Rabu, 22 Desember 2010

Tulislah



Pernah dengar rangkaian kalimat berikut,“ Tulis yang dikerjakan, kerjakan yang ditulis dan bisa dibuktikan.“ Bagi yang sudah sering gabung dalam pokja akreditasi pasti sudah familiar dengan ungkapan tersebut. Dalam akreditasi KARS, ISO maupun JCI, semuanya memang memiliki esensi yang hampir sama, semua harus tercatat dan terbukti dan bisa dipertanggungjawabkan dengan kadarnya masing-masing.

Dalam hidup kita sehari-hari, kadang kita melupakan hal-hal sederhana dengan menulis apa yang sudah kita lakukan dan menulis apa yang akan kita kerjakan. Sebagian dari kita memang lebih menyukai filosofi hidup kayak air. Biarkan hidup mengalir bak air, alias tanpa perencanaan dan dokumentasi.

Banyak pengalaman yang mengajarkan kepada kita tentang pentingnya perencanaan yang salah satunya dengan membuat konsep secara tertulis, melakukan dokumentasi dan report dalam bentuk tulisan, mengapa harus dalam bentuk tulisan? Kenapa tidak lisan saja lebih paperles? He..he..sekarang memang bukan saatnya ngomongin green peace lho!

Tulisan memang lebih everlasting, dokumentasi bisa melindungi kita dari tuduhan dan permasalahan sepele yang berlarut-larut tetapi karena tidak ada evidence akhirnya memanjang kesana kemari. Hal itu tidak akan terjadi seandainya kita rajin dalam menulis, merencanakan dan mendokumentasikan. Bukankah zaman prasejarah diakhiri karena ada unsur tulisan yang membuka mata manusia tentang sejarah yang akhirnya membelajarkan kita.

Mari menulis, dari yang sekecil-kecilnya, mari susun dokumentasi dan arsipkan segala hal yang kita anggap penting. Dengan itu semoga hidup kita lebih terprogram dan semua dapat berjalan sesuai dengan kehendak kita. Semoga kita tidak akan menyesal. Dengan menulis akan mengasah kognitif kita dan aku menyebutnya sebagai salah satu metode “On Going Learning”, belajar berkelanjutan.

Selasa, 21 Desember 2010

Bumi Raflesia


Sebuah kesempatan memang jarang datang dua kali, sebuah rencana memang hanya akan menjadi rencana kalau kita tidak bertekad untuk mewujudkannya. Rencana panjang sejak 1 tahun yang lalu ketika masih di tempat kerjaku yang lama, dimana sohibku yang asli Bengkulu mengajakku untuk bertandang ke tanah tumpah darahnya di Bengkulu. Sebuah tawaran yang menarik, menarik karena ada alasan-alasannya antara lain:

1. Aku memang lagi hobi traveling
2. Aku memang belum pernah ke bengkulu
3. Temanku pulang akhir tahun bertepatan dengan festival Tabot (What is it?)
4. Aku pingin lihat Bunga Raflesia yang katanya di temukan di Bengkulu
5. Pas ada yang ngundang, itung-itung hemat akomodasi hotel
6. Bisa mempelajari kearifan lokal
7. Refreshing


Rencana 1 tahun yang lalu ini hampir kandas dengan berbagai distraksi-sidtraksi yang cukup rumit, apalagi menyangkut lobi-lobi dengan bos (belum dapat cuti soale), finansial dan acara keluarga yang ujung-ujungnya muncul dalam agenda travelingku. Yo wis lah, Bismillahhirrahmaniirahim. Satu demi satu benang kusut masalah sedikit demi sedikit terurai, akhirnya terpecahkan masalah-masalah tersebut, walaupun ada konsekuensi-konsekuensi yang musti aku tanggung, salah satunya kena omelan Bos gara-gara aku sering minta ijin cabut, sabar aja deh.

Perjuangan dan doaku ternyata tidak sia-sia, 4 hari lumayanlah buat melepas penat dengan traveling di kota kelahiran Ibu Fatmawati Sukarno ini. Peliknya masalah tidak Cuma sampai planning dan organizing saja ternyata, di actuating begitu banyak masalah yang muncul antara lain proses keberangkatan yang terbilang super nyebelin. Penerbangan paling ribet yang pernah kulakukan. Maklum, biaya sendiri so aku tidak pilih naik garuda. Kujatuhkan pilihan pada pesawat lain yang relatif miring walaupun maskapai penerbangan yang aku pilih tersebut terkenal dengan sebutan "Si Ratu Delay". Sering delay katanya karena kebanyakan rute. Itu mah risiko, kalau kebanyakan rute tapi sering mendelay jadwal terbang? Mendingan rutenya nggak usah bayak-banyak kaleee... Ya udahlah biarin saja, ada pemikirnya kok. Kenapa aku yang repot ya? Toh, kalau gelar Ratu Delaynya nggak hilang-hilang, pasti lama-lama konsumen pada ogah. Cari yang lain untuk terbang, harganya juga nggak jauh beda kok.

Rencana Boarding jam 17.05, dari kantor di daerah Kuningan sudah standby 2 jam sebelumnya, minta ijin sama bos pulang lebih awal. Di Tollpun sudah disambut dengan padat merayap akibat hujan deras yang turun tiba-tiba. Karena dengan semangat 45 aku lupa bahwa tas ranselku terlalu berat dan akhirnya terjadilah tragedy muscle spasme akut. Duh biyung sakitnya pinggang dan punggungku. Berharap seiring berjalannya waktu nyeri otot akan hilang. On fact malah sebaliknya, nyeri bertambah dari menit ke menit hingga ke jam. Nyeri senut-senut kalau dibuat bergerak lebih terasa nyeri, kalau cemberut terasa sakit, apalagi tertawa tambah sakit lagi. Dengan kondisi muscle spasme akut ditambah dengan pesawatnya delay kagak jelasa, Glodak! Pingin nangis kok sudah tua, pingin ketawa dikira orang Edrun Edrun =edan= gila= sinting = crazy), diam saja nanti dikira afek datar, salah tingkah pokoknya. Apalagi tragedy delay mendelay serasa kompak dalam satu maskapai tersebut. Dari penerbangan yang ke Pontianak, ke Padang, Ke Bengkulu semuanya delay, kompak abis! Kebayang, terminal B4 di Bandara Soetta laksana pasar tumpah dengan berbagai macam tipe manusia, multi ras, multi etnis dan multi logat bahasa pula. Persis kayak terminal Bis antarkota. Beragam ekspresi manusia nampak di situ. Posisi berdiriku pas di depan loket terakhir ruang boarding sehingga bisa dengan jelas mengamati ekspresi-ekspresi lucu manusia ketika jengkel menunggu, dari yang afek datar, garang, sok berpendidikan, sopan, nggak sabaran, uring-uringan, merasa punya duit (ciri khas Indonesia), minta kompensasi dll. Ternyata lucu juga ya mengamati tingkah laku orang-orang itu.

3 Jam lebih pesawat delay tanpa kejelasan, ternyata masalah cuaca yang dijadikan alasan delay yang berkepanjangan. Awalnya masalah teknis pesawat. Pesawatnya yang ke Bengkulu sedang diperbaiki sebelum terbang, busyet! Betulin pesawat sebelum dipakai terbang, nggak salah tuh? Emang nggak stok pesawat lain ya? Apa nggak ada hari lain untuk memperbaiki pesawat? Bikin spot jantung! Seandainya kalau bikin alasan mbok ya yang profesonal dikit, masak alasannya pesawat lagi dibenerin. Lagi-lagi aku cuma bisa ketawa menertawakan diri sendiri walaupun kalau dibuat ketawa badan ini sakit semua. Dasar tas ransel sialan, bikin punggung dan pingang sakit, nggak safety!

Akhirnya setelah 4,5 jam menunggu pesawat boarding juga. Hampir saja dicancel penerbangannya karena ada info dari penumpang lain bahwa kalau lebih dari jam 09.00 malam pesawat di Bengkulu dilarang landing, karena terkait masalah listrik di Bengkulu yang sering mati mendadak. Ceilee, hari gini ibukota provinsi masih sering mati lampu. Di Bandara lagi, emang nggak ada genset. Fiuhh! Tambah dag dig dug...

Karena delay, selain dapat sekotak nasi dan juga memperoleh 2 potong donat sebagai kompensasi, itupun minta ke petugas dengan menyindir-nyindir, lumayanlah bisa buat menaikkan gula darah yang drop karena nggak makan sejak siang hari, hipoglikemi Bu! Ketika pesawat hendak jalan, aktivitas rutin yang dilakukan pramugari adalah menerangkan tentang cara-cara pemakain alat keselamatan untuk antisipasi ketika pesawat dalam kondisi darurat, pas lagi nerangin keselamatan, penumpang di sebelah saya sempat-sempatnya minta air ke pramugari karena kehausan akibat makan donat, dasar orang kampong! Nggak bisa lihat skala prioritas.

Satu jam dalam pesawat dengan nyeri di seluruh pinggang dan punggung membuat perjalanan terasa lama. Ketika hendak mendarat, muncul pengumuman dari pramugari yang mengatakan bahwa pesawat kesulitan mendarat akibat cuaca yang buruk, pilot akan melakukan perputaran 10 menit di atas Kota Bengkulu, seandainya dalam 10 menit tidak memungkinkan pesawat mendarat, maka pesawat akan kembali ke Jakarta. Yailahh, ES MOS SI rasanya, masak harus kembali ke Jakarta. Bisa ditertawain sama si Bos nih aku. harap-harap cemas lah, berharap ada keajaiban dan akhirnya.....pesawat bisa mendarat juga, Allhamdullilah….Wellcome to Bengkulu. Di bandara Fatmawati Sukarno, temanku sudah menunggu dengan membawa rombongan dangdut yang terdiri dari kurcaci-kurcaci kecil keponakannya, persis darmawisata anak SD he..he..he…


Hari 1

-Ke Tabot Festival, Hujan pukul 10 malam, becek, lampu tabotnya dah mulai mati. Nyobain empek-mpek bakar harga 2000 dapat 3.
-Take arrest===> capek plus keseleo, mantabbbbb.....

Hari ke-2

-Ke Pantai Tapak Padri, hujan gerimis maksa juga, intinya enggak mau rugi. Udah jauh-jauh ke Bengkulu bukan untuk bobok manis.
-Ke Festival Tabot di Pasar Tumpah, banyak pedagang persis di pasar malem. Dari jualan sandal, makanan, baju, arum manis, pecah belah, stan pemerintahan, gorengan 2000=3, mainan anak-anak, baju obral ciri khas pasar kaget banget!
-Mengikuti prosesi pembuangan Tabot di Padang Karabela, prosesi ini agak sedikit magis. Hati-hati jangan terlalu dekat, nanti kesurupan. Banyak jin yang lewat soale. Hampir aku kesurupan
-Ke Pantai Panjang, pantainya bagus sayang nggak boleh mandi soale banyak yang mati. Karakteristiknya hampir sama dengan pantai parangtritis, bukan berarti ada Nyi Roro Kidul lho.
-Ke Tapak Padri untuk mandi, sayang cuma sebentar soale hujan deras datang, takut tsunami (lho apa hubungane?)

Hari ke-3
-Olahraga di sepanjang pantai Panjang, jalan kaki hingga Benteng Malborough. Sayang keindahan pantai dicemari dengan sampah-sampah dan banyaknya kotoran-kotoran manusia sepanjang pantai yang di dekat rumah penduduk. Hari gini masih banyak orang boker di pantai, TA 1 ada dimana-mana, mengurangi mutu pastinya.
-Ke Benteng Malborough, disini banyak tulisan-tulisan dan sejarah tentang Bengkulu di masa Rafles/penjajahan Inggris, Belanda maupun Jepang. Berdiri kokoh di pinggir laut, memasuki Benteng ini laksana sudah membacari ratusan buku sejarah. Cuma 2500 per orang untuk dewasa dan 1000 rupiah untuk pelajar. Temenku sempat-sempatnya nawar agar harga tiket untuk dewasa disamakan dengan harga tiket pelajar, duh malu-maluin aja. Maklum orang Bengkulu asli.
-Ke Rumah Pengasingan Bung Karno, disini juga banyak dipajang foto-foto Bung Karno semasa diasingkan 1938-1942, kemudian kisah cinta Bung Karno dengan Fatmawati yang asli Bengkulu hingga memiliki 5 orang anak.
-Ke Bakmi Tris, Bakminya lumayan enak dan harganya terjangkau.
-Silaturahmi ke kerabat temanku
-Pesan Kue Tat dan makan empek-empek Bengkulu (empek-empeknya kenyal karena ada putih telornya) sepuasnya ^=^ gratis!


Hari ke-4

-Perjalanan ke Rejang Lebong Kabupaten di Sebelah Timur Bengkulu (2-3 jam jalan darat)
-Melewati Gunung Kepahiang, naik turun bukit
- Silaturahmi ke Jambu Keling Curup, rumah temannya temanku.
-Menangkap ikan di kolam dan mencari lokan/kijing/kerang air tawar, dimana aku bertemu dengan anak seribu pulau (ini istilahku sendiri, anak-anak dengan 2 kemampuan bahasa : Jawa dan Bengkulu, nampak sekali transmigrannya), anak-anak tersebut yang rela turun ke empang untuk mengambil lokan di bawah lumpur yang kelak dibuat rendang, enak gila rendang lokannya. So yummy….
-Wisata ke air terjun Suban di Curup, aku menyebutnya dengan tempat wisata serba 2000, gimana nggak serba dua ribu. Masuk gerbang wisata bayar 2000 untuk 1 mobil, beli gorengan harganya 2000 dapat 3 biji, masuk gerbang setelah dari parkiran bayar 2000 perorang, jalan beberapa meter hendak ke air terjun ditarik lagi 2000 per orang, mau mandi di kolam renang bayar lagi 2000 perorang, habis mandi dan mau bilas masuk kamar mandi bayar lagi 2000, mau pulang keluar parkiran ngasih tip orang parkir 2000 lagi. Duh biyung, ngecer banget sih. Mau rekreasi atau mau nyebar angpaw, kenapa nggak sekalian di awal dipukul rata satu orang 5000-10000 rupiah, biar praktis. Kata orang sana kalau dipukul rata banyak yang protes soalnya nggak mandi juga kena biaya yang sama dengan yang mandi. Ceilee, mau rekreasi perhitungan banget, itu mah resiko. Aya-aya wae, ogah rugi ceritane. Inilah fenomena tempat wisata serba 2000 baru aku temui di Bengkulu.
-Mandi air panas di Suban, berendam di kolam air panas menghilangkan pegal-pegal karena kecapekan.
-Belanja Buah dan Sayur. Buah pisang segede gaban Cuma 4000-5000 perak.
-Menengok Bunga Raflesia di daerah Kepahiang, kesampaian pula aku nengok nih Bunga. Sayang sudah hampir mati dan tumbuh di kuburan lagi hii..hi…

Hari ke-5

-Jalan-jalan ke Pasar Tradisional, makan empek-empek sama lontong tunjang

-Mampir di Danau Dendam Tak Sudah (ngeri ya namanya)

-Jalan-jalan ke pelabuhan Pulau Baai, melihat kapal ngetem.

-Pulang via Bandara Fatmawati Sukarno. Back to Jakarta, kerja lagi!


Tambahan : Ternyata biaya hidup di Bengkulu lebih mahal daripada di Jakarta!!!!!!!!!

Pulang


Kalau ada trip tapi nggak diprasastikan di blog pastinya rugi besar, itung-itung sedikit pamer biar seperti the real traveler. Ini Cuma sedikit catatan perjalanan yang masuk rekor dalam lembaran sejarah hidupku. Mengapa? karena ini adalah perjalanan dengan time limited banget, melalui 5 provinsi tapi aku tidak merasa begitu capek. Capek dikit biasalah, masalahnya dalam waktu 2 hari aku jalan dengan Bus dari Jakarta =>Jawa Barat=>Jawa Tengah=>Jawa Timur=>Jawa Tengah lagi kemudian naik pesawat=>Banten dan kembali ke Jakarta lagi. Dihitung-hitung ada 5 propinsi yang kulalui.

Ada apa gerangan hingga aku petakilan lintas propinsi seperti itu? He..he…ada acara keluarga, dimana formalitasnya aku mesti hadir. Setelah gagal merayu Bos agar menambah libur sehari dan malahan kena omelan gara-gara merengek-rengek minta tambah libur, kayak anak kecil kata si Bos. Yo wis lah, sing penting bisa pulang dan ikut seremonial di acara nikahan sepupu di Malang, tanah tumpah darah Bapakku.

Dari Jakarta berangkat malam dari lebak Bulus. Lagi apes, akhirnya kena calo juga. Tiketnya harganya 2 kali lipat! Bus yang dijanjikan kelas eksekutif ternyata berkarat sana berkarat sini, sepanjang jalan ngedumel terus. Kapok deh naik Bus dari terminal, calonya se-Indonesia raya dan ada kerjasama pemalakan yang tersistem (Pinjem istilahmu ya Jo..), dari tukang jaga peron hingga petugas jaga WC. Semuanya cari mangsa dan sepakat mengegolkan pemalakan tersistem. Awas ya, “tidak akan terulang kedua kali di dalam hidupku,oooooo…ya nasib ya nasib…mengapa begini.“.eits..kok malah jadi lirik lagu kegagalan cintanya Rhoma Irama, maklum lagi stres!

Target nyampe Solo pagi hari ternyata meleset total, sampai Solo hampir Dhuhur. Itu akibat naik bis yang tidak diridhoi akibat banyak percaloannya. Jalannya kayak kebo, slow but nggak sure blas. Awas ya, tujuh turunan nggak naik Bis merk tiiiiiittttt (nggak boleh sebut merek). Betel pokoknya, jelek, lambat, naik turunin penumpang persis kayak metromini. Gitu kok dibilang eksekutif. Dari Hongkong kali eksekutifnya. Males dech.

Sampai Ngawi, istirahat Cuma satu jam dan lanjut dengan mobil ke Malang. Itung-itung napak tilas pas kecil dulu. Cuma 5 jam nyampe malang selatan. Perjalanan yang paling cepat yang pernah kurasakan ketika mudik ke Malang. Di lokasi nikahan sudah mulai sepi pengunjung, makan ini makan itu, salam sana salam sini, foto sana foto sini dan cabut lagi pulang ke Ngawi jam 10 malem. Nyampe kampung jam ½ 3 pagi. But, kok nggak terasa capek ya. Ya iyalah, nggak nyetir soale. My Brother yang nyetir. He..he..he..

Inti dari perjalanan ini adalah silaturahmi, memang kita tidak pernah tahu perputaran waktu. Sudah jadi kehendak alam bahwa ada yang datang dan ada yang pergi. Keluarga besar kita sudah banyak mendapat anggota keluarga baru dari hasil pernikahan dan satu persatu anggota keluarga yang lain memang sudah banyak yang mendahului pergi, termasuk Bapakku sendiri.

Aku berharap masih banyak waktu sehingga silaturahmi ini akan terus berlanjut. Dengan segala kesibukan kerja dan jarak yang lumayan jauh membuat tali silaturahmi kurang begitu nyambung. Hampir 3 tahun tidak bertemu dengan keluarga besar Bapak dan ketika bertemu memang banyak yang sudah berubah. Terutama usia semakin lanjut, kemarin kita yang masih berlari-lari di sungai, berlari-lari di kebon jati, mandi di Ngliyep ataupun balekambang dan ternyata sekarang sudah pada punya anak dan punya hidup sendiri sendiri, memang benar bahwa waktu begitu cepat berlalu. Semoga waktuku berkah dan senantiasa membawa kemanfaatan bagiku dan bagi orang-orang di sekitarku.
******************************************************************************************************************

Senin, 15 November 2010

Termiskin Di Dunia


Aku merasa orang termiskin di dunia
Yang penuh derita bermandikan air mata
Itulah diriku
Kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa diriku

Sebelum terlanjur pikir-pikirlah dulu
Sebelum Engkau menyesal kemudian


Itu tadi sepenggal lagu dari Hamdan ATT termiskin di dunia. Pas nulis di Blog tiba-tiba teringat lirik lagu jadul ini. Setelah dirasa-rasa ternyata maknanya dalam banget ya. Sebuah bentuk merendahkan diri yang mungkin sangat dilebih-lebihkan. coba bayangkan seandainya anda menjadi orang termiskin di dunia, kagak sanggup kali untuk hidup lagi. Males!
Udah jelek, termiskin di dunia lagi. Amit..amit..kagak ada pilihan.

Coba kita lanjutkan liriknya,…

Jangankan gedung gubukpun aku tak punya
Jangankan permata uangpun aku tiada
Itulah diriku
kukatakan padamu
Agar engkau tahu
Siapa Aku…

Ck..ck….ck…hebat juga ya seandainya ada orang yang bener-bener miskin dan mau mengakui ia termiskin di dunia (hidup sekali termiskin di dunia lagi, nasib awak nggak mujur banget). fenomena sekarang banyak orang yang tidak miskin tidak malu untuk mengaku miskin, biar dapat santunan gitu. Walah-walah, kok nggak malu sama Hapenya, nggak malu sama setang bundernya atau nggak malu sama mas intannya yang terkenang (hi..ii…) kayak gitu lebih baik kita beri sebutan sebagai pelacuran citra kali ya, lebih pas..he..he..

Memang tidak semua orang dilahirkan dengan kecukupan, ada yang sangat kekurangan dan ada yang dilahirkan dengan melimpah-limpah (walaupun kadang nggak jelas asal muasal yang melimpah limpah itu, fiuhh). So, Indonesia bisa dikatakan sebagai negara seribu kesenjangan. Bisa jadi akibat lagu termiskin di dunia yang sempat populer tahun 80 an. semoga tidak. Kayaknya kita perlu membuat tandingan supaya impas, judulnya tertajir sealam semesta nggak cuma sedunia lho, biar mantap. Siapa mau coba bikin…silakan……

Mengukur Tingkat Stres


Setiap orang mempunyai mekanisme pertahanan terhadap stress. Koping yang dibentuk dalam menghadapi stress setiap orang adalah berbeda. Orang memandang stressor berdasarkan sudut pandang, pengalaman dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Orang yang sering mendapatkan stressor bisa jadi lebih kuat dan bisa jadi sebaliknya. Tinggal bagaimana seseorang tersebut menyikapinya. Mau jadi teman dan bersahabat dengan stressor, why not. Atau lebih memilih lari dari masalah dan semuanya akan kelihatan baik-baik saja, ya monggo. Kembali lagi bahwa semua pilihan itu ada konsekuensinya.
Kemarin aku iseng-iseng datang ke sebuah pameran di Monas, temanya adalah hari kesehatan Nasional. Di situ dipenuhi stan-stan dari institusi-institusi kesehatan dari berbagai macam kota, Perusahaan farmasi, Perusahaan makanan, perusahaan sosial dll. Intinya adalah mendukung kampanye untuk hidup sehat bagi warga masyarakat Indonesia. Di sebuah Stan yang membuka layanan kesehatan jiwa, menawarkan tentang pengukuran tingkat stress dengan mengunakan alat untuk merekam gelombang otak. Iseng-iseng berhadiah pikirku kala itu. Cuma bayar 20 ribu doang, gak ada salahnya.
Dengan dipasang alat mirip saturasi oksigen di kuku jempol tangan, kemudian serasa berkedut-kedut di jempol. sambil menunggu alat membaca target, oleh pemeriksa disarankan diam sejenak, supaya valid. 10 Menit perekaman usai. Hasilnya muncul dari alat persis kertas ECG. Si Pemeriksa menanyakan, “Mas ini orangnya nyantai ya, Kayak nggak pernah stress?” kata si pemeriksa. “He..he..he..belum tahu dia,” sahutku dalam hati dan aku cuma tersenyum. Menunggu sebentar kemudian konsultasi dengan ekspertnya. Oleh Bapak konsultannya dijelaskan tentang hasil pemeriksaan tersebut. Beliau mengatakan bahwa aku orangnya tidak sedang dalam kondisi stress, tidak ada beban, lebih memakai fisik daripada otaknya, nah lo ketahuan kalau tidak ada isinya alias gomik, alias goblok, alias bodo longa-longo kaya kebo, alias lola (loadingnya lama). Persis kayak kuli panggul beras, cuma pakai otot nggak pakai otak. Bisa dibilang okolnya doang (orang jawa bilang). Sedih..hiks..hiks….he..he..he…
Apakah hasil tersebut membuat aku stress, jelas tidak lah. Lucu malahan, aku jadi tahu bahwa olahraga yang sering kulakukan bisa membuat stress menurun lho, karena hormone tubuh merealese hormone-hormon yang mengurangi stres, so stressor ibarat angin lalu. Ceile..nggaya. Kata Konsultannya aku disuruh banyak membaca, sehingga tidak nampak kayak kuli panggul beras. Duh Pak, kalau baca ya hampir tiap hari, walaupan novel tetap jadi favoritku. Tuh, ketahuan lagi kalau bacaannya kurang berbobot, sehingga lebih nampak kulinya daripada intelektualnya. Memang, olahraga kayak sudah jadi hobi, walaupun badanku segede gambreng tapi kalau disuruh olehraga paling rajin, apalagi disuruh RPM, combat, or sekedar jalan-jalan keliling kampung dengan tiada tujuan kayak orang hilang, yang penting kalori terbakar.
Selain kurang memakai pikiran (lebih banyak angkat-angkat dan berlarian ngejar busway sich), aku juga disebut terlalu sensitive dan empaty,. Dua-duanya benar sih, aku merasa orang yang paling tidak enakan di seluruh dunia, yang penuh derita bermandikan air mata, hush ngaco! Itukan lagunya Hamdan ATT, termiskin di dunia. Dangdut mania…
Sensitif memang, empaty juga iya, nggak tegaan orangnya. Apalagi kalau ada orang marketing yang deketin aku, pasti barangnya laku kebeli, soale aku nggak tegaan liat orang jualan yang menghiba-hiba, nasib dech terlalu kebawa perasaaan.
Masalah pergaulan kata konsultannya masih bagus, dan gampang bergaul. Bisa iya bisa tidak sich, soalnya aku orang yang klik klikkan (maaf istilah baru), tidak mudah dekat dengan orang asing. Kalau sudah klik, jangan ditanya, lebih dari sodara. Kemana-mana barengan terus, sering digosipkan pasangan sejenis deh, konsekuensinya…
Yang terpenting memang jalanilah hidup dengan optimis saja, memang yang terbaik adalah seimbang antara jiwa dan raga, tidak jomplang ke satu sisi. Memang ada kalanya kita perlu parameter yang sederhana seperti itu, agar kita memiliki kaca benggala yang senantiasa menunjukkan arang di muka kita. Memberi kesempatan kepada kita untuk introspeksi, kalau bagus ya syukur kalau jelek ya syukur juga. Fairlah, tidak usah dibuat beban. O, ya Pren, hidup teratur itu lebih enak ternyata. Dengan hidup bersih dan disiplin membuat jiwa terasa tenang dan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada sekedar membiarkan hidup tanpa tujuan. Satu lagi, ternyata minum teh hangat bisa menenangkan, emang bener sich. Hampir tiap pagi aku minum teh hangat dan semuanya terasa relaks. Coba deh, bangun pagi, shalat, lari, sarapan, mandi dan minum teh hangat tiap pagi. Terbukti lho. Dan ingat jangan suka ngebluk, karena itu nggak sehat, hari ini masih ngebluk, apa kata dunia???????

NB : Ngebluk : Tidur berlarut-larut sampai siang, lupa shalat, lupa sarapan dan lupa mandi…

Minggu, 14 November 2010

Di Bumi Sriwijaya


Akhirnya kesempatan itu datang juga, segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat usia dan kesehatan yang akhirnya bisa membawaku pada propinsi sumatera selatan. Tepatnya di Ibukota Sumatera Selatan, Palembang. Sebuah kota yang terkenal dengan bekas kerajaan sriwijaya dan sangat familiar dengan empek-empeknya. Menurut sejarah, Palembang berasal dari kata Pa dan Limbang, yang masing-masing memiliki arti tempat dan tempat melimbang/memisahkan sesuatu. Palembang dulu terkenal dengan tempat mendulang emasnya. Berdasarkan prasasti kedudukan Bukit diketahui Sriwijaya berdiri pada 17 Juni 683 M, oleh karena itu tanggal 17 Juni ditetapkan sebagai jadi kota Palembang.
Aku datang ke Palembang dalam rangka tugas kantor, itung-itung sambil menyelam minum air, sambil kerja sambil travelling, he..he..he…soalnya kapan lagi bisa jalan-jalan gratis kalau tidak seperti ini. Yang penting kerja tetap prioritaslah. Menginap di Hotel dekat dengan kantor Gubernur Sumatera Selatan, sehingga akses ke Kota Sangat mudah. Dengan aktivitas yang lebih banyak ke luar kota yang memakan perjalanan darat 3-4 jam, dimana perjalananya agak menguras tenaga menyebabkan aktivitas jalan-jalan belum maksimal dilakukan. Sampai hotel aku langsung tewas karena kecapekan. Sampai-sampai jembatan amperapun pun belum kesampean dikunjungi. Kata orang, belum ke Palembang kalau belum ke Ampera, bener juga ya, soalnya ikon Palembang selain empek-empek ya Ampera itu. Fiuhhh.
Orang Palembang menyebut dirinya Wong Kito, yang artinya orang kita. Mayoritas muslim melayu, jawa dan china. Orang asli Palembang banyak yang fisiknya kayak orang cina yang sipit dan berkulit kuning. Di Hotel tempatku menginap, ketika berenang di Pagi Hari aku serasa berenang Di Goung Zhou Cina. Kebayang, satu kolam renang Cuma aku yang kulitnya coklat, yang lain kuning dan sipit khas orang China. Dengan conversation yang digunakan bahasa yang nggak ngerti aku babar blass, Nampak banget kalau aku produk lokal. Aku merasa bagai itik di tengah-tengah angsa yang sedang berenang. But, kalau dibilang eksotis, aku lah yang paling eksotis he..he..he..
Bicara Palembang, tidak lengkap tanpa empek-empek. Sampai-sampai hampir setiap orang yang tahu aku hendak ke Palembang pasti tidak akan tidak ngomong “Oleh-oleh ya empek-empeknya…” kalau di list mengkin satu halaman folio yang mau nitip empek-mepek (lebayy dikit), soalnya saking banyaknya. Sampai-sampai bela-belain telpon kau tengah malam pas aku lagi tidur di Hotel Cuma untuk nitip empek-empek, duh kebangetan. Emang pikirnya aku agen wisata yang jual empek-empek.
Mumpung di Palembang, kesempatan nih buat makan empek-empek sepuas-puasnya, kebayang nggak 2 piring penuh empek-empek aku telan bullet-bulet, ogah rugi pikirku, sudah beli 2 piring tapi nggak dimakan, usut punya usut empek-empeknya dihitung ber biji, so kalau nggak dimakan ya nggak dibayar, nah lo gara-gara ogah rugi, perut jadi tambah buncit. Nggak lagi-lagi deh, janji!
Selain empek-empek masih banyak ragam kuliner lainnya di Palembang, seperti kemplang, burgo, tekwan, dll. Aku hanya sebatas mencicipi empek-empek dan es kacang serta pindang ikan patin. Lumayanlah, bisa makan empek-empek asli dari kota asalnya. Ternyata empek-empek itu dibuat dari tapioka dengan campuran ikan, baru tahu aku kalau bahan dasarnya tapioca. Menurut sejarah yang aku baca di Website Wisata Palembang, Empek-empek berasal dari kata Apek yang berarti orang Cina yang Tua. Apek=Singkek??? Dimana konon yang pertama launching empek-empek ratusan tahun yang lalu, ceilee…launching, maksudnya jualan sambil keliling kota membawa sepeda adalah seorang cina yang tua, sejak itulah nama empek-empek begitu tersohor hingga kini.
Sedikit kisah di Bumi Sriwijaya, walaupun Cuma tiga hari aku bisa travelling hingga Prabumulih sampai Sekayu Banyuasin, surprisenya lagi di Prabumulih aku bisa ketemu dengan Seniorku dulu ketika kuliah di Semarang. Sekarang menjadi ketua Bidang di sana. Nggak nyangka ya kcenario Tuhan begitu dahsyat, seniorku yang asalnya dari Singkawang ternyata terlempar ke Prabumulih Sumatera Selatan. Kalau aku nanti akhirnya dimana ya? Hanya Tuhan yang tahu. Semoga apa yang telah kujalani bisa membawa hikmah bagi kehidupanku kini dan kelak.

Senin, 01 November 2010

Lebih dari Sekedar Membaca Buku



Sebagian orang berwisata di Museum adalah sebuah aktivitas yang tidak menantang. Banyak orang beranggapan apabila berwisata di Museum akan membuat pikiran tambah jutek dan tidak ada nuansa refreshinya yang menyegarkan pikiran. Berwisata memang sebuah aktivitas yang menyenangkan, karena hampir semua orang menyukai aktivitas ini. Cuma pilihan tempat aktivitas yang membuat orang memandang beda terhadap kegiatan berwisata ini.

Benar kata orang, mengunjungi museum ibarat lebih dari sekedar membaca buku. Dengan membaca buku kita dipaksa untuk mengembangkan imaginasi kita dan berkhayal tentang apa yang dideskripsikan oleh buku tersebut. Dengan mengunjungi museum ternyata banyak sekali hal-hal menarik yang bisa kita petik. so, tidak fair rasanya kalau museum hanya diidentikkan hanya cocok untuk anak-anak SD yag dipaksa belajar IPS oleh guru-guru mereka. Dengan membawa catatan berkeliling-keliling museum untuk mengejar target laporan yang banyak dari mereka sebenarnya tidak bisa memahami arti museum itu sendiri. But, itu lebih baik daripada cuma sekedar pengalaman di kelas dengan metode pendidikan pedagogi yang tidak up to date lagi.

Jalan-jalan kita kali ini adalah seputar kota Tua di Jakarta. Sudah direncanakan 2 Bulan Sebelumnya dan akhirnya kesampaian juga untuk jalan-jalan untuk mengenang kembali kejayaan Batavia tempo dulu. Jadi ingat sama cerita si Pitung, atau filmnya Ca Bau Khan. Seandainya jakarta terus dikuasai oleh Belanda hingga saat ini pasti model bangunannya akan klasik sekali seperti Museum Bank Mandiri, dimana arsitekturnya Eropa Banget. Cocok untuk foto pre wedding dan pengambilan film bernuansa jadul.

Sungguh disayangkan, wisata kota tua ini tidak semegah yang dibayangkan. Dimana eksotismenya kota Tua tidak lagi terjaga, kalah sama kebisingan kota yang mengelilinginya. Satu persatu mulai dilahap oleh kapitalisme dan keangkuhan Jakarta masa kini. Sungguh sayang sekali, dimana seharusnya nuansa klasik bisa diabadikan dan menjadi monumen bagi bangsa ini, akan tetapi ketidakpedulian bangsa ini pula yang menjadi aset-aset berharga musnah satu persatu hiks..hiks...

Bersepeda keliling kota lama ternyata tidak semenarik yang aku bayangkan, dengan rute yang tidak jelas membuat bersepeda tidak nyaman. Belum lagi kebisingan lalu lintas kota yang semrawut dan amburadul tidak karuan. Bayangin, seandainya gaya kita sudah menjiwai dengan naik onthel dengan topi bergaya jadul dengan niat untuk napak tilas but ketika jalan di sekitar kota tua, sepeda onthel seakan bersaing dengan Bis, Sepeda Motor, Truk, Gerobak kaki lima dll. Mana asyiknya, malah kita yang kayak pemain film figuran yang tersesat di jalan raya kota. Tragis…

Bagiku dan teman-teman, bukan hanya sekedar wisata sih. Ada banyak hikmah yang bisa diambil, terutama pengalaman hidup. Dengan membaca sejarah diharapkan kita menjadi insan yang lebih bijaksana dan bisa menghargai setiap detail karya pendahulu kita. Semangat kebersamaan yang mungkin sudah mulai memasuki injury time, mengingat kita-kita udah pada mendekati tuwir dan mulai karatan. Faktor Umur yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, yo wis lah, kita memang tidak bisa menawar takdir. Jalani kehidupan dengan senyuman dan aku yakin bahwa harapan hidup lebih baik akan selalu ada.

Kamis, 28 Oktober 2010

Manajemen Mendengar


Mendengar, begitu mudah diucapkan akan tetapi sungguh sulit untuk dilakukan. Mengapa mendengar sangat sulit untuk dilakukan, walaupun secara teori kita cuma diam dan pasang telinga baik-baik, tidak perlu buang-buang kalori untuk mendengar sebuah masukan.
Sebenarnya Tuhan sudah memberikan tanda-tanda agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara, kita punya 2 telinga dan satu mulut. Secara tidak langsung seharusnya manajemen mendengar kita harus lebih canggih dari manajemen retorika/manajemen berbicara kita.

Rasullulah mengatakan barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah dengan kata-kata yang baik ataupun lebih baik diam. Alasannya masuk akal, sebab kata-kata kita kelak akan dipertanggungjawabkan (QS. 50:18). Ketika tidak ada gunanya kita berbicara, alangkah baiknya apabila kita diam. Karena dengan diam itu ada kekuatan, salah satunya kekuatan sabar kita yang diuji.
Banyak sekali percekcokan, pertentangan, perkelahian karena kita tidak bisa saling mendengar, semuanya ingin didengarkan dan dianggap memiliki kata-kata yang mumpuni dan solutif. Setajam-tajam pedang lebih tajam lidah orang, sering terjadi sengketa karena salah bicara, nah lo!

Menjadi pendengar yang baik adalah sangat sulit sekali, sudah sulit ditambah sangat plus sekali, fiuhhh. Manajemen mendengar sudah coba aku asah sejak aku pelajar, akan tetapi masih sulit juga, kadang pertahananku bobol dan keluarlah seribu satu alasan atau pembenaran agar tidak terlalu lama jadi pendengar. Apalagi kalau ada kritikan yang diarahkan kepada kita, mau beralasan pasti dikira membela diri, mau tidak membela diri kuping kita jadi panas. Seandainya kritik itu benar mungkin kita masih bisa berbesar hari, kalau kritik yang diarahkan kepada kita cenderung fitnah, akan sangat menyakitkan. Pasrah sajalah, memang kita perlu belajar senam hati, toh Allah tidak tidur, so take it easy.

Keterampilan menjadi pendengar yang baik akan selalu mendewasakan orang, aku sangat yakin dan percaya bahwa orang yang mampu mendengar dengan hati akan menjadi individu yang tidak takut akan perubahan dan siap untuk bersaing secara sehat. Bagaimanapun, ketika kita mampu menganalisa lebih dalam dari hasil mendengar kita, maka akan sangat bermanfaat bagi kita kelak di kemudian hari.

Aku berharap, bahwa aku bisa menjadi orang yang mampu mendengar dengan hati, berbicara dengan asertif, dan aku mohon perlindungan kepada Allah akan segala fitnah. Semoga aku dijauhkan dari salah prasangka, iri, hati, dengki, rasa sombong dan zalim kepada orang lain. Ya Allah peliharalah aku dari hal-hal yang bisa mencelakaiku. Semoga selamat hidupku di dunia dan akhirat, Amien.

Rabu, 27 Oktober 2010

Pesona Puncak di Malam Hari


Pertama kali tahu tentang puncak adalah ketika aku masih SD, dimana Puncak menjadi salah satu tempat wisata yang tertulis di Mainan yang bernama Monopoli. tidak kebayang sama sekali mengenai Puncak pass, apakah itu taman, hutan, or gunung. Yang aku tahu puncak pass Bogor bersanding dengan kompleks wisata yang murah dalam permainan monopoli tersebut. kalau nggak salah satu komplek sama Kebun Binatang Ragunan, Taman Safari, Taman Mini dsb.


Semakin beranjak tua, Puncak semakin familiar karena sering muncul beritanya di TV. Puncak yang berhawa dingin yang letaknya tidak begitu jauh dari Jakarta, Puncak yang rawan macet ketika liburan, puncak yang sudah berubah menjadi hutan villa, dan puncak untuk lokasi syuting-syuting sinetron.
Marketisasi media ternyata cukup ampuh untuk mengajak seseorang mengunjungi puncak, dan lagi-lagi akulah orangnya itu salah satunya.
Akhirnya my dream come true juga, seorang teman mengajak ke puncak selepas kerja pada hari Jumat. Hitung-hitung refreshing daripada cuma bengong di Kost. Walaupun hujan deras tiada berpantang surut ke belakang, patriotik banget ya. Maklum, mumpung ada kesempatan.
Perjalanan macet kota Jakarta yang membuat perjalanan terasa lama, ketika sampai di Puncak sudah menjelang malam, kurang lebih 4 jam perjalanan dengan macetnya.


Sesampai di puncak, udara dingin langsung menusuk-nusuk tulang. Walaupun aku anggun (anak gunung), aku merasa dingin sekali rasanya malam itu. Suasananya memang tidak begitu jauh berbeda dengan Batu Malang, dingin dan banyak villa. Karena datang malam hari, yang nampak hanya gelap dan pesona cahaya lampu berkelap-kelip ibarat mata-mata yang berbinar-binar dari kejauhan. Sorry bahasanya nyastra dikit.
Mampir di Masjid Attaawun, sungguh pengalaman yang menarik. Sebuah masjid yang cukup eksotik dan kayaknya pantes buat bermuhasabah dan nyaman untuk menyendiri. Sayang sekali, walaupun di masjid masih banyak juga pasangan PDA yang rata-rata ABG. Ngapain ya malem-malem keluyuran, nggak jelas.


Dingin jadinya laper, biar hangat maka harus makan. Pas perjalanan dai Jakarta melewati Bogor sudah ngincer warung makan di pinggir jalan yang serupa tenda-tenda gitu, nampaknya tradisional banget makanannya. Pingin mampir pas pulang ah, gitu pikirku. But, laper udah nggak tahan akhirnya makan gorengan 10 Biji sama minum Bajigur dan bandrek campur susu. Wuihhh, enak gila! Laper, dingin minumnya panas….asli bikin pingin tidur.
Di Sepanjang jalan cuma gelap yang terlihat, sesekali ada orang yang berdiri di pinggir jalan sambil membawa senter yang berkedip-kedip. Kata temenku mereka menawarkan villa. ooooo…begindang…..sama selimutnya nggak Om? Tahukan maksudnya.


Cukup satu jam setengah, nggak lebih. Soale dingin banget. Maklum habis hujan. Pulanglah aku ke Jakarta. tekadku, aku pasti balik but enaknya siang hari ya. Biar kelihatan semuanya. InsyaAllah…

Minggu, 17 Oktober 2010

Menggapai Separuh Mimpi...



Mimpi adalah harapan, mimpi adalah sebuah keinginan yang tulus. Berharap mimpi menjadi kenyataan adalah sebuah proses yang normal. Membuat mimpi menjadi nyata adalah sebuah keinginan yang besar dalam hidup seseorang. Sebagian orang berusaha menggapai mimpinya dengan cara yang ia anggap baik dan sebagian orang berharap dengan kekuatan doa agar Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merealisasikan mimpinya dengan cara yang telah diatur olehNya. Mungkin aku adalah orang yang masuk dalam golongan ke-2. Mimpiku banyak terwujud dengan bantuan Allah SWT sebagai pemilik hidup.

Mimpi-mimpiku yang aku pendam semenjak kanak-kanak satu persatu mulai terealisasi, walaupun sebenarnya aku tidak terlalu ngoyo untuk mewujudkan mimpi-mimpiku. Karena aku yakin bahwa semua sudah ada yang mengaturnya dan sudah ada jalurnya masing-masing. Mengunjungi dan berwisata di tempat wisata yang terkenal di Indonesia dan di seluruh dunia pasti menjadi sebagian besar mimpi orang-orang di seluruh dunia. Begitu pula aku yang selalu mencoba untuk menghargai apapun pengalaman yang didapat, walaupun bagi orang lain dianggap tidak bermakna, bagiku adalah sebuah anugerah yang indah, yang akhirnya akan menjadi rangkaian perjalanan hidupku di dunia yang hanya sementara ini.

Menginjakkan kaki di kota Medan bukanlah sebuah peristiwa yang biasa saja bagiku. Sedikit banyak mimpiku sudah terwujud walaupun ada obsesi yang lebih besar dari sekedar mengunjungi kota Medan. Aku sangat bersyukur kepada Allah, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Bandara Polonia Medan pada Minggu Malam 10-10-2010. Sebelumnya di Kota Padang pada tahun 2003, kemudian kota Batam pada Bulan September dan yang ketiga adalah Kota Medan Sumatera Utara. Aku berharap suatu saat dapat mengunjungi Kota Banda Aceh, Bengkulu, Palembang, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Lampung dan kota-kota lain di Pulau Andalas ini. Semoga….

Tugas dari Kantorlah yang mengantarkan aku ke Kota Medan. Sebuah Kota di pesisir timur Sumatera dengan segala keunikannya. Selama 5 hari sangatlah tidak cukup untuk mengenal lebih dalam tentang pesona Sumatera Utara yang terkenal dengan Wisata Danau Tobanya ini. Pinginnya ekstens sampai hari Minggu sehingga bisa mengunjungi danau Toba, tapi karena first time trip sehingga belum kepikiran ke situ. Semoga suatu saat aku bisa berfoto di samping danau Toba yang merupakan mimpiku sejak aku SD. Foto dengan pose sok cool agar kelihatan sedang merenung di pinggir sebuah Danau terbesar di Indonesia. Siapa tahu bisa dijadikan salah satu gambar nominasi pre weddingku kelak. Pre wedding tapi gak ada pasangannya apa bisa ya? Bisa, tapi nggak lumrah.

Berbicara mengenai mimpi kanak-kanakku dulu, sebenarnya ada 4 tempat wisata yang sangat ingin aku kunjungi sejak aku masih imut-imut dulu (sekarang masih nampak lho, sisa-sisa keimutannya he..he…). Tempat-tempat tersebut adalah Bali, Danau Toba, Bromo dan Taman Impian Jaya Ancol. 3 dari tempat wisata tersebut sudah aku kunjungi walaupun terbilang telat. Aku Bisa ke Pulau Bali pada usia 23 Tahun (udah kebilang tuwir kan). Keinginanku tersebut terwujud dengan manis, karena aku bisa tinggal di Bali selama 4 Minggu dalam rangka pelatihan, gratis plus uang saku. Asyikkan! Tips : Kalau pingin ke suatu tempat, bantulah dengan kekuatan doa, InsyaAllah terwujud walaupun tidak dalam waktu dekat. Percayalah. Selanjutnya Bromo serta Ancol juga sudah terwujud, semuanya gratis karena ada sponsornya, Asyik bukan. Yang penting sabar bahwa semua akan ada waktunya. Tinggal danau Toba yang belum terealisasi, tapi dengan mengunjungi Medan aku bersyukur sebagian mimpi dan jalan sudah mulai terbuka untuk ke Danau Toba.

Ketika mengunjungi sebuah Kota yang baru, biasanya aku sangat tertarik dengan wisata Budaya dan kulinernya. Mencoba memahami karakteristik masyarakat sebuah kota tidak cukup dalam 5 hari, perlu tinggal lebih lama lagi. Dalam lima hari aku mendapat pengalaman yang membuat aku menjadi lebih merasa lagi sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Ternyata pengetahuanku sangat terbatas di antara beribu keanekaragaman dan kebinekaan yang ada di Indonesia. Indonesia memang sangat kaya dengan budaya dan kulinernya. Medan dengan suku Bataknya menjadi ciri khas yang menarik untuk diamati. Aku dibesarkan dalam lingkungan Jawa tentu akan sedikit merasa canggung ketika berada dalam komunitas suku lain, ternyata kecanggunganku tidak beralasan karena teman-teman dari Medan sangat friendly dan keramahannya lebih dari yang aku bayangkan. Terus terang ketika hendak mengunjungi Medan yang terbayang di benakku adalah aku akan disambut oleh orang dengan logat bicara yang asli medan dengan e tarling dan nada yang selalu naik 0.5-1 oktaf sehingga sekilas seperti membentak. Persepsi ini terbentuk karena dipengaruhi oleh sinetron, infotaintment dan acara lawakan di TV yang selalu menggambarakan orang Batak dengan orang yang ngomongnya kenceng dan frankly speaking tanpa tedeng aling-aling, phewww…

Ternyata persepsiku banyak yang keliru, memang banyak juga yang seperti digambarkan di Sinetron dan infotainment. Surprisenya, supervisor medan malah lemah lembut persis kayak puteri Solonan. Wajahnya juga nggak nampak orang Sumatera Utara, cenderung kalem (kayak lemper he..he…he..) dan tenang. Cuma namanya saja yang ada marganya sehingga membedakan dengan orang Jawa. Usut punya usut ternyata beliaunya lama tinggal di Bandung, sehingga budayanya juga sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya Sunda. Mungkin lho, namanya juga analisis Bebas, nggak ada yang ngelarang. Iyakan Mbak Mel?

Lain lubuk lain belalang, dalam menyebut istilah tertentu aku sempet dibuat heran. Contohnya ketika seorang staf area medan menyebut sepeda motor dengan sebutan kereta. Kereta dari hongkong? Pikirku kala itu. “Saya naik kereta aja, kata Eldo salah seorang tim area Medan.” Karena Goblok atau belum ngerti, spontan aku nyeletuk, “ Naik Kereta????? Mana Relnya pikirku?? Masak di Medan saja mau Ke Rumah Sakit harus naik kereta, ke Stasiun dulu ya??? Usut punya usut ternyata sebutan kereta adalah untuk sepeda motor. Dalam hati masih bertanya-tanya, kok bisa ya? Kereta = Sepeda motor, jauhhhh cing! Sampai aku nulis sekarang ini masih belum paham, mengapa pilih nama kereta. Persepsiku kereta itu ya kereta api, atau kereta kuda, bukan sepeda motor buatan Jepang seperti itu. Apa dulu kereta kuda di Jepang cuma beroda dua ya? Yo wis lah, dapat perbendaharaan kata baru, kereta = sepeda motor. Kalau kereta api nyebutnya apa ya, lupa nggak nanya.

Nama angkot di Medan juga unik, namanya Sudoku. Kejepang-Jepangan gitu ya. Artinya apa, aku juga gak sempat nanya. Kalau becaknya unik, tukang becaknya tidak ada di Belakang kayak Becak-Becak di Solo, akan tetapi di Samping. Dan kebanyakan pakai motor. Wisata kotanya lumayan Banyak, seperti Masjid raya Medan, Istana Maimon yang merupakan bekas kesultanan Deli di Waktu lampau, Medan Walk, dan Pemandangan gereja-gereja di sepanjang jalan serta Bangunan-Bangunan bekas peninggalan Belanda seperti gedung-gesung pemerintahannya. Lima Hari aku malah lebih banyak Hospital Tour (tuntutan kerja soale..) dari Adam Malik, Martha Friska, Bunda Thamrin, Pirngadi, dan melintas di Depan Malahayati. Lumayan, kalau ditanya apa nama rumah sakit pendidikan di Medan, pasti bisa jawab. Soale sudah pernah berkunjung ke sana.

Selain tertarik dengan Budayanya aku juga sangat peduli terhadap kulinernya. Bicara masalah kuliner tentu akan berhubungan dengan perut. Sayang sekali, aku orang yang sangat fobia sama gemuk. Sekarang saja badanku sudah segede lemari kayu jati, kalau melar lagi tambah kayak bis malem. Amit-amit deh. Aku paling suka membanding-bandingkan citarasa masakan antar daerah. Sok menganalisa gitulah. Secara umum aku bisa melihat, bahwa untuk makanan di Sumatera lebih mewah dan lebih variasi daripada di Jawa. Makanan di Medan ini termasuk mewah dan enak-enak. Jarang warung yang hanya menyediakan makanan rumahan yang sederhana, kebanyakan seputar masakan Padang dengan ikan, daging, ayam, sea food sebagai andalannya. Jarang sekali telor, apa orang Medan nggak suka Telor ya? Kalau di Jawa makan seperti menu sehari-harinya seperti di Medan bisa bangkrut kali ya. Pas kuliah dulu, lebih banyak makan makanan sekelas warteg dan warung-warung kecil masakan jawa yang lebih banyak telor, gorengan tahu tempe. Untuk daging dan ayam tergolong mewah sehingga peminatnya juga kurang. Di Medan, kalau makan bersama, semua menu prasmanan dikeluarkan dan tinggal pilih. Dari Daging, macam-macam ikan seperti di Restoran Tapanuli yang menghidangkan macam-macam ikan dari Ikan Sale (bukan sale yang artinya obral ya), belut, kakap, Teri, udang dan banyak lagi, saking banyaknya nggak ngerti namanya. Ikan yang lumayan enak adalah ikan Sale tapi dilidahku telor dadar lebih nendang, dasar orang kampung! Makanannya se Indonesia Raya karena saking banyaknya dan rata –rata semuanya kaya bumbu dan bersantan. Seandainya dituruti sudah banyak kolesterol yang masuk ke tubuhku kali ya. Untungnya, kalau malam aku masih bisa ngerem nggak makan terlalu banyak. Bisa-bisa buncit nih perut.

Menyebut teh sebagai minuman juga sedikit berbeda di Medan. Di Batam biasanya menyebutnya teh O atau teh Obeng. Kalau di Medan menyebutnya Mandi alias manis dingin. Kalau teh tawar menyebutnya teh pahit dingin. Kalau habis makan, biasanya petugasnya akan mendatangi meja dan mengecek satu persatu makanan yang telah dimakan. Kalau ada 15-an menu dengan harga yang berbeda dan cara charge yang beda pasti akan mumet tuh petugasnya. Takutnya kelebihan atau kekurangan gitu bayarnya. Itulah risiko kalau menunya se Indonesia Raya. Paling enak ya sebenarnya kayak Restoran all you can eat gitu ya. But biaya yang harus dibayarkan konsumen pasti really..really..expensive….

Kalau sarapan di Medan, ada menu tersendiri. Seperti Mie Balap. Bicara Mie Balap jadi keinget sama Lontong Balap dari Surabaya, ternyata Mie Balap hampir sama dengan Mihun goreng plus telor Dadar. Enak lho Mienya, apalagi ada telor dadar. Di Medan juga banyak restoran yang disebut BPK alias Babi Panggang Karo yang 100 % diharamkan oleh MUI. Tentu sajalah, karena aku muslim so, no excuse. Ada lagi istilah makanan B1, B2 (aku lupa B1 anjing atau babi ya). Kalau di Bali juga banyak restoran Babinya, aku dan teman-teman biasanya menyebut dengan Baby Scrolling restaurant alias restoran babi guling. Biasanya di Bali didisplay di lemari kaca, di piring ada kepala babi yang merem (ya Iya lah, Babinya sudah mati soale, kalau melek dan berkedip-kedip jadi menakutkan). Di Medan aku tidak melihat ada Baby Scrolling yang didisplay di etalase. Mungkin komunitas muslim lumayan Banyak, sehingga toleransi.

Berlalu lintas di Medan, agak sedikit semrawut. Kadang lampu merah juga masih banyak kendaraan yang nyelonong saja. Bahkan pas macetpun ada yang nyalain klakson kenceng-kenceng, bikin kuping budeg. Kata narasumber hal itu sudah biasa di Medan, dalam berlalu lintas lumayan ancur dan horrible. Kalau di Medan saya jadi ingat ketika di Bali, dimana lalu lintasnya juga agak semrawut dan banyak kecelakaan akibat berlalu lintas yang kurang disiplin.
Karakteristik masyarakatnya juga heterogen, banyak pendatang di kota Medan. Selain Batak ada suku Jawa, Padang, Aceh, Tionghoa dll. Makanan khasnya juga enak, terutama bolu merantinya yang gurih dan lezat, sambel kacangnya yang pedas manis, dan Bika Ambon yang tidak sempat aku coba. Suatu saat kalau ada umur dan bisa kembali di Medan semoga bisa wisata kuliner lebih banyak. Pingin jalan-jalan keliling kota dengan jalan kaki seperti traveler dan bisa mencoba berbagai macam-macam kuliner khas medan. Durian belum dicoba nih, nggak sempet, kebanyakan makan nasi sehingga konstipasi, mules dan sempat diare karena perubahan pola makan akibat makanannya pedas-pedas. Duh, dasar perut nggak bisa diajak kompromi. Apes.

Itulah sekelumit kenangan di Medan, semoga menjadi prasasti dalam kehidupan yang manis. Pengalaman pertaman InsyaAllah adalah yang berkesan. Semoga Danau Toba bisa aku kunjungi, entah kapan. Aku berprasangka Baik kepada Allah, suatu saat aku pasti bisa ke sana. Terima kasih buat team area medan, you are so georgous. Keep fighting dan follow up ya. Terima kasih atas sambutannya. Sampai jumpa dalam keadaan yang lebih baik.. Amien.

Like and Dislike abaout Food.....


Bicara masalah makanan tentu tidak akan ada habisnya, kata orang makanan di dunia ini hanya ada dua macamnya yaitu enak dan enak banget. Tidak ada yang tidak enak. Tapi bagiku, walaupun badanku segede gajah anakan, yang tandanya aku doyan makan, ternyata banyak sekali makanan-makanan yang kupantang. Bukan berarti alergi atau karena faktor kesehatan, tapi karena faktor tidak doyan saja karena biasanya aku agak-agak jijik. Inilah makanan-makanan yang aku pantang dalam 10 besar makanan yang tidak aku suka dengan berbagai pertimbangannya…

1.Lele, sampai SD hingga Kerja sekarang aku sangat berpantang dengan ikan ini. Aku sudah lupa bagaimana rasa ikan ini. Selain jijik karena hewannya agresif, aku jadi tidak tega kalau melihat cara membunuhnya yang penuh dengan kekerasan. Dulu simbahku kalau membunuhnya dengan dipukul pakai uleg-eleg hingga menggelepar-menggelepar dan akhirnya si ikan wafat. Dan kadang ketika dimasukkan ke wajan untuk digorengpun masih hidup dan terlempar keluar. Hii…ikannya nyawanya dobel, padahal sudah dibumbuin lho ikannya. Banyak pemilik kolam yang menjadikan septiktank dengan kolam lele jadi satu. Dari WC langsung masuk ke kolam lele. So, makanan pokok tuh ikan adalah TA 1, sungguh eksotik. Back to nature banget! Ada cerita yang mengatakan bahwa pernah beberapa ekor lele yang terceber ke WC yang model WCnya plengsengan sehingga ikan bisa masuk ke dalam septiktank. Usut punya usut setelah beberapa tahun WC jadi mampet dan ketika di buka, satu septiktank isinya ikan lele banyak banget hingga menyumbat saluran WC. Phewwww, ternyata kehendak Tuhan, ikan yang masuk ke septiktank adalah lele jantang dan betina hingga beranak pinak tujuh turunan di septiktank dan lagi-lagi bisa bertahan hidup karena makanan pokoknya adalah TA 1, amit-amit. Sama pemiliknya semua ikan lele dijual dan tidak dikonsumsi sendiri. Kebayang nggak, kalau kita yang beli tuh ikan dan kita makan di meja makan, yang sebenarnya ikan itu lahir dan berkembang di septiktank….hii…..hii….
2. Belut, bentukmya yang seperti ular makanya aku takut dan geli melihat cara membunuhnya yang disayat pakai silet. Jadi terbelah dua……
3. Kelinci, Aku menganggap binatang ini lucu dan imut-imut dan aku tidak tega untuk memakannya…
4. Kambing, Baunya yang prengus dan alot ketika dibikin sate, jadi males mengkonsumsinya. Bapak saya dulu selalu berkurban tiap tahunnya. 2-3 bulan sebelum kurban selalu membeli kambing terlebih dahulu dengan pertimbangan harga kambing masih murah. Aku kebagian yang mengajak jalan-jalan tuh kambing. Karena aku nggak bisa mencari rumput makanya aku yang sering mengajak kambing jalan-jalan ke kebon belakang rumah. Ketika dipotong, keluarga kami juga mendapat jatah. Sejak saat itulah aku nggak doyan lagi makan kambing, kasihan sudah kayak temen sendiri.
5. Mentok, lihat mukanya yang merah berbintik-bintik aja sudah serem apalagi memakannya. No way lah…
6. Jengkol alias Jengki. Seumur hidup baru makan sekali dan habis itu nggak lagi ah, aromanya nyebar seantero jagat…
7. Telor Mentok. Amis banget, makan sekali terus kapok deh…
8. Belalang, Lihat bentuknya saja jadi kebayang sama satria baja hitam RX. Pas KKN Dulu pernah diserve sama Bu Lurah, sepiring belalang goreng , bukan nafsu malah jadi pingin muntah hoeekkkkk….
9. Kodok dan Bekicot, Kodok dimakan? kayak nggak ada makanan lain aja ya. Katanya Swike asli purwodadi enak but allhamdullilah aku nggak kepingin babar blaz! Jijai bajai and gilatun. Bekicot sudah pernah makan pas aku TK dulu, kalau sekarang disuruh makan no way lah. Berlendir…
10.Makanan-Makanan yang di haramkan oleh agama seperti B1, B2, Ular, bulus, bertaring, ganas, menjijikkan, bangkai, minuman keras, dll……….

Makanan Tradisional II


Aneka Makanan Tradisional II

Membahas mengenai makanan, maka tidak akan ada habisnya. Keanekaragaman makanan tradisional sekelas jajanan pasar dan makanan-makanan kelas menengah ke bawah membawa kekayaan kuliner Indonesia. Bisa saja hidup di Rusia, dengan makanan nuansa Rusia yang dominan kentang, roti dll. Di Rusia akan susah mencari namanya gemblong soalnya gemblong asli dari Indonesia. Hidup makmur di Amerika, suatu saat pasti akan kangen yang namanya getuk. Indonesia memang kaya lho….di samping kaya akan Hutan, gunung, sawah, lautan, kuliner, juga kaya akan koruptor, indisipliner, konflik dll..dll…komplit ada di Indonesia.

Menyambung sesion I, aku masih punya bejibun list makanan tradisional yang aku pernah makan dan familiar sekali di lidahku. Ini dia….lanjutannya…

Lapis, Kue ini tergolong murah dan enak. Di kampungku dulu kue ini berwarna merah pink pada lapis pertama dan putih pada lapis kedua. Dijual sama klepon dan ketan. satu biji 50 perak. Agak sticky dikit…

Botok, jadi teringat lagu dolanan pada waktu kecil dulu yang liriknya, “Ayo mulih madang, lawuhe BOTOK urang. Ayo maju perang, ditembak xxxxx abang.” Maaf ada sensor dikit he..he.., ini makanan sangat enak dan murah. Terbuat dari kelapa dicampur bumbu-bumbu seperti lombok , pete, bawang, brambang, tempe, tomat dll…ada macam-macam botok yang aku tahu, antara lain botok udang, botok teri, botok lamtoro, botok tempe, botok jamur, botok laron (weeekkkk, gilo aku). Dari semua Botok, Botok udang dan Botok teri yang paling aku suka. Dulu ada simbok-simbik yang menjajakan Botok ini berkeliling desa pada sore hari, sebungkus 50 perak. Paling enak dimakan sama urap, telor rebus/telor dadar, daging ayam, kerupuk dan nasi yang masih anget. Nyamplengg….

Pelas, (e nya tarling ya, kayak orang Batak kalau bilang e), Makanan ini hampir sama kemasannya dengan botok. Sama-sama dibungkus daun pisang. Anak kecil biasanya lebih suka pelas karena tidak pedas. But, aku dari dulu kurang suka dengan pelas. Komposisinya ada kacang tolonya dan bumbu rempah-rempah. Rasanya kurang menantang dan agak gimana ya???

Gembrot, Ini kuliner namanya rasis banget ya, fisikly sekali. Kalau ingat makanan ini jadi inget julukanku ketika kecil dulu. Maklum aku pas kecil imut-imut dan sedikit tambun (dikit atau banyak ?). Makanan ini terbuat dari daun sembukan dicampur dengan bumbu-bumbu (awas flatus!). Rasanya lumayan enak, better than pelas menurutku.

Arum Manis, warnanya pink, menggelembung bentuknya kayak rambutnya keluarga Simpson film kartun zaman dulu. Ortu dulu sering melarang untuk makan makanan ini karena bisa bikin batuk. Aku juga sering menyebutnya gula-gula, kayak lagunya elvy sukaesih dulu, dan hal ini juga diamini oleh adikku. kalau makan kayak makan kapas saja, lenyap ketika diemut. Masih banyak di jual di tempat keramaian yang bayak anak-anaknya misalnya di Pasar Malem dan tempat-tempat wisata murah. Soalnya yang beli ini ya musti anak-anak, kalau yang beli orang tua aneh saja lihatnya…masak orang tua ngemuti arum manis.

Sate Kojek, muncul setelah generasi penyuka salome mulai berkurang. Bentuknya bulet-bulet kayak sate telur puyuh tapi agak kecil, pakai bunbu kacang. lebih manusiawi daripada salome yang liat karena kebanyakan tepung pati kanji dan lebih bersih tentunya. Karena di sate kojek nggak ada istilah celup dua kali seperti di Saosnya salome/cilok.

Tepo, (E nya tarling lagi ya). Nama ini hanya familiar di Ngawi saja. Di Sragen udah beda namanya, di Surabaya nggak ada apalagi di Semarang. Lontong diberi kecambah, tahu yang digoreng, sambel ulekan kacang dan kadang diberi telur, telornya digoreng sama tahunya kemudian kecap manis tidak ketinggalan. Enak, murah dan lumayan bergizi. Makannya enak pada malem hari, apalagi kalau telor dan tahunya digoreng anget. Slruppp…..

Lemper, umum banget dimana-mana ada, but paling enak adalah lemper ayam/lemper basah. Ibu suka sekali membuat lemper basah ini. Pas waktu anak-anak dulu, aku paling ogah makan lemper kalau isisnya serundeng. Pikirku nggak modal banget nih orang, bikin lemper pakai serundeng. pakai abon kek, pakai ayam or daging gitu. Ternyata, setelah aku beranjak dewasa (l, pakai serundeng ternyata lebih gurih. Nyesel aku nyadarnya belakangan. Lemper dah kayak makanan wajib pas acara kondangan, selain nogosari tentunya.

Ongol-Ongol, kayak agar-agar diberi kinco campur kelapa. Makanan ini enak tetapi kurang familiar saja di kampungku. Jarang makan pula.

Es Wawan, ini bukan makanan tradisional akan tetapi es merk jadul. Dulu sangat familiar pas aku kelas 6 SD-1 SMP. Namanya kayak nama kakakku. Asli bikinan Jombang kayaknya. Rasanya sih tidak terlalu istimewa. Makanya nggak bertahan lama.

Roti Sisir, dulu harganya kalau aku nggak salah adalah 350 perak sebungkus. Roti ini enak lho. Sampai sekarang saja aku masih doyan. Biasanya kalao bercanda sama teman-teman pas kecil dahulu roti ini cara makannya seperti nginang (makan sirih). Sisir = Susur, cukup dekat kann?Maksa dikit!

Dudo Keplengkang, ini nama jawanya dari telo goreng. Biasanya ketika digoreng ketela dibelah tengahnya sedikit, kayak keplengkang gitu (bahasa Indonesianya aku nggak paham, bahasa Inggrisnya split). Sudah ada makanan rondo royal ditambah ada dudo keplengkang…wis..wis aneh…aneh…

Brambang Asem, Nih makanan aku temukan di Sragen. Hampir kayak pecel akan tetapi sayurannya daun ubi jalar. Sambalnya pedas manis. Pas SMA setelah pulang sekolah biasanya mampir untuk beli Brambang Asem dan tempe kedelai sama es Dawet. Wuiihhh enake, sayang di Jakarta nggak ada yang jual. Harganya cukup murah, 200 perak, gorengan 100 perak. Pokoknya dulu dikasih uang jajan 10 ribu pas Di SMA (diluar uang kost), masih sisa banyak. Sragen, memang surga makanan murah.

Iwak Minil, begitulah kalau menyebut daging rendang yang dijual oleh Mbah Minil. Minil sebenarnya bukan nama asli Si Embah tersebut, nama aslinya adalah si Mbah Mangun. Nggak tahu darimana sebutan tersebut. Iwak Minil terasa sangat enak sekali, maklum jaman dulu makan daging sapi adalah kebanggaan dan kesenangan tersendiri. Ketika kecil, makan telur ceplok aja dibagi dua. Telur dadar dibagi empat, sampai kayak kertas tuh telor. Tipis. Jadi ingat zaman susah. Beli nasi pecel 250 perak sama lauk tahu. Beli lima ratus perak pakai daging sapi. Kebayang lezatnya ketika makan nasi pecel sama daging sapi. Pernah ada cerita dari Simbah Putriku yang pada waktu itu sedang mampir di warungnya Mbah Minil. Ada seorang simbah-simbah dari desa mampir ke warung, setelah masuk ke warung si embah tersebut mengatakan, kulo badhe tumbas iwak minil,“( saya mau beli daging minil) hal tersebut dikatakan dengan muka polos dan tanpa bersalah. Kontan saja si Embah Minil agak naik ½ oktaf nadanya, agak-agak ketus. „ Mbah, di sini nggak jual iwak minil…Minil itu nama julukan saya, belum disembelih orangnya masih hidup!!“ Melihat insiden tersebut, Mbah Putriku kontan tertawa terbahak-bahak melihat insiden keluguan si embah dari desa tersebut. Usut punya usut, Si Mbah Minil kurang suka kalau dipanggil dengan nama tersebut. Simbah dari desa tersebut tetap pasang ekspresi lempeng dot com. Nasib,,,,,


Bregedel alias Perkedel, Makanan sepanjang masa. Aku penggemar makanan ini hingga lulus SMP, setelah itu, masih suka tapi nggak ngefans ngefans banget. Bregedel kentang, saking sukanya aku dah bisa masak sendiri dari ketika aku SD. Koki cilik, sudah bisa masak bergedel dan sayur Sop. Dari uji coba dan akhirnya kaulah juaranya, he..he.. Paling bisa kalau disuruh bikin bregedel. Kalau bikin sayur sop masih sering gagal, karena kebanyakan merica jadinya item. Ternyata, rahasianya kalau masak sop mericanya tidak boleh digosngso atau dimasukkan ke dalam masakan, cukup ditumbuk dikasih air dan airnya saja yang dimasukkan ke dalam adonan. Jadi nggak item deh. Sssttt…aku baru tahu setelah lulus kuliah lho, sebelumnya item terus. Temanku satu kontrakan dulu masak sop pakai ketumbar. Saking Pe Denya merica dikira ketumbar. Batal deh makan sop, soalnya sopnya jadi wangi. Ada cerita lucu tentang bregedel, pas lebaran di tempat nenek di Malang Selatan, nenek punya banyak kentang. So, cucu-cucunya yang Bengal ini minta dibuatkan bregedel. Ok lah, si Embah setuju. Kemudian, selepas main pulanglah kita cucu-cucunya (aku dan keponakanku). Sudah terbayang bregedel kesukaanku. Yup, sangat menggoda selera nih. 1..2..3, serbu…semangat 45 mengambil nasi dan lauk bregedel, ayam dan sebagainya. Dan eits..tunggu..tungggu.., kok ada yang aneh dengan bregedelnya ya? Rasanya nggak gurih tapi gimana ya? Berat rasanya mendeskripsikan nih rasa, usut punya usut ternyata bregedelnya bregedel campur Bo! iya, campur Bothe alias talas. Duh simbah….sama cucunya masih perhitungan, seumur-umur makan bregedel campuran Bothe, ampun dech. Aduh Biyung. Dengan sedikit dongkol, aku masuk dapur dan beraksi bikin bregedel ala cheft Adi, dan 30 menit kemudian, jadilah…bregedel kentang telur ala cheft Adi this is it…….sekejap langsung ludes, siapa dulu dong…..


Rempah, Makanan ini hampir sama dengan perkedel Cuma bahan dasarnya bukan dari kentang akan tetapi dari parutan kelapa. Ketika aku lagi manic-maniaknya dengan perkedel makanan ini menjadi musuh besarku, karena aku bener-bener gak suka rasanya. Biasanya Ibu akan mengganti menu perkedel dengan rempah, hanya untuk selingan. Dan biasanya aku ngambek makan, karena menurutku rempah tidak nyambung kalau dipasangkan dengan sop.

Blondo, He.he…namanya lucu ya, Blondo..ini bahasa Indonesianya adalah tahi minyak. Makanan ini diperoleh dari proses pembuatan minyak kelapa. Ampasnya minyak kelapa ketika santan direbus hingga menghasilkan minyak. Rasanya full lemak dan gurih banget. Kalori tinggi Bro! Makan sesendok dua sendok masih enak, lama kelamaan eneg. So, kalau mau makan Blondo tidak usah banyak-banyak, jadi tidak enak kalau kebanyakan.

Balung Kethek. Dalam Bahasa kita menyebutnya tulang kera. Bukan asli dari tulang kera lho, ini makanan dari sejenis singkong yang digoreng menjadi stick keras dan diberi gula jawa. Aku kurang begitu suka dengan makanan ini, lebih enak keripik singkong.

Timus, Makanan dari Ubi jalar yang ditumbuk dan dikasih gula kemudian digoreng. Pada dasarnya aku memang males dengan makanan yang berbahan dasar Ubi karena bikin kenyang, oleh karena itu makanan ini menjadi pilihan untuk dimakan kalau sudah tidak ada makanan yang lain.

Lentho, Lentho biasanya akan bersanding dengan timus. Kayak sebelass dua belas gitu lah. Dimana ada timus biasanya akan ada lentho. Makanan lentho rasanya lebih gurih karena ada kacang tolo dan campuran bahan-bahan lain yang aku sendiri tidak tahu (tahunya makan doang). Lentho biasanya jadi campuran untuk makanan-makanan lain dengan diiris-iris dan dicampur dengan aneka masakan untuk lauknya. Lumayan, pengganti bakwan.

Sambel Bajak. Sambel Bajak adalah sambel Favoriteku hingga aku beranjak remaja. Merah pedas dan ada campuran petenya lho. Pada dasarnya aku kurang suka dengan makanan pedas, aku lebih suka makanan tidak pedas dan cenderung manis. Sambel bajak ini walaupun pedas aku sangat suka apalagi makannya dengan telor ceplok, tahu dan tempe. Sekarang hamper tidak pernah memasak sambel bajak lagi, lebih banyak sambel tumpang.

Arem-Arem, Banyak yang menyebutnya lontong. Kalau di daeerahku lontong tidak ada isinya, kalau arem-arem ada isinya. Yang paling umum isinya adalah tempe, tahu, sambel goreng ati dicampur kentang, bahkan terkadang telor. Karena membikin kenyang, makanan ini sering disajikan pas ada acara-acara di manapun dari acara perspisahan SD, Nikahan, halal Bi Halal, sampai acara universitaspun makanan ini masih sering muncul. Kayaknya makanan ini dianggap praktis karena ibarat nasi bungkus mini dengan lauknya. Ketika laper makanan ini terasa enak banget.

Kacang Klici. Aneh ya namanya, sebenarnya makanan ini biasa kita sebut dengan kacang bawang. Nggak tahu namanya jadi klici gitu apa karena jadi makanan kelinci atau gimana? Makanan ini hampir selalu ada si setiap meja tamu ketika lebaran. Ketika memasaknyapun ada triknya sehingga tidak terlalu keras. Salah satu caranya dengan direbus sebentar sebelum digoreng kacangnya. Pas direbus dikasih garam biar gurihnya lebih terasa. Kalau tidak direbus dulu jadi atozzzz….o..ya selain itu bagi anda yang diet kalau makan makanan ini harus hati-hati, biasanya kalau sudah asyik makan lupa diri dan satu toples bisa habis sendiri. Walah walah…

Kacang Kapri. Ini adalah salah satu kacang favoritku. Kacang ercis, warnanya ijo royo royo. Sampai sekarang makanan ini bagai candu di lidahku, kalau sudah ngemil nih kacang biasanya susah berhenti. Gurihnya terasa hingga berhari-hari (kalau yang ini hiperbola aja…)

Ganjel Rel. Nama makanan ini sungguh aneh ya. Pas, Ospek mahasiswa dulu senior menugaskan untuk mencari ganjel rel. Dari situlah aku tahu namanya roti ganjel rel. Menurutku rasanya enak but aku tidak tahu bahan dasarnya. Pas disuruh mencari aku cuma ngandelin dari teman mungkin ada yang bawa lebih, soalnya males kalau harus nyari hingga pasar johar. Bisa kesesat aku di Johar. Mending dihukum sajalah. Dan pas hari pengumpulan, ada teman yang membawa ganjel rel se -tas kresek besar, tinggal minta dan bereslah.

Sambel Kluwak. Sambel ini sangat diminati oleh adikku. Aku sendiri kurang begitu suka, rasanya biasa saja dan kadang cenderung pahit. So, aku lebih ngefans sama sambel Bajak daripada sambel kluwak. Lagi lagi masalah selera. Yang aku herankan, adikku dulu sangat suka makanan yang item-item, dari bubur sampai sambel. Emang sih dari kecil emang dia yang paling item sekeluarga, menghayati peran kali dia…

Gado-Gado. Di kampungku dulu, gado-gado yang terkenal karena enak dan murah adalah gado-gado Mbak Supi. Dari aku SD hingga aku kuliah masih bertahan dengan jualan gado-gadonya. Kuat ya bertahan. Gado-gado tiap daerah ternyata berbeda-beda. Gado-gado Mbak Supi adalah campuran sayuran dan sambel kacang tahu dan tempe, sama dengan gado-gado jakarta. Di Solo Gado gado itu terdiri dari kentang, telor, kubis, buncis, tahu, tempe, telor, aneka kerupuk, tomat dan disiram sambel kacang yang telah dicampur santan. Gado-gado di Jakarta disebut pecel ulek, sejenis loteknya Jogja. Di Surabaya gado-gadonya sejenis rujak petis, lain ladang lain belalang gitu..

Sate Halok. Sebenarnya ini adalah sate ayam Madura yang dijual oleh orang Madura yang menjajakan dengan berkeliling kampung, dengan satenya disunggi di atas kepala. Nama halok adalah sebutan dari aku dan teman-temanku pada penjualnya yang asli Madura dan kurang bisa berbahasa jawa. Suatu ketika ada seorang temanku yang sedang makan buah jambu air di pinggir jalan, saat itu si Mbak penjual satenya yang asli Madura melintas di depannya. Mungkin karena tergiur dengan jambu air yang Nampak segar, si penjual sate berhenti dan berkata Halok…Halok…sambil menengadahkan tangan. Yang dimaksud si embaknya tadi sebenarnya adalah “Njaluk” yang artinya minta, karena nggak biasa bahasa jawa ia kepleset dengan menyebut halok. Kontan saja temenku tadi yang usianya sekitar 8 tahunan berlari karena ketakutan. Sejak saat itu aku dan teman-temanku menyebutnya dengan sate halok. Dan sering buat bercandaan kalau pas mbaknya lewat ‚ eh..lihat tuh ada sate halok lewat..sate halok lewat, dengan gaya khas anak-anak yang niatnya meledek . Duh kasian Mbak Sate Haloknya, udah hitam, kurus, satenya jarang laku lagi, soalnya rasanya tidak sesuai dengan lidah orang kampung tempatku .

Itulah sekelumit makanan-makanan sejarah dari aku kecil hingga aku kerja sekarang ini. Memang terlalu manis untuk dilupakan. Kalau balik kampung pingin rasanya makan semua makanan yang kumau, but badanku gak bisa diajak kompromi, makan over sedikit dari kebiasaaan langsung diare. Makan kalori sedikit lebih banyak, langsung melar. Nasib nasib punya badan yang gampang membesar ke samping…



Kamis, 30 September 2010

Aneka Makanan Tradisional


2 Hari yang lalu sempet aku ledek-ledekan via SMS dengan temanku mengenai jajanan tradisonal. Mengingat banyak orang jaman sekarang yang gengsinya tinggi ketika harus menyantap jajanan pasar, apalagi anak muda sekarang, sehingga jajanan pasar jadi turun pamor. Sebenarnya, jajanan pasar atau makanan tradisional tidak semuanya tidak enak rasanya. Banyak makanan tradisional yang terasa lezat di lidah mengalahi Bred Talk sekalipun. Karena gengsi-gengsian, maka makanan tradisonal tadi sering jadi bahan ledek-ledekan antara sobat karib yang sama-sama dari ndeso (biasanya karena sudah pada ngerti wujud makanannya). Dan sebenarnya, aku adalah salah satu makhluk yang sangat menyukai jajanan pasar, jajanan mantenan di kampung or jajanan ndeso dan sekelasnya. Karena sejak kecil sudah terbiasa dengan makanan yang sederhana dan sekarang mulai langka tersebut, membuat aku kadang rindu balik kampung hanya untuk menyantap yang namanya getuk warna coklat (nggak tahu namanya, yang ku tahu cuma getuk lindri doang yang berwarna-warni itu, kalau yang coklat nggak tahu namanya). Makanan tradisional kerap sekali nongol di mantenan di kampung. Lebih-lebih kalau hidangannya pakai sistem piring terbang. Biasanya dulu pas aku diajak Ibu jagong manten aku paling males menyentuhnya. Apalagi pas masih kecil, melihat jadah kayak nggak ada nafsu babar blas. Beranjak dewasa, baru aku bisa merasakan nikmatnya jadah. Apalagi pas anget, dibakar makan sama tempe dan karak. Mak Nyuss…
Buat temen-temen yang lahir dan besar di kote Jakarte, mungkin nggak biasa makan jajanan pasar. Biasa jalan di Mall dan disitu jarang dijual makanan kampung. So, aku punya list makanan tradisonal yang pernah mampir di mulutku dan masih terasa sampai sekarang enaknya, are you ready, here we go……jrengg…jrenngg…..duoorrr…….

Onde-Onde, Yang terkenal pada waktu kecil dulu adalah Onde-Ondenya Mbah Minil. Harganya 50 perak, isi kacang tolo. Murah dan enak kalau laper doang. Saking murahnya bisa buy one get one free lho…

Onde-Onde Cemplus, aku dan adikku yang menamai begitu, onde-onde keringlah, kecil-kecil dan atos/keras. Biasanya dijual Plastikan dan sudah dikemas.

Gandos, dari ketan dan berbalur gula pasir. Ada yang putih dan ada yang item, tergantung ketannya juga. Asli buatan Mbah Minil. 50 perak juga.

Gedhang goreng. Umum banget dimana-mana ada. Paling enak gedhang kepok atau raja.

Pia-pia, alias bakwan, alias ote-ote (Surabaya), alias Heci, alias Pizza ndeso. Paling enak dimakan sama pecel. 25 perak jaman dulu bisa dapet pecel pia-pia pincuk. Lezat.

Tahu susur. Tahu dengan isi sayuran, Cuma 50 perak. 3 tahunan yang lalu masih ada yang harganya 100 perak per piece di Pasar desaku. Amit-amit, ramban (metik di kebun sendiri) kali sayurannya, jatuhnya murah cing!

Gethuk. Bukan Gethuk Trio lho, kalau itu dari Magelang. Getuk coklat yang enak banget dan getuk lindri yang warna-warni. Tergantung selera. Harga terbaru 500 perak dapat satu bungkus.

Jenang sumsum. Bubur beras putih sama gula jawa, its my favorite pouridge pas aku TK dulu.

Jenang ireng. Ini kesukaan adikku, dulu paling hobbi makan jenang ketan item.

Jenang grendul. Mungkin karena ada grendul2nya atau bulet-buletnya. Bahasa Jakartanya sih Bubur Candil (kayak namanya penyanyi yo). Pas TK hobi sekali makan Jenang ini dan sampai sekarang tetep suka.

Sawut. Adalah makanan telo diparut dikukus dan diberi gula jawa. Blenyek..blenyek enak!

Cenil. Bulat, kenyil-kenyil, warna-warni, dari ketela. Makannya pakai gula pasir dan parutan kelapa.

Klenyem. Dari namanya kelihatan ndesone poll. Ketela diparut kemudian dicampur kelapa, dibulat-bulat kasih gula merah. Gorenglah….

Klepon. Hijau, manis, ada gula jawanya. Ditaburi kelapa. Dulu ada embah-embah yang jualan lewat depan rumah. Sekarang masih hidup nggak Ya? Saking senengnya ama klepon, pas SD dulu seneng eksperimen bikin nih kue dan jadinya enak abis, this is it….

Ketan. Pernah ada cerita simbah-simbah jualan ketan di depan SD sekolah dulu, habis makan daunnya suruh mengembalikan buat yang lain. Amit-amit, jualan kok nggak modal yo Mbah.

Lopis. Nah, ini pasangannya ketan. Enak, manis, guruh, pakai gula jawa cair.

Jadah or gemblong, terbuat dari ketan, biasanya dibuat pas ada mantenan or sunantan. Umum bangetlah…paling enak pas anget dan dibakar. Paling nggak enak pas atos!

Jenang. Udah bikinnya lama, pakai ngaduk-aduknya di wajan yang supergede, makanan ini sudah umum banget pas mantenan. Terasa enak ya pas lapar. Tetep..

Kemplang. Pernah denger but kayaknya belum pernah makan (???) Ini julukannya temannya masku dulu, karena Ibunya jualan kemplang, ih jahat yoo.

Salome. Inilah makanan asli tidak sehat babar blaz. Salome (bukan satu lubang rame-rame lho) alias cilok adalah makanan yang dibuat dari tepung pati dan dibulet-bulet kayak bakso. Campurannya MSG, sedikit telor dan apalagi ya?? Dicelup ke saos botolan gandaria yang nggak jelas bahan dan sangat banyak pengawetnya. Dasar anak-anak, sudah digigit kadang dicelup lagi ke wadah saosnya. Dulu kok aku doyan yo? Saking ngefansnya, pernah aku bikin sendiri di rumah. Tahu nggak rasanya, kenyal kayak bola bekel karena kebanyakan pati kanji. Dasar koki amatiran..

Grontol. Awas jangan kepeleset nyebutnya ya.., nih makanan simple banget sebenarnya. Jagung direbus dikasih garam sama kelapa dan gula pasir. Siap disantap.

Madu mongso. Makanan khas Bu Puh Karno tetanggaku dulu. Tiap lebaran bikinnya pasti madu mongso, ssttt sampai sekarang masih lho…

Karak. Ini adalah kerupuk nasi, nasi yang diberi bleng dan kemudian digoreng jadi kerupuk. Dulu pas SD, di warungnya Bu Tum dijual dengan harga 25 dapat 2 potong plus sambel tumpang di atasnya. Enak lho…

Peyek sambel. Sama kayak karak sambel, Cuma pakai sambel kacang. Peyeknya tepung doang, nggak ada kacangnya. Maklum Bu, 25 perak thok.

Cao. Minuman yang asli nggak sehat. Soalnya buatnya di ember pakai celana (maksudnya penjualnya yang pakai celana), pakai sumba (pewarna yang susah hilang kalau kena tangan atau teres orang biasa menyebutnya) dan pakai sari manis atau natrium siklamat. Kalau misalnya aku disuruh minum sekarang dibayar seratus ribu tentu aku pikir-pikir dulu, kalau satu juta, langsung mau dech, He..he..Dulu nih minuman terasa enak banget, apalagi habis lari-larian kemudian minum caonya Yu Ni di warung belakang sekolah. Dasar anak-anak, nggak ngerti kanker. Harganya Cuma 25 perak segelas. Ssttttt, gelasnya kadang nggak dicuci lho, karena saking ramenya tuh warung. Aku saksi hidup.

Ice Juice kacang ijo dan tape. Sudah jadi rahasia umum, kalau airnya ngambil dari kamar mandi di SDku dulu. Pagi-pagi, penjualnya bawa ember ketika masih belum ada siswa, ngambil air di kamar mandi siswa yang butek dan kotor, kemudian dituang ke wadah buat jadi air putih pencampur es kacang ijo dan es tape. Hiiii….hiiii…, dasar anak-anak sudah tahu kayak gitu masih nekat aja beli, dan ngantre lagi belinya. Maklum, anak-anak desa lihat Blender udah kayak barang aneh. Harganya Cuma 50 perak, hingga aku lulus SD. Warung es depan sekolahku ini cukup lama bertahan dengan air mentahnya, sekarang udah nggak ada lagi. Syukurlah…

Tape singkong. Dijual di pasar, beli seratus dapat sak ndayak koplak. Murah, paling enak ya digoreng.

Rondo royal. Itu tadi tape yang digoreng, kok namanya rondo royal gitu ya???

Tape ketan hitam. Ini jajanan pas nikahan desa. Di Display di meja, sama dikasih sendok kecil2. Kalau pingin tinggal buka daunnya dan makanlah dengan tidak bersamaan daunnya.

Putu ayu. Kayak sejenis mie yang panjang-panjang dan diberi kelapa. Dulu aku ingat yang jualan agak nuwun sewu, budi alias budek dikit alias tuna rungu, sehingga harus teriak-teriak kalau mau manggil buat beli.

Suweg. Inilah makanan kesukaan simbah putriku. Makanan yang asli bikin kenyang karena karbohidrat doang. Nggak tahu enaknya dimana, sampai simbah-simbah jaman dulu ngefans banget. Beli 200 perak bisa dapet satu piring penuh, warnanya yang kekuningan, cukup menggoda tapi buatku nggak enak, bikin kenyang. Biasanya pas pertandingan voli antar desa, julukan buat tim yang datang dari pelosok kecamatan, anggun (anak nggunung) adalah tim dengan kebanyakan makan suweg, so bodo..he..he…dasar anak kecamatan, otaknya juga bebal aja belagu…

Gembili, lupa pernah makan apa belum ya, kayaknya sejenis umbi-umbian yang nggak ada rasanya kecuali bikin kenyang dan bikin kentut..

Entik, inilah paket makanan khas ndeso yang sering jadi bahan olok-olkan dulu. Dasar lu kebanyakan makan suweg, gembili, sama entik. Inilah ejekan untuk teman-teman yang bodonya nggak ketulungan.

Es Lilin. 50 perak, bisa beli es warna-warni hiiiii……..

Es Setrup. Aku paling seneng sama es setrup ini, karena warnanya yang ngejreng dan menggoda selera anak-anak. Sehat nomor sewidak rolas, yang penting enak dengan warna merah membabi buta. Cuma 50 perak segelas.

Es Temu lawak. Nggak jelas nih minuman. Seratus perak dalam kemasan botol-botol kecil 300 mL an, buatan Solo. Mizonenya jaman dulu kali ya. Rasanya beraneka ragam dari rasa sprite, strawberi, jeruk, jambu bahkan sampai rasa salak. Kebayang nggak minuman rasa salak. Untung nggak ada minuman rasa sawo sekaliian. Amit-amit deh. Aku yakin pengawetnya se Indonesia raya karena saking banyaknya. Kok dulu nggak ada yang ngelarang ya minum kayak begituan. Huu,…hu…., aku berjanji, anakku kelak nggak ada yang makan makanan sampah dan minuman racun kayak bapaknya dulu, titik!

Jamu “Uyuh Jaran”. Ini sih manisan, namanya aja dibikin jamu uyuh jaran (dalam bahasa Indonesia artinya Jamu kencing Kuda), namanya norak banget ya, mentang-mentang warnanya kuning kayak urin, kemudian sama penjualnya diberi nama jamu uyuh jaran. 50 perak dapat seplastik kecil.Untung namanya bukan jamu uyuh prawan.pheww..phweww….

Jamu kunir asem, ini nih minuman favoritku sampai saat ini. Segar dan ada kecut-kecutnya dikit. Memperlancar Haid katanya, untung aku nggak haid, trus untuk cowok memperlancar apa ya?

Jamu Beras Kencur, “Jamunya jeng, jamu beras kencur biar badan gemuk subur.” Enak, apalagi pas anget-anget.

Jamu Cabe Puyeng. Nih jamu terasa panas di badan, Si Niken dulu teman mainku yang mengajarkan aku untuk minum nih jamu. Ketahuan Bapak, dilarang, karena bikin badan panas. Takutnya ada campuran obat-obatnya. Nurut lah, rasanya juga pahit, nggak selera.

Rengginang. Kerupuk dari beras atau beras ketan yo? Nggak ngerti aku. Enak kalau tidak sering-sering dan kondisi perut laper. Makanan ini mood2 an juga, kadang ada yang enak banget dan kadang kebalikannya.

Semprong. Bentuknya panjang-panjang. Dari tepung kanji apo telo yo? Rasanya tidak begitu enak buatku sekali dua kali makan sudah cukup. Rasanya biasa banget.

Trowolo. Kerupuk telo berwarna warni dan biasanya pada acara sunatan atau mantenan. Ada yang coklat polos dan ada yang berwarna. Males banget makannya kalau nggak kepaksa. Enakan makan peyek. Herannya kok masih banyak dulu yang bikin nih kerupuk. Lokaaalllll bangetttttt…..

Marneng. Jagung digoreng, kriuk…kriuk..ada yang dijual plastik kecil-kecil. Atoz Bro…..

Trembesi. Item, kecil, bikin flatus. Harganya murah banget, 25 dapat seplastik kecil. Bisa satu jam makannya, karena susah dibuka. Sekarang mulai langka. Biasanya yang jual, simbah-simbah tua duduk si tikar sambil bawa lampu teplok. Kasian ya Simbahnya. Kalao Makan bikin rahang pegel lho…

Kwaci. Isi semangka atau biji bunga matahari, sering diplesetkan kwaciaannnnn dech lu…., murah meriah. Kwaci bunga matahari hanya 50 perak, di warungnya Bu Ndari.

Kembang Goyang. Nih makanan tradisional tapi bikinnya gak susah, karena pakai dicetak—cetak segala. Rasanya sih lumayan enak dan makannya harus bener2 pas lapar, biar bisa menghayati.

Iwel-iwel. Dibungkus daun pisang, komposisine nggak tahu. Isinya ada kelapa, gula merah, kayake tepung beras opo yo?

Utri, nih makanan enak, murah dan bikin kenyang. Dari ketela kayaknya diibungkus daun pisang dan apalagi ya bahannya? Lupa?

Wajik. Dari ketan yang rasanya manis. Umumnya warnanya merah karena gula jawa, hijau, dan yang bikin males makannya kalo dikasih warna pink, valentine kali ya????

Gatot, nih makanan namanya kayak temen ngajiku dulu. Tega nih Ibunya ngasih nama anaknya persis nama makanan dari ketela. Mbok ya ngasih nama yang keren sekalian seperti Black Forest, Clappertart, brownies biar kebarat-baratan gitu. Untung Cuma gatot, kalau dikasih nama getuk gimana coba, apalagi dikasih nama suweg. Kasihan anaknya pas gede nanti, cakep-cakep namanya “ Mr. Suweg Samiwareg Saputro”, duh kalau aku yang punya nama udah tak ganti di depan notaris! Tak bikin selametan bubur merah dan bubur putih langsung!

Apem, Simbah putriku hobi banget nih bikin kue apem. Kalau nggak pinter bikinya tentu gosong bawahnya. Rasanya biasa banget kalao nggak ada campurannya. Kalu mau modal dikit suruh orang bikinin dikasih nangka dikit, santannya dibanyakin, rasanya hampir kayak serabi. Semuanya tergantung modal Bro!

Cipiran. Bahannya dari tepung, telur, mentega dll. Digoreng dan disajikan pas acara sunantan adikku dulu. Bentunya panjang-panjang bergerigi dan rasanya gurih-gurih eneg kalo kebanyakan. So jangan banyak-banyak, kalorinya lumayan lho!

Karuk. Ini nasi yang dikeringkan, kemudian dijemur dan digoreng. Dicampur gula jawa biar manis. But, aku nggak suka nih makanan. Bikin kenyang rasanya nggak seberapa. Di jual 25 perak di warung belakang sekolah.

Tiwul, adalah makanan dari gaplek. Representasi dari makanan orang nggak punya. Sebenarnya enak nih makanan, apalagi dicampur sama getuk coklat, hmmmmm...

Gendar. Nasi, dikasih obat bleng, diperam semalam dan besoknya udah jadi kayak kue. Tinggal dipotong-potong, makannya sama pecel jadilah gendar pecel. Kalau makannya sama kinco maka jadilah gendar kinco. (Aku makan makanan ini pas di Semarang), 500 perak awal tahun 2000an.

Jemblem, dari namanya udah nggak keren. Sejenis gethuk kalo nggak salah. Kalau salah mohon dimaafkan.

Gembuk. Dari ampas tahu, babar blaz nggak ada gizinya. Murah mbakyu, 25 perak dulu pas aku SD. Aku kurang suka sama gembuk, ora enak. Membuat kenyang.

Sambel tumpang. Aku seneng banget sama sambel tumpang sejak SMA, dulu Mbak Iin pemilik kost memberi tahu bahwa untuk makan sambel tumpang yang enak, biarkan sambel tumpang sama nasi panas hingga menggumpal terlebih dahulu, so ambil nasi panas beri sambel tumpang, bungkus dan diamkan 3-4 jam. Lalu makanlah, lebih enak pren. Tahu nggak, ternyata makanan ini hanya popular di daerah Solo, Sragen, Ngawi, Madiun ke Timur sampai Suroboyo. Pas kuliah dulu, pada waktu profesi di Jepara, aku pernah masak sambel Tumpang di Posko. Anak-anak pada jijik dan heran kali ya. Kok ada tempe busuk dimasak dibikin sambel. Anak-anak daerah semarang, Jogja ke barat, pantura, nggak familiar dengan nih masakan. Aduh kasian banget ya, lha wong rasanya ueeennaaakkkk poll. Aroma tempe busuknya menambah selera. Pernah saking jijiknya, sambel tumpangku dibuang sama temanku satu posko. Duh nasib. Selera eksotik pada nggak ada yang tahu.

Sego Gogik. Mbahku dulu yang pernah makan. Kayaknya nih nasi sudah punah ya. Kayak harimau jawa saja sudah punah.

Doreaki. Apa nama aslinya nggak paham, aku sama adikku selalu menyebut roti sejenis bolu yang bentuknya temben dengan sebuatan doreaki. Terinspirasi dari doraemon tentunya. Ntarlah, kalau pulang ke Jawa aku cari tahu.

Putu. Makanan dari tepung beras, kelapa, dan gula jawa ini enak kalau lagi anget. Dikukus di dalam bamboo dan diuap. Sekarang masih banyak dijual dijalan-jalan.

Es Potong. Sepotong harganya 25 perak, susahnya kalau dapat potongan di tengah, soale nggak ada pegangan plastiknya. Biar ada pegangnnya, maka beli 50 perak. Separo, ada pegangannya dan nggak takut jatuh itu es. Pas TK, aku masih ingat bahwa temanku dulu ada yang menanyakan ke penjual es potong. Mbah, niki banyu mateng to Mbah?(maksudnya esnya air matang atau air mentah). Nggak mungkinkah penjual mau jawab “iyo le iki banyu mentah” (Iya Nak, ini air mentah). Pertanyaan aneh, maklum anak TK, yang tak herankan sih Bapak Ibunya. Kok nggak bisa ngajarin anaknya supaya pinter memfilter sesuatu, ceillee, anak TK disuruh memfilter. Aku ngomong kayak gini karena aku sudah sarjana lho he..he…he…

Es Tong-Tong. Karena penjualnya memakai kenongan yang bunyinya tong..tong…gitu, so namanya es tong-tong. Coba kalau penjualnya bawa bedug, mungkin namanya bukan es tong-tong tapi es dug dug kali ya. Takutnya penjualnya bawa simbal, bisa jadi es blezz…..blez…….blez…….apalagi kalao bawa kentongan, jadinya es tretok..tok…tok……tok……

Brondong. Makanan yang super nggak enak, karena nggak ada rasanya. Di pasar malem biasanya dijual dan dibentuk menjadi sepeda, boneka dll. Bentuknya sih unik, rasanya nggak jamin deh. Lebih enak popcorn jauh (ya iyalahhhhhhhhh).

Nogosari. Ini makanan yang umum kalau ada snack pas ada acara syukuran RT, arisan, Perpisahan, Kenduri, Ulang Tahun dll. Tepung isinya pisang dibungkus daun pisang. Gurih, but bikin kenyang.

Bolu kukus. Aku pernah protes sama Ibu, dimana ibu pada waktu itu lagi gemar-gemarnya belajar bikin kue. Kebangetannya kok yang dibikin itu Bolu kukus sama pukis terus. Sampai bosen dan sampai sekarangpun nggak doyan. Gimana nggak bosen, ada acara arisan bikin bolu kukus, ada tetangga yang nikah, bikin bolu kukus, ada acara keluarga ngumpul bikin bolu kukus lagi. Waduh rek, mending kalau bolu kukus itu enak. Udah bikin kenyang, seringnya helm-an karena tidak mau ngembang. Jadi plontos kayak apem. Duh, kalau udah helm-an gitu berarti produk gagal. Siap-siap disortir dan dibuang kedalam perut. Perutku, no way!!!

Pukis. Nih sama karekteristiknya dengan bolu kukus. Bahannya hampir sama. Kalau pukis masih mending enak, apalgi kalau telur sama menteganya banyak. Apalagi pas hangat. Sempet kuprotes juga karena bosen dengan si pukis ini.

Lumpia, Ini adalah salah satu makanan favoritku sampai saat ini. Walaupun setiap ada acara keluarga Ibuku selalu membuatnya untuk hidangan, aku tidak pernah bosan sampai detik ini. Lumpia masuk dalam kategori gorengan dan isinya adalah rebung yang diiris kecil, telor dan sayuran dan ayam. Rasanya yang gurih, asin membuat aku selalu ketagihan. Lumpia buatan ibuku lebih enak dari lonpia semarang sekalipun. Sayang tidak dikomersilkan.

Cantik Manis, Makanan ini juga sering nongol di hajatan keluarga, arisan dan acara-acara lainnya di lingkunganku. Terbuat dari tepung sagu mutiara dan dalamnya berisi pisang. Persis kayak nagasari cuma pakai tepung sagu mutiara saja.

Mendut. Ibu hobi sekali dalam membuat kue ini. Rasanya yang manis dan lengket sangat nikmat apabila dimakan dengan minum teh panas. Isinya enten-enten atau adonan parutan kelapa yang dicampur gula dan dimasak. Kulitnya terbuat dari adonan beras ketan dan santan. Kemudian dibungkus sama daun pisang dan dikukus, ready to serve.

Kik. He..he.., namanya sebenarnya cake! Tapi namanya anak kampung, pas praktek keterampilan masak, menyebutnya kue kik, bukan cake! Aku kenal kue ini ketika kelompok masakku berdebat tentang makanan apa yang akan dibuat pas ujian praktek (EBTA Praktek SD) nanti. Aku bersikukuh mau membuat klepon, but ditolak sama teman2 lainnya. Kemudian usulku berpindah ke lompia (my favorite too), but ternyata ditolak karena butuh 2 kompor (males bawanya!). Temanku juga bersikukuh hendak membuat kue Kik katanya? Kik?? Wonder juga nih. Kayak apa nih kue. Kata temenku yang juga anak guru SD tersebut kue ini enak dan bikinnya nggak terlalu susah, apalagi si Ibu anak tersebut akan membantu membuatnya as a consultan gitu loh. Ya udah lah, buat Kik (walaupun aku nggak begitu suka Roti). Ternyata bikinnya pakai oven juga, untung kelompok lain ada yang bawa oven, sehingga bisa share. Sempet numplek di oven nih kue, gagal gara-gara ovennya dipindah-pindah. Nasib, akhirnya bikin lagi. Pas penyajian memang agak kehitaman, gosong-gosong pahit dengan sukade (butiran dari pepaya yang diawetka) berwarna-warni. Lumayanlah, bikin kue kik kreasi anak-anak SD kampung. Ini masih lumayan dibanding kelompok lain yang coba bikin kue tart yang nggak jadi, soalnya butter creamnya nggak bisa pas, maklum amatiran. Lebih-lebih lagi, kuenya nggak bisa ditumplek, lengket cing. Namanya saja keren, kue kasih sayang. Malah jadinya kue kasihaannnnn deh Lu! Dalam hati meledek, jahat ya..masalahnya temanku itu otodidak dari resep di majalah. Udah anak SD, amatir, lihat resep lagi. Duh. Ada kisah kelompok lain yang didominasi cowok. Kebayang nggak, udah anak SD, amatir, kelompoknya cowok semua Cuma ada 1 cewek dan itu pendiam banget, kalau nggak dicolek nggak bakal ngomong. Akhirnya dengan berbekal buku resep masakan mereka mencoba kreasi makanan baru dari buku resep. Sim salabim, bagus cing hasilnya. Nggak tahu pasti nama kuenya, komposisinya dari buah sirsat juga kayaknya. Penampakannya warna hijau segar dan bagus pas dicetak seperti kue tart. Selidik punya selidik, rasanya…hoeeekkkkk pahit banget…nah lo, penampilan menipu. Dasar anak SD jadinya langsung meledek. “Kok pahit gini ya”, kataku sambil senyum-senyum penuh arti. “Biarin, yang penting yang dibawa ke kantor guru bukan ini, tapi timpan” (makanan khas aceh, maklum ketua kelompoknya keturunan aceh). Untung dia masih baik, bukan kue pahit tersebut yang diserve ke kantor guru. Tapi timpannya. Sampai saat ini aku masih penasaran dengan nih makanan, dari apa terbuatnya dan bagaimana rasanya?

Bersambung.................

Kaki lima


Aku memang terlahir sebagai anak desa, lahir dan dibesarkan di sebuah desa di kaki gunung Lawu di perbatasan Jatim dan Jateng. Sejak SD hingga SMP aku mengenyam pendidikan di kecamatan, pada waktu SMA baru aku sekolah di Kabupaten. Sebagai anak desa aku senantiasa dikenalkan dengan namanya konsep kesederhanaan. Bapakku selalu memberi teladan tentang kesederhanaan yang begitu sangat beliau pegang dan juga di tanamkan dalam keluarga. Misalnya, Bapak tidak pernah mengajari anaknya untuk makan di restoran-restoran mewah ketika bepergian, walaupun sebenarnya Bapak mampu untuk membayar harga makanan tersebut. Oleh karena itu aku sangat terbiasa makan yang di kaki lima, warung-warung kecil di pinggir jalan, warung-warung tenda dan sejenisnya. Hingga dulu pernah aku dan Ibu berkompromi untuk menyindir Bapak ketika hendak makan dalam perjalanan ke Malang kampung halaman Bapak. Pasti deh kaki lima, dan ternyata memang benar. Bapak Cuma tersenyum ,kaki lima juga enak kok. Asalkan pas milihnya, kata Bapak kala itu, yah kaki lima lagi.
Ajaran Bapak yang selalu mengajak kami anak-anaknya untuk tidak bermewah-mewahan menjadikan aku terbiasa makan di kaki lima. Buat aku, kaki lima bukannya tidak enak, akan tetapi menawarkan sajian yang sederhana, murah dan sangat familiar di lidah. Sekelas warteg dan warsun juga. Satu hal yang memang agak susah diprediksi adalah kebersihannya. Memang itulah yang menjadi masalah utama dalam sebuah warung makan sekelas warteg, warsun, kaki lima, lesehan, warung padang dsb. Menyantap hidangan rumahan buat aku memang terasa nikmat apalagi tersedia aneka sayur dan lauk pauk yang terbuat dari kedelai. Ibuku sangat mengerti seleraku ketika aku balik kampung. Sayur adalah salah satu makanan yang sangat kusuka, disamping telur dadar, tahu, tempe, udang. Makanan tersebut sangat pas komposisinya dalam sebuah hidangan, apalagi ditambah dengan kecap manis dan kerupuk. Dan aku tidak begitu suka sambel, kecuali sambel tumpang, sambel kacang dan sambel bajak.
Dalam memilih makanan, aku memang tidak begitu pemilih. Kaki lima, kucingan/angkringan, warung sunda, adalah tempat makan favoritku sampai kini. Kota yang menyajikan wisata kuliner yang pas dengan selera lidah dan kantongku adalah kota Solo. Nggak tahu kenapa, aku merasa solo menyajikan banyak makanan yang murah, enak, dan lumayan bergizi. Sehingga, ketika di Solo aku tidak segan-segan mampir dari satu angkringan ke angkringan yang lain. Yang biasa aku cari adalah gorengan. Gorengan tempe di Solo terasa paling lezat apalagi ditambah es teh tawar. Puas makannya dan murah harganya.
Sebagian temanku menganggap seleraku kampungan dan tidak higienis. Dan aku lagi-lagi tidak perduli, karena aku kembali pada prinsip bahwa selera tidak dapat diperdebatkan. Bagiku gorengan mendoan adalah sepuluh kali lebih nikmat dari namanya kepiting. Karena sampai saat ini aku belum bisa menemukan titik kenikmatan kepiting. Bagiku kepiting sangat biasa saja, kembali lagi sih pada selera. Seleraku kini dan nanti memang tidak akan berubah sedikitpun, mengingat aku sudah bertahan dengan seleraku seperti ini dalam kurun waktu 10 tahunan, so sudah mendarah daging. Seiring bertambah usia mungkin aku harus mengurangi yang namanya goreng-gorengan, risiko tinggi kolesterol. Untuk 3 tahun ke depan mungkin aku masih excuse. Semoga tidak ada masalah dengan kolesterolku, ya semoga….