Minggu, 17 Oktober 2010

Menggapai Separuh Mimpi...



Mimpi adalah harapan, mimpi adalah sebuah keinginan yang tulus. Berharap mimpi menjadi kenyataan adalah sebuah proses yang normal. Membuat mimpi menjadi nyata adalah sebuah keinginan yang besar dalam hidup seseorang. Sebagian orang berusaha menggapai mimpinya dengan cara yang ia anggap baik dan sebagian orang berharap dengan kekuatan doa agar Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merealisasikan mimpinya dengan cara yang telah diatur olehNya. Mungkin aku adalah orang yang masuk dalam golongan ke-2. Mimpiku banyak terwujud dengan bantuan Allah SWT sebagai pemilik hidup.

Mimpi-mimpiku yang aku pendam semenjak kanak-kanak satu persatu mulai terealisasi, walaupun sebenarnya aku tidak terlalu ngoyo untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Karena aku yakin bahwa semua sudah ada yang mengaturnya dan sudah ada jalurnya masing-masing. Mengunjungi dan berwisata di tempat wisata yang terkenal di Indonesia dan di seluruh dunia pasti menjadi sebagian besar mimpi orang-orang di seluruh dunia. Begitu pula aku yang selalu mencoba untuk menghargai apapun pengalaman yang didapat, walaupun bagi orang lain dianggap tidak bermakna, bagiku adalah sebuah anugerah yang indah, yang akhirnya akan menjadi rangkaian perjalanan hidupku di dunia yang hanya sementara ini.

Menginjakkan kaki di kota Medan bukanlah sebuah peristiwa yang biasa saja bagiku. Sedikit banyak mimpiku sudah terwujud walaupun ada obsesi yang lebih besar dari sekedar mengunjungi kota Medan. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Bandara Polonia Medan pada Minggu Malam 10-10-2010. Sebelumnya di Kota Padang pada tahun 2003, kemudian kota Batam pada Bulan September dan yang ketiga adalah Kota Medan Sumatera Utara. Aku berharap suatu saat dapat mengunjungi Kota Banda Aceh, Bengkulu, Palembang, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Lampung dan kota-kota lain di Pulau Andalas ini. Semoga….

Tugas dari Kantorlah yang mengantarkan aku ke Kota Medan. Sebuah Kota di pesisir timur Sumatera dengan segala keunikannya. Selama 5 hari sangatlah tidak cukup untuk mengenal lebih dalam tentang pesona Sumatera Utara yang terkenal dengan Wisata Danau Tobanya ini. Pinginnya ekstens sampai hari Minggu sehingga bisa mengunjungi danau Toba, tapi karena first time trip sehingga belum kepikiran ke situ. Semoga suatu saat aku bisa berfoto di samping danau Toba yang merupakan mimpiku sejak aku SD. Foto dengan pose sok cool agar kelihatan sedang merenung di pinggir sebuah Danau terbesar di Indonesia. Siapa tahu bisa dijadikan salah satu gambar nominasi pre weddingku kelak. Pre wedding tapi gak ada pasangannya apa bisa ya? Bisa, tapi nggak lumrah.

Berbicara mengenai mimpi kanak-kanakku dulu, sebenarnya ada 4 tempat wisata yang sangat ingin aku kunjungi sejak aku masih imut-imut dulu (sekarang masih nampak lho, sisa-sisa keimutannya he..he…). Tempat-tempat tersebut adalah Bali, Danau Toba, Bromo dan Taman Impian Jaya Ancol. 3 dari tempat wisata tersebut sudah aku kunjungi walaupun terbilang telat. Aku Bisa ke Pulau Bali pada usia 23 Tahun (udah kebilang tuwir kan). Keinginanku tersebut terwujud dengan manis, karena aku bisa tinggal di Bali selama 4 Minggu dalam rangka pelatihan, gratis plus uang saku. Asyikkan! Tips : Kalau pingin ke suatu tempat, bantulah dengan kekuatan doa, InsyaAllah terwujud walaupun tidak dalam waktu dekat. Percayalah. Selanjutnya Bromo serta Ancol juga sudah terwujud, semuanya gratis karena ada sponsornya, Asyik bukan. Yang penting sabar bahwa semua akan ada waktunya. Tinggal danau Toba yang belum terealisasi, tapi dengan mengunjungi Medan aku bersyukur sebagian mimpi dan jalan sudah mulai terbuka untuk ke Danau Toba.

Ketika mengunjungi sebuah Kota yang baru, biasanya aku sangat tertarik dengan wisata Budaya dan kulinernya. Mencoba memahami karakteristik masyarakat sebuah kota tidak cukup dalam 5 hari, perlu tinggal lebih lama lagi. Dalam lima hari aku mendapat pengalaman yang membuat aku menjadi lebih merasa lagi sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Ternyata pengetahuanku sangat terbatas di antara beribu keanekaragaman dan kebinekaan yang ada di Indonesia. Indonesia memang sangat kaya dengan budaya dan kulinernya. Medan dengan suku Bataknya menjadi ciri khas yang menarik untuk diamati. Aku dibesarkan dalam lingkungan Jawa tentu akan sedikit merasa canggung ketika berada dalam komunitas suku lain, ternyata kecanggunganku tidak beralasan karena teman-teman dari Medan sangat friendly dan keramahannya lebih dari yang aku bayangkan. Terus terang ketika hendak mengunjungi Medan yang terbayang di benakku adalah aku akan disambut oleh orang dengan logat bicara yang asli medan dengan e tarling dan nada yang selalu naik 0.5-1 oktaf sehingga sekilas seperti membentak. Persepsi ini terbentuk karena dipengaruhi oleh sinetron, infotaintment dan acara lawakan di TV yang selalu menggambarakan orang Batak dengan orang yang ngomongnya kenceng dan frankly speaking tanpa tedeng aling-aling, phewww…

Ternyata persepsiku banyak yang keliru, memang banyak juga yang seperti digambarkan di Sinetron dan infotainment. Surprisenya, supervisor medan malah lemah lembut persis kayak puteri Solonan. Wajahnya juga nggak nampak orang Sumatera Utara, cenderung kalem (kayak lemper he..he…he..) dan tenang. Cuma namanya saja yang ada marganya sehingga membedakan dengan orang Jawa. Usut punya usut ternyata beliaunya lama tinggal di Bandung, sehingga budayanya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya Sunda. Mungkin lho, namanya juga analisis Bebas, nggak ada yang ngelarang. Iyakan Mbak Mel?

Lain lubuk lain belalang, dalam menyebut istilah tertentu aku sempet dibuat heran. Contohnya ketika seorang staf area medan menyebut sepeda motor dengan sebutan kereta. Kereta dari hongkong? Pikirku kala itu. “Saya naik kereta aja, kata Eldo salah seorang tim area Medan.” Karena Goblok atau belum ngerti, spontan aku nyeletuk, “ Naik Kereta????? Mana Relnya pikirku?? Masak di Medan saja mau Ke Rumah Sakit harus naik kereta, ke Stasiun dulu ya??? Usut punya usut ternyata sebutan kereta adalah untuk sepeda motor. Dalam hati masih bertanya-tanya, kok bisa ya? Kereta = Sepeda motor, jauhhhh cing! Sampai aku nulis sekarang ini masih belum paham, mengapa pilih nama kereta. Persepsiku kereta itu ya kereta api, atau kereta kuda, bukan sepeda motor buatan Jepang seperti itu. Apa dulu kereta kuda di Jepang cuma beroda dua ya? Yo wis lah, dapat perbendaharaan kata baru, kereta = sepeda motor. Kalau kereta api nyebutnya apa ya, lupa nggak nanya.

Nama angkot di Medan juga unik, namanya Sudoku. Kejepang-Jepangan gitu ya. Artinya apa, aku juga gak sempat nanya. Kalau becaknya unik, tukang becaknya tidak ada di Belakang kayak Becak-Becak di Solo, akan tetapi di Samping. Dan kebanyakan pakai motor. Wisata kotanya lumayan Banyak, seperti Masjid raya Medan, Istana Maimon yang merupakan bekas kesultanan Deli di Waktu lampau, Medan Walk, dan Pemandangan gereja-gereja di sepanjang jalan serta Bangunan-Bangunan bekas peninggalan Belanda seperti gedung-gesung pemerintahannya. Lima Hari aku malah lebih banyak Hospital Tour (tuntutan kerja soale..) dari Adam Malik, Martha Friska, Bunda Thamrin, Pirngadi, dan melintas di Depan Malahayati. Lumayan, kalau ditanya apa nama rumah sakit pendidikan di Medan, pasti bisa jawab. Soale sudah pernah berkunjung ke sana.

Selain tertarik dengan Budayanya aku juga sangat peduli terhadap kulinernya. Bicara masalah kuliner tentu akan berhubungan dengan perut. Sayang sekali, aku orang yang sangat fobia sama gemuk. Sekarang saja badanku sudah segede lemari kayu jati, kalau melar lagi tambah kayak bis malem. Amit-amit deh. Aku paling suka membanding-bandingkan citarasa masakan antar daerah. Sok menganalisa gitulah. Secara umum aku bisa melihat, bahwa untuk makanan di Sumatera lebih mewah dan lebih variasi daripada di Jawa. Makanan di Medan ini termasuk mewah dan enak-enak. Jarang warung yang hanya menyediakan makanan rumahan yang sederhana, kebanyakan seputar masakan Padang dengan ikan, daging, ayam, sea food sebagai andalannya. Jarang sekali telor, apa orang Medan nggak suka Telor ya? Kalau di Jawa makan seperti menu sehari-harinya seperti di Medan bisa bangkrut kali ya. Pas kuliah dulu, lebih banyak makan makanan sekelas warteg dan warung-warung kecil masakan jawa yang lebih banyak telor, gorengan tahu tempe. Untuk daging dan ayam tergolong mewah sehingga peminatnya juga kurang. Di Medan, kalau makan bersama, semua menu prasmanan dikeluarkan dan tinggal pilih. Dari Daging, macam-macam ikan seperti di Restoran Tapanuli yang menghidangkan macam-macam ikan dari Ikan Sale (bukan sale yang artinya obral ya), belut, kakap, Teri, udang dan banyak lagi, saking banyaknya nggak ngerti namanya. Ikan yang lumayan enak adalah ikan Sale tapi dilidahku telor dadar lebih nendang, dasar orang kampung! Makanannya se Indonesia Raya karena saking banyaknya dan rata –rata semuanya kaya bumbu dan bersantan. Seandainya dituruti sudah banyak kolesterol yang masuk ke tubuhku kali ya. Untungnya, kalau malam aku masih bisa ngerem nggak makan terlalu banyak. Bisa-bisa buncit nih perut.

Menyebut teh sebagai minuman juga sedikit berbeda di Medan. Di Batam biasanya menyebutnya teh O atau teh Obeng. Kalau di Medan menyebutnya Mandi alias manis dingin. Kalau teh tawar menyebutnya teh pahit dingin. Kalau habis makan, biasanya petugasnya akan mendatangi meja dan mengecek satu persatu makanan yang telah dimakan. Kalau ada 15-an menu dengan harga yang berbeda dan cara charge yang beda pasti akan mumet tuh petugasnya. Takutnya kelebihan atau kekurangan gitu bayarnya. Itulah risiko kalau menunya se Indonesia Raya. Paling enak ya sebenarnya kayak Restoran all you can eat gitu ya. But biaya yang harus dibayarkan konsumen pasti really..really..expensive….

Kalau sarapan di Medan, ada menu tersendiri. Seperti Mie Balap. Bicara Mie Balap jadi keinget sama Lontong Balap dari Surabaya, ternyata Mie Balap hampir sama dengan Mihun goreng plus telor Dadar. Enak lho Mienya, apalagi ada telor dadar. Di Medan juga banyak restoran yang disebut BPK alias Babi Panggang Karo yang 100 % diharamkan oleh MUI. Tentu sajalah, karena aku muslim so, no excuse. Ada lagi istilah makanan B1, B2 (aku lupa B1 anjing atau babi ya). Kalau di Bali juga banyak restoran Babinya, aku dan teman-teman biasanya menyebut dengan Baby Scrolling restaurant alias restoran babi guling. Biasanya di Bali didisplay di lemari kaca, di piring ada kepala babi yang merem (ya Iya lah, Babinya sudah mati soale, kalau melek dan berkedip-kedip jadi menakutkan). Di Medan aku tidak melihat ada Baby Scrolling yang didisplay di etalase. Mungkin komunitas muslim lumayan Banyak, sehingga toleransi.

Berlalu lintas di Medan, agak sedikit semrawut. Kadang lampu merah juga masih banyak kendaraan yang nyelonong saja. Bahkan pas macetpun ada yang nyalain klakson kenceng-kenceng, bikin kuping budeg. Kata narasumber hal itu sudah biasa di Medan, dalam berlalu lintas lumayan ancur dan horrible. Kalau di Medan saya jadi ingat ketika di Bali, dimana lalu lintasnya juga agak semrawut dan banyak kecelakaan akibat berlalu lintas yang kurang disiplin.
Karakteristik masyarakatnya juga heterogen, banyak pendatang di kota Medan. Selain Batak ada suku Jawa, Padang, Aceh, Tionghoa dll. Makanan khasnya juga enak, terutama bolu merantinya yang gurih dan lezat, sambel kacangnya yang pedas manis, dan Bika Ambon yang tidak sempat aku coba. Suatu saat kalau ada umur dan bisa kembali di Medan semoga bisa wisata kuliner lebih banyak. Pingin jalan-jalan keliling kota dengan jalan kaki seperti traveler dan bisa mencoba berbagai macam-macam kuliner khas medan. Durian belum dicoba nih, nggak sempet, kebanyakan makan nasi sehingga konstipasi, mules dan sempat diare karena perubahan pola makan akibat makanannya pedas-pedas. Duh, dasar perut nggak bisa diajak kompromi. Apes.

Itulah sekelumit kenangan di Medan, semoga menjadi prasasti dalam kehidupan yang manis. Pengalaman pertaman InsyaAllah adalah yang berkesan. Semoga Danau Toba bisa aku kunjungi, entah kapan. Aku berprasangka Baik kepada Allah, suatu saat aku pasti bisa ke sana. Terima kasih buat team area medan, you are so georgous. Keep fighting dan follow up ya. Terima kasih atas sambutannya. Sampai jumpa dalam keadaan yang lebih baik.. Amien.

Tidak ada komentar: