Taksi bagi aku adalah sebuah kendaraan yang mewah, disamping mahal dan hanya kalangan tertentu yang hobi menaikinya. Selain itu kalangan yang kepepet biasanya memilih transportasi ini. Taksi akan terasa sangat murah apabila kita naik berempat, so kalau dibagi rata patungannya tidak terasa gedhe. naik taksi adalah salah satu hal yang aku hindari kalau tidak kepepet, patungan atau dibiayai kantor. kalau dibiayai kantor aku agak sedikit lega, karena biaya yang dikeluarkan akan di klaim ke perusahaan. Naik taksi juga harus tahu minimal tujuannya dengan jelas, sehingga tidak dibawa wisata kota sama supirnya, dengan argo yang terus berjalan makan tagihannya juga akan membengkak. Kalau mau aman, boleh borongan. Sehingga dijamin akan lebih cepat dan tidak diputer-puter keliling kota, karena semakin lama berputer-puter maka sopirnya akan rugi sendiri. But, kita musti tahu standart taksinya berapa, sehingga jatuhnya tidak kemahalan banget.
Naik taksi ketika macet bisa membikin spot jantung. Apalagi kalau mau mengejar pesawat. Pengalaman naik taksi ke Bandara seorang diri dengan rute yang tidak jelas membuat keringat dingin mulai mengucur. Dari Ragunan yang seharusnya bisa lewat tol priok, aku memilih lewat BSD so, muter muter nggak karuan. Untung tidak macet, bagaimana seandainya macet di Serpong sampai Kebon nanas, bisa runyamkan? Untungnya nyampai Bandara pas 1 jam sebelum keberangkatan. Sialnya lagi, ternyata pesawatnya delay. udah keburu-buru, spot jantung ternyata delay. Pengumuman delaynyapun ½ jam sebelum take off. Tahu begitu aku nyantai-nyantai aja ya. Yow wis lah yang penting nggak ketinggalan pesawat.
Sekarang kalau naik taksi aku memilh yang resmi, soalnya tidak mau ambil risiko kalau ada apa-apa di jalan nggak bisa klaim ke mana-mana. Kalau seandainya ada kendaraan umum dari Ragunan ke Bandara, akan lebih aman kalau aku memilih naik angkot saja. masalahnya kalau naik angkot harus ke Blok M dulu dengan koper segedhe anakan bagong. Ribet. Pinginnya ketika nanti ada acara luar kota nggak sampai bawa koper segedhe Bagong, selain ribet akhirnya nggak bisa naik kendaraan umum, musti naik taksi. males banget, udah kayak orang kaya aja ya. Yah, begitulah, ada uang ada fasilitas. So, jadilah orang kaya yang kalau naik taksi nggak perlu pegel harus mantengin argo melulu.....
Naik taksi ketika macet bisa membikin spot jantung. Apalagi kalau mau mengejar pesawat. Pengalaman naik taksi ke Bandara seorang diri dengan rute yang tidak jelas membuat keringat dingin mulai mengucur. Dari Ragunan yang seharusnya bisa lewat tol priok, aku memilih lewat BSD so, muter muter nggak karuan. Untung tidak macet, bagaimana seandainya macet di Serpong sampai Kebon nanas, bisa runyamkan? Untungnya nyampai Bandara pas 1 jam sebelum keberangkatan. Sialnya lagi, ternyata pesawatnya delay. udah keburu-buru, spot jantung ternyata delay. Pengumuman delaynyapun ½ jam sebelum take off. Tahu begitu aku nyantai-nyantai aja ya. Yow wis lah yang penting nggak ketinggalan pesawat.
Sekarang kalau naik taksi aku memilh yang resmi, soalnya tidak mau ambil risiko kalau ada apa-apa di jalan nggak bisa klaim ke mana-mana. Kalau seandainya ada kendaraan umum dari Ragunan ke Bandara, akan lebih aman kalau aku memilih naik angkot saja. masalahnya kalau naik angkot harus ke Blok M dulu dengan koper segedhe anakan bagong. Ribet. Pinginnya ketika nanti ada acara luar kota nggak sampai bawa koper segedhe Bagong, selain ribet akhirnya nggak bisa naik kendaraan umum, musti naik taksi. males banget, udah kayak orang kaya aja ya. Yah, begitulah, ada uang ada fasilitas. So, jadilah orang kaya yang kalau naik taksi nggak perlu pegel harus mantengin argo melulu.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar