udik dengan selera rendahan sekelas PECEL.
Hampir setiap pagi, saya berhenti di depan warung pecel langganan saya di Jakarta Selatan untuk sekedar membungkus PECEL. Jakarta yang terkenal dengan nasi uduknya tidak membuat saya lantas berpaling dari namanya PECEL. Ketika sedang makan di Pantry Kantor teman-teman sudah pada maklum kalau saya sedang menikmati PECEL, dan hampir setiap hari saya makan PECEL. Sampai di luar kota pun, yang saya cari biasanya adalah makanan khas daerah tersebut dan lagi-lagi PECEL he..he.he..dasar PECELHOLIC.
Alasan-alasan yang membuat saya setia sama PECEL dimanapun saya berada adalah…
1. Murah meriah
2. Sehat karena kaya serat
3. Bumbunya yang pedas manis
4. Sudah tradisi (Sejak kecil maniak Pecel Bakwan)
5. Merakyat
Apapun ucapan orang mengenai selera saya yang dianggap kampungan, akan tetapi hal itu kembali pada ungkapan Selera tidak dapat diperdebatkan. Buatku Pecel memang lebih nikmat dari namanya sea food, pizza, KFC, Japanes Food, apalagi Mie Instan (Keseret abis).
Dengan selera yang tidak neko-neko, maka akan memudahkan calon istriku kelak. Tidak perlu repot-repot dalam urusan makan, asal ada sayur, tempe, tahu dan telor dadar sudah menjadi menu yang paling nikmat, satu lagi SGPC akan lebih nikmat apabila ditambah sambel tumpang, wuihhh….rasanya spektakular…








Rabu, 09 Maret 2011

Seandainya Waktu Bisa Diperjualbelikan...

Aku tidak habis pikir, mengapa waktu berlalu begitu cepatnya. Seakan semuanya berlalu tanpa kesan dan meninggalkan jejak yang jelas. Detik demi detik berjalan seolah tidak ada kesan satupun yang tertinggal.
Menjalani amanah yang semakin hari semakin kompleks menuntut siapapun untuk selalu melakukan manajemen waktu dengan baik. Alhasil, waktu terasa begitu berharga, ada keinginan-keinginan yang harus dikorbankan demi kepentingan lain yang lebih penting.
Hidup di Jakarta dengan segala rutinitasnya berisiko membuat hidup menjadi hambar dan monoton. Mengurai kemacetan hari demi hari, berjuang melawan stress dan polusi serta seabrek permasalahan ibukota lainnya adalah fenomena hidup di metropolitan Indonesia. Hidup di Ibukota ibarat makan buah simalakama. Di satu sisi memiliki peluang besar untuk karier dan di satu sisi lainnya rentan membuat sel-sel tubuh kita menjadi tua dan rapuh.
Waktu memang berharga, banyak orang yang menjadi master dalam manajemen waktu dan banyak orang yang menghindar terhadap waktu. Ia membiarkannya berlalu, pikirnya toh waktu tidak harus beli. Semua orang memiliki modal yang sama, semuanya sama 24 jam tanpa ada yang dikurangi sedikitpun. Modal yang sama tapi kenapa hasilnya berbeda dalam menyikapi waktu? You know lah….
Menjadi orang yang bisa menaklukkan waktu memang tidak gampang. Banyak faktor yang menyeret kita untuk menjauh dari kisaran waktu, sehingga kita enjoy menjadi orang yang bergelar sang obral waktu..he..he…agak maksa istilahnya. Sedangkan Tuhan sudah menjelaskan dalam kitabnya bahwa demi masa sesungguhnya manusia dalam kerugian. Ya, itulah fenomenanya. Lihatlah sekeliling kita, dikala sebagian orang bekerja keras banting tulang dan sebagian lagi berleyeh-leyeh mengangkat kaki mengobrol ngalor ngidul nggak karuan. Membunuh waktu istilahnya…pheww….
Seandainya waktu bisa di save dan dikomersilkan, tentu waktu luang kita bisa ditabung dan kemudian pas ada moment kita mengalami deficit waktu, maka waktu bisa kita unduh. Ngarep banget kan? Anyway, waktu akan terus berjalan, cuma bijaksana dalam memanfaatkan waktu . Hal itulah yang akan menolong kita hidup lebih baik dan terarah. Usia memang tidak panjang, mari kita berdoa semoga waktu tidak membawa kita hanya menjadi lebih tua dan hanya mengantarkan pada pengalaman yang berulang.

Rabu, 22 Desember 2010

Tulislah



Pernah dengar rangkaian kalimat berikut,“ Tulis yang dikerjakan, kerjakan yang ditulis dan bisa dibuktikan.“ Bagi yang sudah sering gabung dalam pokja akreditasi pasti sudah familiar dengan ungkapan tersebut. Dalam akreditasi KARS, ISO maupun JCI, semuanya memang memiliki esensi yang hampir sama, semua harus tercatat dan terbukti dan bisa dipertanggungjawabkan dengan kadarnya masing-masing.

Dalam hidup kita sehari-hari, kadang kita melupakan hal-hal sederhana dengan menulis apa yang sudah kita lakukan dan menulis apa yang akan kita kerjakan. Sebagian dari kita memang lebih menyukai filosofi hidup kayak air. Biarkan hidup mengalir bak air, alias tanpa perencanaan dan dokumentasi.

Banyak pengalaman yang mengajarkan kepada kita tentang pentingnya perencanaan yang salah satunya dengan membuat konsep secara tertulis, melakukan dokumentasi dan report dalam bentuk tulisan, mengapa harus dalam bentuk tulisan? Kenapa tidak lisan saja lebih paperles? He..he..sekarang memang bukan saatnya ngomongin green peace lho!

Tulisan memang lebih everlasting, dokumentasi bisa melindungi kita dari tuduhan dan permasalahan sepele yang berlarut-larut tetapi karena tidak ada evidence akhirnya memanjang kesana kemari. Hal itu tidak akan terjadi seandainya kita rajin dalam menulis, merencanakan dan mendokumentasikan. Bukankah zaman prasejarah diakhiri karena ada unsur tulisan yang membuka mata manusia tentang sejarah yang akhirnya membelajarkan kita.

Mari menulis, dari yang sekecil-kecilnya, mari susun dokumentasi dan arsipkan segala hal yang kita anggap penting. Dengan itu semoga hidup kita lebih terprogram dan semua dapat berjalan sesuai dengan kehendak kita. Semoga kita tidak akan menyesal. Dengan menulis akan mengasah kognitif kita dan aku menyebutnya sebagai salah satu metode “On Going Learning”, belajar berkelanjutan.

Selasa, 21 Desember 2010

Bumi Raflesia


Sebuah kesempatan memang jarang datang dua kali, sebuah rencana memang hanya akan menjadi rencana kalau kita tidak bertekad untuk mewujudkannya. Rencana panjang sejak 1 tahun yang lalu ketika masih di tempat kerjaku yang lama, dimana sohibku yang asli Bengkulu mengajakku untuk bertandang ke tanah tumpah darahnya di Bengkulu. Sebuah tawaran yang menarik, menarik karena ada alasan-alasannya antara lain:

1. Aku memang lagi hobi traveling
2. Aku memang belum pernah ke bengkulu
3. Temanku pulang akhir tahun bertepatan dengan festival Tabot (What is it?)
4. Aku pingin lihat Bunga Raflesia yang katanya di temukan di Bengkulu
5. Pas ada yang ngundang, itung-itung hemat akomodasi hotel
6. Bisa mempelajari kearifan lokal
7. Refreshing


Rencana 1 tahun yang lalu ini hampir kandas dengan berbagai distraksi-sidtraksi yang cukup rumit, apalagi menyangkut lobi-lobi dengan bos (belum dapat cuti soale), finansial dan acara keluarga yang ujung-ujungnya muncul dalam agenda travelingku. Yo wis lah, Bismillahhirrahmaniirahim. Satu demi satu benang kusut masalah sedikit demi sedikit terurai, akhirnya terpecahkan masalah-masalah tersebut, walaupun ada konsekuensi-konsekuensi yang musti aku tanggung, salah satunya kena omelan Bos gara-gara aku sering minta ijin cabut, sabar aja deh.

Perjuangan dan doaku ternyata tidak sia-sia, 4 hari lumayanlah buat melepas penat dengan traveling di kota kelahiran Ibu Fatmawati Sukarno ini. Peliknya masalah tidak Cuma sampai planning dan organizing saja ternyata, di actuating begitu banyak masalah yang muncul antara lain proses keberangkatan yang terbilang super nyebelin. Penerbangan paling ribet yang pernah kulakukan. Maklum, biaya sendiri so aku tidak pilih naik garuda. Kujatuhkan pilihan pada pesawat lain yang relatif miring walaupun maskapai penerbangan yang aku pilih tersebut terkenal dengan sebutan "Si Ratu Delay". Sering delay katanya karena kebanyakan rute. Itu mah risiko, kalau kebanyakan rute tapi sering mendelay jadwal terbang? Mendingan rutenya nggak usah bayak-banyak kaleee... Ya udahlah biarin saja, ada pemikirnya kok. Kenapa aku yang repot ya? Toh, kalau gelar Ratu Delaynya nggak hilang-hilang, pasti lama-lama konsumen pada ogah. Cari yang lain untuk terbang, harganya juga nggak jauh beda kok.

Rencana Boarding jam 17.05, dari kantor di daerah Kuningan sudah standby 2 jam sebelumnya, minta ijin sama bos pulang lebih awal. Di Tollpun sudah disambut dengan padat merayap akibat hujan deras yang turun tiba-tiba. Karena dengan semangat 45 aku lupa bahwa tas ranselku terlalu berat dan akhirnya terjadilah tragedy muscle spasme akut. Duh biyung sakitnya pinggang dan punggungku. Berharap seiring berjalannya waktu nyeri otot akan hilang. On fact malah sebaliknya, nyeri bertambah dari menit ke menit hingga ke jam. Nyeri senut-senut kalau dibuat bergerak lebih terasa nyeri, kalau cemberut terasa sakit, apalagi tertawa tambah sakit lagi. Dengan kondisi muscle spasme akut ditambah dengan pesawatnya delay kagak jelasa, Glodak! Pingin nangis kok sudah tua, pingin ketawa dikira orang Edrun Edrun =edan= gila= sinting = crazy), diam saja nanti dikira afek datar, salah tingkah pokoknya. Apalagi tragedy delay mendelay serasa kompak dalam satu maskapai tersebut. Dari penerbangan yang ke Pontianak, ke Padang, Ke Bengkulu semuanya delay, kompak abis! Kebayang, terminal B4 di Bandara Soetta laksana pasar tumpah dengan berbagai macam tipe manusia, multi ras, multi etnis dan multi logat bahasa pula. Persis kayak terminal Bis antarkota. Beragam ekspresi manusia nampak di situ. Posisi berdiriku pas di depan loket terakhir ruang boarding sehingga bisa dengan jelas mengamati ekspresi-ekspresi lucu manusia ketika jengkel menunggu, dari yang afek datar, garang, sok berpendidikan, sopan, nggak sabaran, uring-uringan, merasa punya duit (ciri khas Indonesia), minta kompensasi dll. Ternyata lucu juga ya mengamati tingkah laku orang-orang itu.

3 Jam lebih pesawat delay tanpa kejelasan, ternyata masalah cuaca yang dijadikan alasan delay yang berkepanjangan. Awalnya masalah teknis pesawat. Pesawatnya yang ke Bengkulu sedang diperbaiki sebelum terbang, busyet! Betulin pesawat sebelum dipakai terbang, nggak salah tuh? Emang nggak stok pesawat lain ya? Apa nggak ada hari lain untuk memperbaiki pesawat? Bikin spot jantung! Seandainya kalau bikin alasan mbok ya yang profesonal dikit, masak alasannya pesawat lagi dibenerin. Lagi-lagi aku cuma bisa ketawa menertawakan diri sendiri walaupun kalau dibuat ketawa badan ini sakit semua. Dasar tas ransel sialan, bikin punggung dan pingang sakit, nggak safety!

Akhirnya setelah 4,5 jam menunggu pesawat boarding juga. Hampir saja dicancel penerbangannya karena ada info dari penumpang lain bahwa kalau lebih dari jam 09.00 malam pesawat di Bengkulu dilarang landing, karena terkait masalah listrik di Bengkulu yang sering mati mendadak. Ceilee, hari gini ibukota provinsi masih sering mati lampu. Di Bandara lagi, emang nggak ada genset. Fiuhh! Tambah dag dig dug...

Karena delay, selain dapat sekotak nasi dan juga memperoleh 2 potong donat sebagai kompensasi, itupun minta ke petugas dengan menyindir-nyindir, lumayanlah bisa buat menaikkan gula darah yang drop karena nggak makan sejak siang hari, hipoglikemi Bu! Ketika pesawat hendak jalan, aktivitas rutin yang dilakukan pramugari adalah menerangkan tentang cara-cara pemakain alat keselamatan untuk antisipasi ketika pesawat dalam kondisi darurat, pas lagi nerangin keselamatan, penumpang di sebelah saya sempat-sempatnya minta air ke pramugari karena kehausan akibat makan donat, dasar orang kampong! Nggak bisa lihat skala prioritas.

Satu jam dalam pesawat dengan nyeri di seluruh pinggang dan punggung membuat perjalanan terasa lama. Ketika hendak mendarat, muncul pengumuman dari pramugari yang mengatakan bahwa pesawat kesulitan mendarat akibat cuaca yang buruk, pilot akan melakukan perputaran 10 menit di atas Kota Bengkulu, seandainya dalam 10 menit tidak memungkinkan pesawat mendarat, maka pesawat akan kembali ke Jakarta. Yailahh, ES MOS SI rasanya, masak harus kembali ke Jakarta. Bisa ditertawain sama si Bos nih aku. harap-harap cemas lah, berharap ada keajaiban dan akhirnya.....pesawat bisa mendarat juga, Allhamdullilah….Wellcome to Bengkulu. Di bandara Fatmawati Sukarno, temanku sudah menunggu dengan membawa rombongan dangdut yang terdiri dari kurcaci-kurcaci kecil keponakannya, persis darmawisata anak SD he..he..he…


Hari 1

-Ke Tabot Festival, Hujan pukul 10 malam, becek, lampu tabotnya dah mulai mati. Nyobain empek-mpek bakar harga 2000 dapat 3.
-Take arrest===> capek plus keseleo, mantabbbbb.....

Hari ke-2

-Ke Pantai Tapak Padri, hujan gerimis maksa juga, intinya enggak mau rugi. Udah jauh-jauh ke Bengkulu bukan untuk bobok manis.
-Ke Festival Tabot di Pasar Tumpah, banyak pedagang persis di pasar malem. Dari jualan sandal, makanan, baju, arum manis, pecah belah, stan pemerintahan, gorengan 2000=3, mainan anak-anak, baju obral ciri khas pasar kaget banget!
-Mengikuti prosesi pembuangan Tabot di Padang Karabela, prosesi ini agak sedikit magis. Hati-hati jangan terlalu dekat, nanti kesurupan. Banyak jin yang lewat soale. Hampir aku kesurupan
-Ke Pantai Panjang, pantainya bagus sayang nggak boleh mandi soale banyak yang mati. Karakteristiknya hampir sama dengan pantai parangtritis, bukan berarti ada Nyi Roro Kidul lho.
-Ke Tapak Padri untuk mandi, sayang cuma sebentar soale hujan deras datang, takut tsunami (lho apa hubungane?)

Hari ke-3
-Olahraga di sepanjang pantai Panjang, jalan kaki hingga Benteng Malborough. Sayang keindahan pantai dicemari dengan sampah-sampah dan banyaknya kotoran-kotoran manusia sepanjang pantai yang di dekat rumah penduduk. Hari gini masih banyak orang boker di pantai, TA 1 ada dimana-mana, mengurangi mutu pastinya.
-Ke Benteng Malborough, disini banyak tulisan-tulisan dan sejarah tentang Bengkulu di masa Rafles/penjajahan Inggris, Belanda maupun Jepang. Berdiri kokoh di pinggir laut, memasuki Benteng ini laksana sudah membacari ratusan buku sejarah. Cuma 2500 per orang untuk dewasa dan 1000 rupiah untuk pelajar. Temenku sempat-sempatnya nawar agar harga tiket untuk dewasa disamakan dengan harga tiket pelajar, duh malu-maluin aja. Maklum orang Bengkulu asli.
-Ke Rumah Pengasingan Bung Karno, disini juga banyak dipajang foto-foto Bung Karno semasa diasingkan 1938-1942, kemudian kisah cinta Bung Karno dengan Fatmawati yang asli Bengkulu hingga memiliki 5 orang anak.
-Ke Bakmi Tris, Bakminya lumayan enak dan harganya terjangkau.
-Silaturahmi ke kerabat temanku
-Pesan Kue Tat dan makan empek-empek Bengkulu (empek-empeknya kenyal karena ada putih telornya) sepuasnya ^=^ gratis!


Hari ke-4

-Perjalanan ke Rejang Lebong Kabupaten di Sebelah Timur Bengkulu (2-3 jam jalan darat)
-Melewati Gunung Kepahiang, naik turun bukit
- Silaturahmi ke Jambu Keling Curup, rumah temannya temanku.
-Menangkap ikan di kolam dan mencari lokan/kijing/kerang air tawar, dimana aku bertemu dengan anak seribu pulau (ini istilahku sendiri, anak-anak dengan 2 kemampuan bahasa : Jawa dan Bengkulu, nampak sekali transmigrannya), anak-anak tersebut yang rela turun ke empang untuk mengambil lokan di bawah lumpur yang kelak dibuat rendang, enak gila rendang lokannya. So yummy….
-Wisata ke air terjun Suban di Curup, aku menyebutnya dengan tempat wisata serba 2000, gimana nggak serba dua ribu. Masuk gerbang wisata bayar 2000 untuk 1 mobil, beli gorengan harganya 2000 dapat 3 biji, masuk gerbang setelah dari parkiran bayar 2000 perorang, jalan beberapa meter hendak ke air terjun ditarik lagi 2000 per orang, mau mandi di kolam renang bayar lagi 2000 perorang, habis mandi dan mau bilas masuk kamar mandi bayar lagi 2000, mau pulang keluar parkiran ngasih tip orang parkir 2000 lagi. Duh biyung, ngecer banget sih. Mau rekreasi atau mau nyebar angpaw, kenapa nggak sekalian di awal dipukul rata satu orang 5000-10000 rupiah, biar praktis. Kata orang sana kalau dipukul rata banyak yang protes soalnya nggak mandi juga kena biaya yang sama dengan yang mandi. Ceilee, mau rekreasi perhitungan banget, itu mah resiko. Aya-aya wae, ogah rugi ceritane. Inilah fenomena tempat wisata serba 2000 baru aku temui di Bengkulu.
-Mandi air panas di Suban, berendam di kolam air panas menghilangkan pegal-pegal karena kecapekan.
-Belanja Buah dan Sayur. Buah pisang segede gaban Cuma 4000-5000 perak.
-Menengok Bunga Raflesia di daerah Kepahiang, kesampaian pula aku nengok nih Bunga. Sayang sudah hampir mati dan tumbuh di kuburan lagi hii..hi…

Hari ke-5

-Jalan-jalan ke Pasar Tradisional, makan empek-empek sama lontong tunjang

-Mampir di Danau Dendam Tak Sudah (ngeri ya namanya)

-Jalan-jalan ke pelabuhan Pulau Baai, melihat kapal ngetem.

-Pulang via Bandara Fatmawati Sukarno. Back to Jakarta, kerja lagi!


Tambahan : Ternyata biaya hidup di Bengkulu lebih mahal daripada di Jakarta!!!!!!!!!

Pulang


Kalau ada trip tapi nggak diprasastikan di blog pastinya rugi besar, itung-itung sedikit pamer biar seperti the real traveler. Ini Cuma sedikit catatan perjalanan yang masuk rekor dalam lembaran sejarah hidupku. Mengapa? karena ini adalah perjalanan dengan time limited banget, melalui 5 provinsi tapi aku tidak merasa begitu capek. Capek dikit biasalah, masalahnya dalam waktu 2 hari aku jalan dengan Bus dari Jakarta =>Jawa Barat=>Jawa Tengah=>Jawa Timur=>Jawa Tengah lagi kemudian naik pesawat=>Banten dan kembali ke Jakarta lagi. Dihitung-hitung ada 5 propinsi yang kulalui.

Ada apa gerangan hingga aku petakilan lintas propinsi seperti itu? He..he…ada acara keluarga, dimana formalitasnya aku mesti hadir. Setelah gagal merayu Bos agar menambah libur sehari dan malahan kena omelan gara-gara merengek-rengek minta tambah libur, kayak anak kecil kata si Bos. Yo wis lah, sing penting bisa pulang dan ikut seremonial di acara nikahan sepupu di Malang, tanah tumpah darah Bapakku.

Dari Jakarta berangkat malam dari lebak Bulus. Lagi apes, akhirnya kena calo juga. Tiketnya harganya 2 kali lipat! Bus yang dijanjikan kelas eksekutif ternyata berkarat sana berkarat sini, sepanjang jalan ngedumel terus. Kapok deh naik Bus dari terminal, calonya se-Indonesia raya dan ada kerjasama pemalakan yang tersistem (Pinjem istilahmu ya Jo..), dari tukang jaga peron hingga petugas jaga WC. Semuanya cari mangsa dan sepakat mengegolkan pemalakan tersistem. Awas ya, “tidak akan terulang kedua kali di dalam hidupku,oooooo…ya nasib ya nasib…mengapa begini.“.eits..kok malah jadi lirik lagu kegagalan cintanya Rhoma Irama, maklum lagi stres!

Target nyampe Solo pagi hari ternyata meleset total, sampai Solo hampir Dhuhur. Itu akibat naik bis yang tidak diridhoi akibat banyak percaloannya. Jalannya kayak kebo, slow but nggak sure blas. Awas ya, tujuh turunan nggak naik Bis merk tiiiiiittttt (nggak boleh sebut merek). Betel pokoknya, jelek, lambat, naik turunin penumpang persis kayak metromini. Gitu kok dibilang eksekutif. Dari Hongkong kali eksekutifnya. Males dech.

Sampai Ngawi, istirahat Cuma satu jam dan lanjut dengan mobil ke Malang. Itung-itung napak tilas pas kecil dulu. Cuma 5 jam nyampe malang selatan. Perjalanan yang paling cepat yang pernah kurasakan ketika mudik ke Malang. Di lokasi nikahan sudah mulai sepi pengunjung, makan ini makan itu, salam sana salam sini, foto sana foto sini dan cabut lagi pulang ke Ngawi jam 10 malem. Nyampe kampung jam ½ 3 pagi. But, kok nggak terasa capek ya. Ya iyalah, nggak nyetir soale. My Brother yang nyetir. He..he..he..

Inti dari perjalanan ini adalah silaturahmi, memang kita tidak pernah tahu perputaran waktu. Sudah jadi kehendak alam bahwa ada yang datang dan ada yang pergi. Keluarga besar kita sudah banyak mendapat anggota keluarga baru dari hasil pernikahan dan satu persatu anggota keluarga yang lain memang sudah banyak yang mendahului pergi, termasuk Bapakku sendiri.

Aku berharap masih banyak waktu sehingga silaturahmi ini akan terus berlanjut. Dengan segala kesibukan kerja dan jarak yang lumayan jauh membuat tali silaturahmi kurang begitu nyambung. Hampir 3 tahun tidak bertemu dengan keluarga besar Bapak dan ketika bertemu memang banyak yang sudah berubah. Terutama usia semakin lanjut, kemarin kita yang masih berlari-lari di sungai, berlari-lari di kebon jati, mandi di Ngliyep ataupun balekambang dan ternyata sekarang sudah pada punya anak dan punya hidup sendiri sendiri, memang benar bahwa waktu begitu cepat berlalu. Semoga waktuku berkah dan senantiasa membawa kemanfaatan bagiku dan bagi orang-orang di sekitarku.
******************************************************************************************************************

Senin, 15 November 2010

Termiskin Di Dunia


Aku merasa orang termiskin di dunia
Yang penuh derita bermandikan air mata
Itulah diriku
Kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa diriku

Sebelum terlanjur pikir-pikirlah dulu
Sebelum Engkau menyesal kemudian


Itu tadi sepenggal lagu dari Hamdan ATT termiskin di dunia. Pas nulis di Blog tiba-tiba teringat lirik lagu jadul ini. Setelah dirasa-rasa ternyata maknanya dalam banget ya. Sebuah bentuk merendahkan diri yang mungkin sangat dilebih-lebihkan. coba bayangkan seandainya anda menjadi orang termiskin di dunia, kagak sanggup kali untuk hidup lagi. Males!
Udah jelek, termiskin di dunia lagi. Amit..amit..kagak ada pilihan.

Coba kita lanjutkan liriknya,…

Jangankan gedung gubukpun aku tak punya
Jangankan permata uangpun aku tiada
Itulah diriku
kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa Aku…

Ck..ck….ck…hebat juga ya seandainya ada orang yang bener-bener miskin dan mau mengakui ia termiskin di dunia (hidup sekali termiskin di dunia lagi, nasib awak nggak mujur banget). fenomena sekarang banyak orang yang tidak miskin tidak malu untuk mengaku miskin, biar dapat santunan gitu. Walah-walah, kok nggak malu sama Hapenya, nggak malu sama setang bundernya atau nggak malu sama mas intannya yang terkenang (hi..ii…) kayak gitu lebih baik kita beri sebutan sebagai pelacuran citra kali ya, lebih pas..he..he..

Memang tidak semua orang dilahirkan dengan kecukupan, ada yang sangat kekurangan dan ada yang dilahirkan dengan melimpah-limpah (walaupun kadang nggak jelas asal muasal yang melimpah limpah itu, fiuhh). So, Indonesia bisa dikatakan sebagai negara seribu kesenjangan. Bisa jadi akibat lagu termiskin di dunia yang sempat populer tahun 80 an. semoga tidak. Kayaknya kita perlu membuat tandingan supaya impas, judulnya tertajir sealam semesta nggak cuma sedunia lho, biar mantap. Siapa mau coba bikin…silakan……

Mengukur Tingkat Stres


Setiap orang mempunyai mekanisme pertahanan terhadap stress. Koping yang dibentuk dalam menghadapi stress setiap orang adalah berbeda. Orang memandang stressor berdasarkan sudut pandang, pengalaman dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Orang yang sering mendapatkan stressor bisa jadi lebih kuat dan bisa jadi sebaliknya. Tinggal bagaimana seseorang tersebut menyikapinya. Mau jadi teman dan bersahabat dengan stressor, why not. Atau lebih memilih lari dari masalah dan semuanya akan kelihatan baik-baik saja, ya monggo. Kembali lagi bahwa semua pilihan itu ada konsekuensinya.
Kemarin aku iseng-iseng datang ke sebuah pameran di Monas, temanya adalah hari kesehatan Nasional. Di situ dipenuhi stan-stan dari institusi-institusi kesehatan dari berbagai macam kota, Perusahaan farmasi, Perusahaan makanan, perusahaan sosial dll. Intinya adalah mendukung kampanye untuk hidup sehat bagi warga masyarakat Indonesia. Di sebuah Stan yang membuka layanan kesehatan jiwa, menawarkan tentang pengukuran tingkat stress dengan mengunakan alat untuk merekam gelombang otak. Iseng-iseng berhadiah pikirku kala itu. Cuma bayar 20 ribu doang, gak ada salahnya.
Dengan dipasang alat mirip saturasi oksigen di kuku jempol tangan, kemudian serasa berkedut-kedut di jempol. sambil menunggu alat membaca target, oleh pemeriksa disarankan diam sejenak, supaya valid. 10 Menit perekaman usai. Hasilnya muncul dari alat persis kertas ECG. Si Pemeriksa menanyakan, “Mas ini orangnya nyantai ya, Kayak nggak pernah stress?” kata si pemeriksa. “He..he..he..belum tahu dia,” sahutku dalam hati dan aku cuma tersenyum. Menunggu sebentar kemudian konsultasi dengan ekspertnya. Oleh Bapak konsultannya dijelaskan tentang hasil pemeriksaan tersebut. Beliau mengatakan bahwa aku orangnya tidak sedang dalam kondisi stress, tidak ada beban, lebih memakai fisik daripada otaknya, nah lo ketahuan kalau tidak ada isinya alias gomik, alias goblok, alias bodo longa-longo kaya kebo, alias lola (loadingnya lama). Persis kayak kuli panggul beras, cuma pakai otot nggak pakai otak. Bisa dibilang okolnya doang (orang jawa bilang). Sedih..hiks..hiks….he..he..he…
Apakah hasil tersebut membuat aku stress, jelas tidak lah. Lucu malahan, aku jadi tahu bahwa olahraga yang sering kulakukan bisa membuat stress menurun lho, karena hormone tubuh merealese hormone-hormon yang mengurangi stres, so stressor ibarat angin lalu. Ceile..nggaya. Kata Konsultannya aku disuruh banyak membaca, sehingga tidak nampak kayak kuli panggul beras. Duh Pak, kalau baca ya hampir tiap hari, walaupan novel tetap jadi favoritku. Tuh, ketahuan lagi kalau bacaannya kurang berbobot, sehingga lebih nampak kulinya daripada intelektualnya. Memang, olahraga kayak sudah jadi hobi, walaupun badanku segede gambreng tapi kalau disuruh olehraga paling rajin, apalagi disuruh RPM, combat, or sekedar jalan-jalan keliling kampung dengan tiada tujuan kayak orang hilang, yang penting kalori terbakar.
Selain kurang memakai pikiran (lebih banyak angkat-angkat dan berlarian ngejar busway sich), aku juga disebut terlalu sensitive dan empaty,. Dua-duanya benar sih, aku merasa orang yang paling tidak enakan di seluruh dunia, yang penuh derita bermandikan air mata, hush ngaco! Itukan lagunya Hamdan ATT, termiskin di dunia. Dangdut mania…
Sensitif memang, empaty juga iya, nggak tegaan orangnya. Apalagi kalau ada orang marketing yang deketin aku, pasti barangnya laku kebeli, soale aku nggak tegaan liat orang jualan yang menghiba-hiba, nasib dech terlalu kebawa perasaaan.
Masalah pergaulan kata konsultannya masih bagus, dan gampang bergaul. Bisa iya bisa tidak sich, soalnya aku orang yang klik klikkan (maaf istilah baru), tidak mudah dekat dengan orang asing. Kalau sudah klik, jangan ditanya, lebih dari sodara. Kemana-mana barengan terus, sering digosipkan pasangan sejenis deh, konsekuensinya…
Yang terpenting memang jalanilah hidup dengan optimis saja, memang yang terbaik adalah seimbang antara jiwa dan raga, tidak jomplang ke satu sisi. Memang ada kalanya kita perlu parameter yang sederhana seperti itu, agar kita memiliki kaca benggala yang senantiasa menunjukkan arang di muka kita. Memberi kesempatan kepada kita untuk introspeksi, kalau bagus ya syukur kalau jelek ya syukur juga. Fairlah, tidak usah dibuat beban. O, ya Pren, hidup teratur itu lebih enak ternyata. Dengan hidup bersih dan disiplin membuat jiwa terasa tenang dan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada sekedar membiarkan hidup tanpa tujuan. Satu lagi, ternyata minum teh hangat bisa menenangkan, emang bener sich. Hampir tiap pagi aku minum teh hangat dan semuanya terasa relaks. Coba deh, bangun pagi, shalat, lari, sarapan, mandi dan minum teh hangat tiap pagi. Terbukti lho. Dan ingat jangan suka ngebluk, karena itu nggak sehat, hari ini masih ngebluk, apa kata dunia???????

NB : Ngebluk : Tidur berlarut-larut sampai siang, lupa shalat, lupa sarapan dan lupa mandi…

Minggu, 14 November 2010

Di Bumi Sriwijaya


Akhirnya kesempatan itu datang juga, segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat usia dan kesehatan yang akhirnya bisa membawaku pada propinsi sumatera selatan. Tepatnya di Ibukota Sumatera Selatan, Palembang. Sebuah kota yang terkenal dengan bekas kerajaan sriwijaya dan sangat familiar dengan empek-empeknya. Menurut sejarah, Palembang berasal dari kata Pa dan Limbang, yang masing-masing memiliki arti tempat dan tempat melimbang/memisahkan sesuatu. Palembang dulu terkenal dengan tempat mendulang emasnya. Berdasarkan prasasti kedudukan Bukit diketahui Sriwijaya berdiri pada 17 Juni 683 M, oleh karena itu tanggal 17 Juni ditetapkan sebagai jadi kota Palembang.
Aku datang ke Palembang dalam rangka tugas kantor, itung-itung sambil menyelam minum air, sambil kerja sambil travelling, he..he..he…soalnya kapan lagi bisa jalan-jalan gratis kalau tidak seperti ini. Yang penting kerja tetap prioritaslah. Menginap di Hotel dekat dengan kantor Gubernur Sumatera Selatan, sehingga akses ke Kota Sangat mudah. Dengan aktivitas yang lebih banyak ke luar kota yang memakan perjalanan darat 3-4 jam, dimana perjalananya agak menguras tenaga menyebabkan aktivitas jalan-jalan belum maksimal dilakukan. Sampai hotel aku langsung tewas karena kecapekan. Sampai-sampai jembatan amperapun pun belum kesampean dikunjungi. Kata orang, belum ke Palembang kalau belum ke Ampera, bener juga ya, soalnya ikon Palembang selain empek-empek ya Ampera itu. Fiuhhh.
Orang Palembang menyebut dirinya Wong Kito, yang artinya orang kita. Mayoritas muslim melayu, jawa dan china. Orang asli Palembang banyak yang fisiknya kayak orang cina yang sipit dan berkulit kuning. Di Hotel tempatku menginap, ketika berenang di Pagi Hari aku serasa berenang Di Goung Zhou Cina. Kebayang, satu kolam renang Cuma aku yang kulitnya coklat, yang lain kuning dan sipit khas orang China. Dengan conversation yang digunakan bahasa yang nggak ngerti aku babar blass, Nampak banget kalau aku produk lokal. Aku merasa bagai itik di tengah-tengah angsa yang sedang berenang. But, kalau dibilang eksotis, aku lah yang paling eksotis he..he..he..
Bicara Palembang, tidak lengkap tanpa empek-empek. Sampai-sampai hampir setiap orang yang tahu aku hendak ke Palembang pasti tidak akan tidak ngomong “Oleh-oleh ya empek-empeknya…” kalau di list mengkin satu halaman folio yang mau nitip empek-mepek (lebayy dikit), soalnya saking banyaknya. Sampai-sampai bela-belain telpon kau tengah malam pas aku lagi tidur di Hotel Cuma untuk nitip empek-empek, duh kebangetan. Emang pikirnya aku agen wisata yang jual empek-empek.
Mumpung di Palembang, kesempatan nih buat makan empek-empek sepuas-puasnya, kebayang nggak 2 piring penuh empek-empek aku telan bullet-bulet, ogah rugi pikirku, sudah beli 2 piring tapi nggak dimakan, usut punya usut empek-empeknya dihitung ber biji, so kalau nggak dimakan ya nggak dibayar, nah lo gara-gara ogah rugi, perut jadi tambah buncit. Nggak lagi-lagi deh, janji!
Selain empek-empek masih banyak ragam kuliner lainnya di Palembang, seperti kemplang, burgo, tekwan, dll. Aku hanya sebatas mencicipi empek-empek dan es kacang serta pindang ikan patin. Lumayanlah, bisa makan empek-empek asli dari kota asalnya. Ternyata empek-empek itu dibuat dari tapioka dengan campuran ikan, baru tahu aku kalau bahan dasarnya tapioca. Menurut sejarah yang aku baca di Website Wisata Palembang, Empek-empek berasal dari kata Apek yang berarti orang Cina yang Tua. Apek=Singkek??? Dimana konon yang pertama launching empek-empek ratusan tahun yang lalu, ceilee…launching, maksudnya jualan sambil keliling kota membawa sepeda adalah seorang cina yang tua, sejak itulah nama empek-empek begitu tersohor hingga kini.
Sedikit kisah di Bumi Sriwijaya, walaupun Cuma tiga hari aku bisa travelling hingga Prabumulih sampai Sekayu Banyuasin, surprisenya lagi di Prabumulih aku bisa ketemu dengan Seniorku dulu ketika kuliah di Semarang. Sekarang menjadi ketua Bidang di sana. Nggak nyangka ya kcenario Tuhan begitu dahsyat, seniorku yang asalnya dari Singkawang ternyata terlempar ke Prabumulih Sumatera Selatan. Kalau aku nanti akhirnya dimana ya? Hanya Tuhan yang tahu. Semoga apa yang telah kujalani bisa membawa hikmah bagi kehidupanku kini dan kelak.

Senin, 01 November 2010

Lebih dari Sekedar Membaca Buku



Sebagian orang berwisata di Museum adalah sebuah aktivitas yang tidak menantang. Banyak orang beranggapan apabila berwisata di Museum akan membuat pikiran tambah jutek dan tidak ada nuansa refreshinya yang menyegarkan pikiran. Berwisata memang sebuah aktivitas yang menyenangkan, karena hampir semua orang menyukai aktivitas ini. Cuma pilihan tempat aktivitas yang membuat orang memandang beda terhadap kegiatan berwisata ini.

Benar kata orang, mengunjungi museum ibarat lebih dari sekedar membaca buku. Dengan membaca buku kita dipaksa untuk mengembangkan imaginasi kita dan berkhayal tentang apa yang dideskripsikan oleh buku tersebut. Dengan mengunjungi museum ternyata banyak sekali hal-hal menarik yang bisa kita petik. so, tidak fair rasanya kalau museum hanya diidentikkan hanya cocok untuk anak-anak SD yag dipaksa belajar IPS oleh guru-guru mereka. Dengan membawa catatan berkeliling-keliling museum untuk mengejar target laporan yang banyak dari mereka sebenarnya tidak bisa memahami arti museum itu sendiri. But, itu lebih baik daripada cuma sekedar pengalaman di kelas dengan metode pendidikan pedagogi yang tidak up to date lagi.

Jalan-jalan kita kali ini adalah seputar kota Tua di Jakarta. Sudah direncanakan 2 Bulan Sebelumnya dan akhirnya kesampaian juga untuk jalan-jalan untuk mengenang kembali kejayaan Batavia tempo dulu. Jadi ingat sama cerita si Pitung, atau filmnya Ca Bau Khan. Seandainya jakarta terus dikuasai oleh Belanda hingga saat ini pasti model bangunannya akan klasik sekali seperti Museum Bank Mandiri, dimana arsitekturnya Eropa Banget. Cocok untuk foto pre wedding dan pengambilan film bernuansa jadul.

Sungguh disayangkan, wisata kota tua ini tidak semegah yang dibayangkan. Dimana eksotismenya kota Tua tidak lagi terjaga, kalah sama kebisingan kota yang mengelilinginya. Satu persatu mulai dilahap oleh kapitalisme dan keangkuhan Jakarta masa kini. Sungguh sayang sekali, dimana seharusnya nuansa klasik bisa diabadikan dan menjadi monumen bagi bangsa ini, akan tetapi ketidakpedulian bangsa ini pula yang menjadi aset-aset berharga musnah satu persatu hiks..hiks...

Bersepeda keliling kota lama ternyata tidak semenarik yang aku bayangkan, dengan rute yang tidak jelas membuat bersepeda tidak nyaman. Belum lagi kebisingan lalu lintas kota yang semrawut dan amburadul tidak karuan. Bayangin, seandainya gaya kita sudah menjiwai dengan naik onthel dengan topi bergaya jadul dengan niat untuk napak tilas but ketika jalan di sekitar kota tua, sepeda onthel seakan bersaing dengan Bis, Sepeda Motor, Truk, Gerobak kaki lima dll. Mana asyiknya, malah kita yang kayak pemain film figuran yang tersesat di jalan raya kota. Tragis…

Bagiku dan teman-teman, bukan hanya sekedar wisata sih. Ada banyak hikmah yang bisa diambil, terutama pengalaman hidup. Dengan membaca sejarah diharapkan kita menjadi insan yang lebih bijaksana dan bisa menghargai setiap detail karya pendahulu kita. Semangat kebersamaan yang mungkin sudah mulai memasuki injury time, mengingat kita-kita udah pada mendekati tuwir dan mulai karatan. Faktor Umur yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, yo wis lah, kita memang tidak bisa menawar takdir. Jalani kehidupan dengan senyuman dan aku yakin bahwa harapan hidup lebih baik akan selalu ada.

Kamis, 28 Oktober 2010

Manajemen Mendengar


Mendengar, begitu mudah diucapkan akan tetapi sungguh sulit untuk dilakukan. Mengapa mendengar sangat sulit untuk dilakukan, walaupun secara teori kita cuma diam dan pasang telinga baik-baik, tidak perlu buang-buang kalori untuk mendengar sebuah masukan.
Sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara, kita punya 2 telinga dan satu mulut. Secara tidak langsung seharusnya manajemen mendengar kita harus lebih canggih dari manajemen retorika/manajemen berbicara kita.

Rasullulah mengatakan barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah dengan kata-kata yang baik ataupun lebih baik diam. Alasannya masuk akal, sebab kata-kata kita kelak akan dipertanggungjawabkan (QS. 50:18). Ketika tidak ada gunanya kita berbicara, alangkah baiknya apabila kita diam. Karena dengan diam itu ada kekuatan, salah satunya kekuatan sabar kita yang diuji.
Banyak sekali percekcokan, pertentangan, perkelahian karena kita tidak bisa saling mendengar, semuanya ingin didengarkan dan dianggap memiliki kata-kata yang mumpuni dan solutif. Setajam-tajam pedang lebih tajam lidah orang, sering terjadi sengketa karena salah bicara, nah lo!

Menjadi pendengar yang baik adalah sangat sulit sekali, sudah sulit ditambah sangat plus sekali, fiuhhh. Manajemen mendengar sudah coba aku asah sejak aku pelajar, akan tetapi masih sulit juga, kadang pertahananku bobol dan keluarlah seribu satu alasan atau pembenaran agar tidak terlalu lama jadi pendengar. Apalagi kalau ada kritikan yang diarahkan kepada kita, mau beralasan pasti dikira membela diri, mau tidak membela diri kuping kita jadi panas. Seandainya kritik itu benar mungkin kita masih bisa berbesar hari, kalau kritik yang diarahkan kepada kita cenderung fitnah, akan sangat menyakitkan. Pasrah sajalah, memang kita perlu belajar senam hati, toh Allah tidak tidur, so take it easy.

Keterampilan menjadi pendengar yang baik akan selalu mendewasakan orang, aku sangat yakin dan percaya bahwa orang yang mampu mendengar dengan hati akan menjadi individu yang tidak takut akan perubahan dan siap untuk bersaing secara sehat. Bagaimanapun, ketika kita mampu menganalisa lebih dalam dari hasil mendengar kita, maka akan sangat bermanfaat bagi kita kelak di kemudian hari.

Aku berharap, bahwa aku bisa menjadi orang yang mampu mendengar dengan hati, berbicara dengan asertif, dan aku mohon perlindungan kepada Allah akan segala fitnah. Semoga aku dijauhkan dari salah prasangka, iri, hati, dengki, rasa sombong dan zalim kepada orang lain. Ya Allah peliharalah aku dari hal-hal yang bisa mencelakaiku. Semoga selamat hidupku di dunia dan akhirat, Amien.

Rabu, 27 Oktober 2010

Pesona Puncak di Malam Hari


Pertama kali tahu tentang puncak adalah ketika aku masih SD, dimana Puncak menjadi salah satu tempat wisata yang tertulis di Mainan yang bernama Monopoli. tidak kebayang sama sekali mengenai Puncak pass, apakah itu taman, hutan, or gunung. Yang aku tahu puncak pass Bogor bersanding dengan kompleks wisata yang murah dalam permainan monopoli tersebut. kalau nggak salah satu komplek sama Kebun Binatang Ragunan, Taman Safari, Taman Mini dsb.


Semakin beranjak tua, Puncak semakin familiar karena sering muncul beritanya di TV. Puncak yang berhawa dingin yang letaknya tidak begitu jauh dari Jakarta, Puncak yang rawan macet ketika liburan, puncak yang sudah berubah menjadi hutan villa, dan puncak untuk lokasi syuting-syuting sinetron.
Marketisasi media ternyata cukup ampuh untuk mengajak seseorang mengunjungi puncak, dan lagi-lagi akulah orangnya itu salah satunya.
Akhirnya my dream come true juga, seorang teman mengajak ke puncak selepas kerja pada hari Jumat. Hitung-hitung refreshing daripada cuma bengong di Kost. Walaupun hujan deras tiada berpantang surut ke belakang, patriotik banget ya. Maklum, mumpung ada kesempatan.
Perjalanan macet kota Jakarta yang membuat perjalanan terasa lama, ketika sampai di Puncak sudah menjelang malam, kurang lebih 4 jam perjalanan dengan macetnya.


Sesampai di puncak, udara dingin langsung menusuk-nusuk tulang. Walaupun aku anggun (anak gunung), aku merasa dingin sekali rasanya malam itu. Suasananya memang tidak begitu jauh berbeda dengan Batu Malang, dingin dan banyak villa. Karena datang malam hari, yang nampak hanya gelap dan pesona cahaya lampu berkelap-kelip ibarat mata-mata yang berbinar-binar dari kejauhan. Sorry bahasanya nyastra dikit.
Mampir di Masjid Attaawun, sungguh pengalaman yang menarik. Sebuah masjid yang cukup eksotik dan kayaknya pantes buat bermuhasabah dan nyaman untuk menyendiri. Sayang sekali, walaupun di masjid masih banyak juga pasangan PDA yang rata-rata ABG. Ngapain ya malem-malem keluyuran, nggak jelas.


Dingin jadinya laper, biar hangat maka harus makan. Pas perjalanan dai Jakarta melewati Bogor sudah ngincer warung makan di pinggir jalan yang serupa tenda-tenda gitu, nampaknya tradisional banget makanannya. Pingin mampir pas pulang ah, gitu pikirku. But, laper udah nggak tahan akhirnya makan gorengan 10 Biji sama minum Bajigur dan bandrek campur susu. Wuihhh, enak gila! Laper, dingin minumnya panas….asli bikin pingin tidur.
Di Sepanjang jalan cuma gelap yang terlihat, sesekali ada orang yang berdiri di pinggir jalan sambil membawa senter yang berkedip-kedip. Kata temenku mereka menawarkan villa. ooooo…begindang…..sama selimutnya nggak Om? Tahukan maksudnya.


Cukup satu jam setengah, nggak lebih. Soale dingin banget. Maklum habis hujan. Pulanglah aku ke Jakarta. tekadku, aku pasti balik but enaknya siang hari ya. Biar kelihatan semuanya. InsyaAllah…

Minggu, 17 Oktober 2010

Menggapai Separuh Mimpi...



Mimpi adalah harapan, mimpi adalah sebuah keinginan yang tulus. Berharap mimpi menjadi kenyataan adalah sebuah proses yang normal. Membuat mimpi menjadi nyata adalah sebuah keinginan yang besar dalam hidup seseorang. Sebagian orang berusaha menggapai mimpinya dengan cara yang ia anggap baik dan sebagian orang berharap dengan kekuatan doa agar Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merealisasikan mimpinya dengan cara yang telah diatur olehNya. Mungkin aku adalah orang yang masuk dalam golongan ke-2. Mimpiku banyak terwujud dengan bantuan Allah SWT sebagai pemilik hidup.

Mimpi-mimpiku yang aku pendam semenjak kanak-kanak satu persatu mulai terealisasi, walaupun sebenarnya aku tidak terlalu ngoyo untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Karena aku yakin bahwa semua sudah ada yang mengaturnya dan sudah ada jalurnya masing-masing. Mengunjungi dan berwisata di tempat wisata yang terkenal di Indonesia dan di seluruh dunia pasti menjadi sebagian besar mimpi orang-orang di seluruh dunia. Begitu pula aku yang selalu mencoba untuk menghargai apapun pengalaman yang didapat, walaupun bagi orang lain dianggap tidak bermakna, bagiku adalah sebuah anugerah yang indah, yang akhirnya akan menjadi rangkaian perjalanan hidupku di dunia yang hanya sementara ini.

Menginjakkan kaki di kota Medan bukanlah sebuah peristiwa yang biasa saja bagiku. Sedikit banyak mimpiku sudah terwujud walaupun ada obsesi yang lebih besar dari sekedar mengunjungi kota Medan. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Bandara Polonia Medan pada Minggu Malam 10-10-2010. Sebelumnya di Kota Padang pada tahun 2003, kemudian kota Batam pada Bulan September dan yang ketiga adalah Kota Medan Sumatera Utara. Aku berharap suatu saat dapat mengunjungi Kota Banda Aceh, Bengkulu, Palembang, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Lampung dan kota-kota lain di Pulau Andalas ini. Semoga….

Tugas dari Kantorlah yang mengantarkan aku ke Kota Medan. Sebuah Kota di pesisir timur Sumatera dengan segala keunikannya. Selama 5 hari sangatlah tidak cukup untuk mengenal lebih dalam tentang pesona Sumatera Utara yang terkenal dengan Wisata Danau Tobanya ini. Pinginnya ekstens sampai hari Minggu sehingga bisa mengunjungi danau Toba, tapi karena first time trip sehingga belum kepikiran ke situ. Semoga suatu saat aku bisa berfoto di samping danau Toba yang merupakan mimpiku sejak aku SD. Foto dengan pose sok cool agar kelihatan sedang merenung di pinggir sebuah Danau terbesar di Indonesia. Siapa tahu bisa dijadikan salah satu gambar nominasi pre weddingku kelak. Pre wedding tapi gak ada pasangannya apa bisa ya? Bisa, tapi nggak lumrah.

Berbicara mengenai mimpi kanak-kanakku dulu, sebenarnya ada 4 tempat wisata yang sangat ingin aku kunjungi sejak aku masih imut-imut dulu (sekarang masih nampak lho, sisa-sisa keimutannya he..he…). Tempat-tempat tersebut adalah Bali, Danau Toba, Bromo dan Taman Impian Jaya Ancol. 3 dari tempat wisata tersebut sudah aku kunjungi walaupun terbilang telat. Aku Bisa ke Pulau Bali pada usia 23 Tahun (udah kebilang tuwir kan). Keinginanku tersebut terwujud dengan manis, karena aku bisa tinggal di Bali selama 4 Minggu dalam rangka pelatihan, gratis plus uang saku. Asyikkan! Tips : Kalau pingin ke suatu tempat, bantulah dengan kekuatan doa, InsyaAllah terwujud walaupun tidak dalam waktu dekat. Percayalah. Selanjutnya Bromo serta Ancol juga sudah terwujud, semuanya gratis karena ada sponsornya, Asyik bukan. Yang penting sabar bahwa semua akan ada waktunya. Tinggal danau Toba yang belum terealisasi, tapi dengan mengunjungi Medan aku bersyukur sebagian mimpi dan jalan sudah mulai terbuka untuk ke Danau Toba.

Ketika mengunjungi sebuah Kota yang baru, biasanya aku sangat tertarik dengan wisata Budaya dan kulinernya. Mencoba memahami karakteristik masyarakat sebuah kota tidak cukup dalam 5 hari, perlu tinggal lebih lama lagi. Dalam lima hari aku mendapat pengalaman yang membuat aku menjadi lebih merasa lagi sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Ternyata pengetahuanku sangat terbatas di antara beribu keanekaragaman dan kebinekaan yang ada di Indonesia. Indonesia memang sangat kaya dengan budaya dan kulinernya. Medan dengan suku Bataknya menjadi ciri khas yang menarik untuk diamati. Aku dibesarkan dalam lingkungan Jawa tentu akan sedikit merasa canggung ketika berada dalam komunitas suku lain, ternyata kecanggunganku tidak beralasan karena teman-teman dari Medan sangat friendly dan keramahannya lebih dari yang aku bayangkan. Terus terang ketika hendak mengunjungi Medan yang terbayang di benakku adalah aku akan disambut oleh orang dengan logat bicara yang asli medan dengan e tarling dan nada yang selalu naik 0.5-1 oktaf sehingga sekilas seperti membentak. Persepsi ini terbentuk karena dipengaruhi oleh sinetron, infotaintment dan acara lawakan di TV yang selalu menggambarakan orang Batak dengan orang yang ngomongnya kenceng dan frankly speaking tanpa tedeng aling-aling, phewww…

Ternyata persepsiku banyak yang keliru, memang banyak juga yang seperti digambarkan di Sinetron dan infotainment. Surprisenya, supervisor medan malah lemah lembut persis kayak puteri Solonan. Wajahnya juga nggak nampak orang Sumatera Utara, cenderung kalem (kayak lemper he..he…he..) dan tenang. Cuma namanya saja yang ada marganya sehingga membedakan dengan orang Jawa. Usut punya usut ternyata beliaunya lama tinggal di Bandung, sehingga budayanya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya Sunda. Mungkin lho, namanya juga analisis Bebas, nggak ada yang ngelarang. Iyakan Mbak Mel?

Lain lubuk lain belalang, dalam menyebut istilah tertentu aku sempet dibuat heran. Contohnya ketika seorang staf area medan menyebut sepeda motor dengan sebutan kereta. Kereta dari hongkong? Pikirku kala itu. “Saya naik kereta aja, kata Eldo salah seorang tim area Medan.” Karena Goblok atau belum ngerti, spontan aku nyeletuk, “ Naik Kereta????? Mana Relnya pikirku?? Masak di Medan saja mau Ke Rumah Sakit harus naik kereta, ke Stasiun dulu ya??? Usut punya usut ternyata sebutan kereta adalah untuk sepeda motor. Dalam hati masih bertanya-tanya, kok bisa ya? Kereta = Sepeda motor, jauhhhh cing! Sampai aku nulis sekarang ini masih belum paham, mengapa pilih nama kereta. Persepsiku kereta itu ya kereta api, atau kereta kuda, bukan sepeda motor buatan Jepang seperti itu. Apa dulu kereta kuda di Jepang cuma beroda dua ya? Yo wis lah, dapat perbendaharaan kata baru, kereta = sepeda motor. Kalau kereta api nyebutnya apa ya, lupa nggak nanya.

Nama angkot di Medan juga unik, namanya Sudoku. Kejepang-Jepangan gitu ya. Artinya apa, aku juga gak sempat nanya. Kalau becaknya unik, tukang becaknya tidak ada di Belakang kayak Becak-Becak di Solo, akan tetapi di Samping. Dan kebanyakan pakai motor. Wisata kotanya lumayan Banyak, seperti Masjid raya Medan, Istana Maimon yang merupakan bekas kesultanan Deli di Waktu lampau, Medan Walk, dan Pemandangan gereja-gereja di sepanjang jalan serta Bangunan-Bangunan bekas peninggalan Belanda seperti gedung-gesung pemerintahannya. Lima Hari aku malah lebih banyak Hospital Tour (tuntutan kerja soale..) dari Adam Malik, Martha Friska, Bunda Thamrin, Pirngadi, dan melintas di Depan Malahayati. Lumayan, kalau ditanya apa nama rumah sakit pendidikan di Medan, pasti bisa jawab. Soale sudah pernah berkunjung ke sana.

Selain tertarik dengan Budayanya aku juga sangat peduli terhadap kulinernya. Bicara masalah kuliner tentu akan berhubungan dengan perut. Sayang sekali, aku orang yang sangat fobia sama gemuk. Sekarang saja badanku sudah segede lemari kayu jati, kalau melar lagi tambah kayak bis malem. Amit-amit deh. Aku paling suka membanding-bandingkan citarasa masakan antar daerah. Sok menganalisa gitulah. Secara umum aku bisa melihat, bahwa untuk makanan di Sumatera lebih mewah dan lebih variasi daripada di Jawa. Makanan di Medan ini termasuk mewah dan enak-enak. Jarang warung yang hanya menyediakan makanan rumahan yang sederhana, kebanyakan seputar masakan Padang dengan ikan, daging, ayam, sea food sebagai andalannya. Jarang sekali telor, apa orang Medan nggak suka Telor ya? Kalau di Jawa makan seperti menu sehari-harinya seperti di Medan bisa bangkrut kali ya. Pas kuliah dulu, lebih banyak makan makanan sekelas warteg dan warung-warung kecil masakan jawa yang lebih banyak telor, gorengan tahu tempe. Untuk daging dan ayam tergolong mewah sehingga peminatnya juga kurang. Di Medan, kalau makan bersama, semua menu prasmanan dikeluarkan dan tinggal pilih. Dari Daging, macam-macam ikan seperti di Restoran Tapanuli yang menghidangkan macam-macam ikan dari Ikan Sale (bukan sale yang artinya obral ya), belut, kakap, Teri, udang dan banyak lagi, saking banyaknya nggak ngerti namanya. Ikan yang lumayan enak adalah ikan Sale tapi dilidahku telor dadar lebih nendang, dasar orang kampung! Makanannya se Indonesia Raya karena saking banyaknya dan rata –rata semuanya kaya bumbu dan bersantan. Seandainya dituruti sudah banyak kolesterol yang masuk ke tubuhku kali ya. Untungnya, kalau malam aku masih bisa ngerem nggak makan terlalu banyak. Bisa-bisa buncit nih perut.

Menyebut teh sebagai minuman juga sedikit berbeda di Medan. Di Batam biasanya menyebutnya teh O atau teh Obeng. Kalau di Medan menyebutnya Mandi alias manis dingin. Kalau teh tawar menyebutnya teh pahit dingin. Kalau habis makan, biasanya petugasnya akan mendatangi meja dan mengecek satu persatu makanan yang telah dimakan. Kalau ada 15-an menu dengan harga yang berbeda dan cara charge yang beda pasti akan mumet tuh petugasnya. Takutnya kelebihan atau kekurangan gitu bayarnya. Itulah risiko kalau menunya se Indonesia Raya. Paling enak ya sebenarnya kayak Restoran all you can eat gitu ya. But biaya yang harus dibayarkan konsumen pasti really..really..expensive….

Kalau sarapan di Medan, ada menu tersendiri. Seperti Mie Balap. Bicara Mie Balap jadi keinget sama Lontong Balap dari Surabaya, ternyata Mie Balap hampir sama dengan Mihun goreng plus telor Dadar. Enak lho Mienya, apalagi ada telor dadar. Di Medan juga banyak restoran yang disebut BPK alias Babi Panggang Karo yang 100 % diharamkan oleh MUI. Tentu sajalah, karena aku muslim so, no excuse. Ada lagi istilah makanan B1, B2 (aku lupa B1 anjing atau babi ya). Kalau di Bali juga banyak restoran Babinya, aku dan teman-teman biasanya menyebut dengan Baby Scrolling restaurant alias restoran babi guling. Biasanya di Bali didisplay di lemari kaca, di piring ada kepala babi yang merem (ya Iya lah, Babinya sudah mati soale, kalau melek dan berkedip-kedip jadi menakutkan). Di Medan aku tidak melihat ada Baby Scrolling yang didisplay di etalase. Mungkin komunitas muslim lumayan Banyak, sehingga toleransi.

Berlalu lintas di Medan, agak sedikit semrawut. Kadang lampu merah juga masih banyak kendaraan yang nyelonong saja. Bahkan pas macetpun ada yang nyalain klakson kenceng-kenceng, bikin kuping budeg. Kata narasumber hal itu sudah biasa di Medan, dalam berlalu lintas lumayan ancur dan horrible. Kalau di Medan saya jadi ingat ketika di Bali, dimana lalu lintasnya juga agak semrawut dan banyak kecelakaan akibat berlalu lintas yang kurang disiplin.
Karakteristik masyarakatnya juga heterogen, banyak pendatang di kota Medan. Selain Batak ada suku Jawa, Padang, Aceh, Tionghoa dll. Makanan khasnya juga enak, terutama bolu merantinya yang gurih dan lezat, sambel kacangnya yang pedas manis, dan Bika Ambon yang tidak sempat aku coba. Suatu saat kalau ada umur dan bisa kembali di Medan semoga bisa wisata kuliner lebih banyak. Pingin jalan-jalan keliling kota dengan jalan kaki seperti traveler dan bisa mencoba berbagai macam-macam kuliner khas medan. Durian belum dicoba nih, nggak sempet, kebanyakan makan nasi sehingga konstipasi, mules dan sempat diare karena perubahan pola makan akibat makanannya pedas-pedas. Duh, dasar perut nggak bisa diajak kompromi. Apes.

Itulah sekelumit kenangan di Medan, semoga menjadi prasasti dalam kehidupan yang manis. Pengalaman pertaman InsyaAllah adalah yang berkesan. Semoga Danau Toba bisa aku kunjungi, entah kapan. Aku berprasangka Baik kepada Allah, suatu saat aku pasti bisa ke sana. Terima kasih buat team area medan, you are so georgous. Keep fighting dan follow up ya. Terima kasih atas sambutannya. Sampai jumpa dalam keadaan yang lebih baik.. Amien.