Selasa, 14 September 2010

Sinergi dengan alam


Hari ke-3 lebaran, dimana merupakan hari terakhir liburan cuti bersama di kantorku. Sudah sunnatullah bahwa liburan berapa lamapun akan terasa begitu singkat. Hal itu juga yang aku rasakan kini. Perasaan enggan menggelayuti dalam benakku, seandainya liburku ditambah satu-dua hari lagi, aku berandai-andai dalam hati. Pagi itu sebenarnya aku hendak menyelesaikan amanahku dari kantor untuk menyusun konsep training. But, rasanya males sekali harus membuka laptop dan duduk berjam-jam di depan laptop. Setelah lari pagi sebenarnya aku berencana untuk menyelesaikan bacaanku yang tidak kunjung usai karena terkena penyakit malas yang susah hilang dari kebiasaanku. Ketika membaca biasanya aku tiba-tiba tertidur, apalagi membacanya sambil di atas bantal. Untuk mensiasati hal tersebut biasanya aku pergi ke alam terbuka, di tempat yang sepi dan aku mampu membaca hingga berjam-jam lamanya, atau kalau lagi males keluar biasanya aku tidur dulu 2-3 jam dan kemudian mulai membaca. Hal ini adalah strategi-strategi yang aku tempuh dalam memaksakan diriku agar selalu mengupgrade ilmu dan isi otak yang lama kelamaan akan menjadi tumpul apabila tidak di upgrade ulang.
Pagi itu, setelah mandi dan menguras bak mandi aku bermaksud kabur dari kost karena takut ketiduran lagi di hari terakhir liburan. Lebih baik aku leyeh—leyeh di kebun binatang ragunan yang hanya berjarak kurang lebih 200 m dari kostku. Cuma modal 5000 perak, aku bisa membaca sambil menikmati nyanyian alam dari burung-burung dan serta mendengar jeritan monyet yang bersahut-sahutan. Sudah menjadi tradisi bahwa pada moment-moment lebaran suasana Ragunan ibarat pasar tumpah dadakan, semrawut dan ramainya minta ampun. Teman-temanku sudah mengingatkan aku akan hal tersebut. Tapi buatku dengan keramaian itu aku bisa dapat banyak ilham untuk pembelajaran hidup, betul nggak. Ambil positifnya sajalah.
Sebelum berangkat aku siapkan buku-buku yang hendak aku baca. Kumpulan buku di lemariku yang aku beli dari obral buku murah masih tertumpuk rapi di sudut lemariku. Kebiasaanku yang susah hilang apabila ada obral buku murah aku langsung kayak kesetanan untuk membeli, walaupun belum tentu ada waktu untuk membacanya. Yang penting beli dulu masalah waktu untuk membaca kan ada waktu luang, yang sayang apabila hanya untuk melamun dan nonton gossip di TV doang. Akhirnya kupilih buku karangan Vallerina Daniel salah satu mantan putri Indonesia yang aktif di kegiatan lingkungan hidup. “Easy green living”, kayaknya cukup menarik juga untuk dibaca, begitu pikirku. Selain itu aku juga membawa buku Andrias Harefa dengan Mindset Therapynya serta beberapa majalah kesehatan pemberian bosku di kantor. Kira-kira ada lima buku yang aku bawa untuk dibaca di Ragunan.
Masih pagi sekitar jam 09.00 aku memasuki pintu Ragunan, sudah cukup ramai dan nampak semrawut sekali di sekitar Terminal Ragunan maupun di Terminal Busway. Ditambah suara petugas yang mengatur lalu lintas dengan menggunakan speaker semakin membuat bising suasana, akan tetapi dengan speaker tersebut lalu lintas dan kendaraan menjadi lebih teratur. Karena instruksi yang diberikan cukup jelas. “Bagi kendaraan truk yang mengangkut rombongan dari ujung berung harap belok kiri”!! “Bapak baju motif monyet Ragunan jangan fashion show di tengah jalan Pak! Ayo cepat menyingkir ntar tertabrak Busway”! Begitulah kira-kira instruksi dari petugas, persis kayak tukang jamu di alun-alun pasar klewer. Memasuki gerbang Ragunan cukup dengan membayar lima ribu rupiah saja, berharap ada kembalian 500 perak, karena biasanya Cuma 4500. Ternyata yang lima ratus dipakai untuk sumbangan sukarela untuk PMI DKI, yo wislah amal 500 perak. Begitu emasuki pintu utama sudah ada mobil Metro TV yang siap-siap mengadakan liputan. Pada hari liburan seperti ini, banyak stasiuun televisi yang berkeliaran untuk mengadakan liputan. Berharap mendapatkan liputan tentang liburan yang murah meriah mungkin. Dan isinya memang kebanyakan tidak lepas dari liburan yang murah meriah di Ragunan, serta isi berita yang membahas tentang warga Jakarta yang membutuhkan tempat liburan yang murah meriah dan ruang terbuka hijau. Dari stasiun TV satu dan Stasiun TV yang lain isinya tidak lepas dari rekreasi murah di Jakarta yang kian terbatas. Ya wis lah.
Masyarakat dari penjuru jabodetabek datang berduyun-duyun bak air bah. Dari tua, muda, anak kecil, bayi, balita, nenek-nenek, gadis, perjaka, emak-emak, remaja yang beranjak gede datang tumpah ruah dari berbagai sudut kota dan kampung. Ada yang membawa mobil pribadi, motor, naik angkot, carter angkot dengan membawa satu rombongan dangdut, ada yang naik busway yang pada hari itu isinya banyak anak-anak kecil mirip bis darmawisata anak TK. Selain itu ada yang bela-belain membawa truk, menumpang pick up dengan tutup terpal (amit-amit datang dari kampung mana tuh), ada yang datang berdua-duaan yang didominasi ABG-ABG yang lagi kasmaran, ada yang sendirian seperti aku (kayaknya dari ribuan orang cuma aku yang datang sendirian). Hampir semua orang datang dengan keluarganya masing-masing, kerabat, handai taulan, pacar, sohib dan hampir tidak ada yang soliter. Yang pasti hampir seratus persen pengunjung adalah pribumi asli. Dari penampilannya yang sederhana dan kadang ada yang sedikit ngaco dalam pemilihan baju. Nampak sekali walaupun di Jakarta masih banyak jemuran yang berjalan-jalan di tempat keramaian. Hal ini selalu menjadi pengamatanku, karena aku gemar mengamati fashion yang nggak nyambung jek. Maklum anak pedagang konveksi.
Suasana semakin siang semakin ramai, Ragunan yang pada bulan Ramadhan kemarin kayak kuburan sekarang malah lebih kayak karnaval 17-an. Iring-iringan mobil diperkenankan masuk ke areal Ragunan. Karena apabila parkir di luar maka nggak ada lahan. Sehingga nampak semrawut antara pejalan kaki dan rombongan-rombongan dangdut yang beriringan. Hampir semua pengunjung yang datang membawa bekal dari rumah, memang sudah niat untuk makan di alam terbuka kali. Para penjaja minuman, penjual tiker harga 5000-an, tukang foto, asongan, delman, penjual kerak telor, pecel, mainan anak dan pedagang lainnya tumpah ruah menambah keramaian Ragunan siang itu. Dengan susah payah aku keliling-keliling mencari lokasi yang sesuai untuk ngadem sambil membaca buku. Tempat yang biasanya aku pakai sudah dikapling sama orang. Terpaksa muter cari tempat yang lain. Akhirnya dapat juga tempat di pinggir danau dengan view yang lumayan shady. Sayangnya banyak sampah-sampah berserakan di sekitar lokasi yang kupilih, dasar Indonesian. Niat mengotori alam nggak usah jauh-jauh ke Ragunan, pikirku agak mangkel. Maklum, tak jauh dari tempat aku duduk berserakan bekas mizone, aqua, plastik-plastik yang nggak jelas, dan sampah-sampah bekas makanan menambah kesan jorok banget. Sayangnya memang nggak ada tempat sampah di sekitar situ, siapa yang pantas dipersalahkan??
Dengan sedikit dongkol aku mulai membaca tentang “easy green living”nya valerina Daniel. Cukup ringan dan menginspirasi. Apalagi membacanya pas di alam, jadi otakku menyerap lebih cepat informasinya. Sambil sesekali mengamati tingkah laku orang-orang yang nampak kegirangan dan heboh turun dari angkot carteran yang parkir tidak jauh dari tempatku berada. Dari wajah-wajahnya kayaknya mereka berasal dari pelosok Tangerang nunjauh di sana. Nampak anak kecil yang bersorak-sorak kegirangan karena hendak melihat gajah. Ada iklan lewat pikirku. Hampir 2 jam aku membaca dengan tenang dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar, Cuma sekilas kalau ada yang mendekat aku mencuri pandang. Siapa tahu ada yang bening lewat.
Mendekati pukul 12 siang, serombongan orkes dangdut dengan bahasa yang aku nggak ngerti bahasanya apa, datang dan menggelar tikar di tempat aku membaca. Dasar nih orang-orang, nggak tahu kalau aku lagi pengin membaca dengan tenang kali ya. Jangan harap aku pergi, begitu pikirku. Toh, aku yang datang duluan. Dengan tertawa berha ha hi hi mereka menggelar tikar untuk potluck (makan maksudnya) dengan cueknya aku tetap membaca dan berlagak tuli. Hampir satu jamanan mereka menghabiskan makanannya dan kemudian pergi bersiap-siap balik ke alamnya. But sialnya, bukan ninggalin makanan but ninggalin sampah di bekas mereka makan. Amit-amit nih orang kampung. Nggak tahu etika sama sekali, batinku dalam hati. Dalam agama sudah diajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Aku yakin mereka tahu but aplikasinya nol besar, dengan pedenya meninggalkan sampah-sampah plastik dan makanan, serasa dunia milik nenek moyang mereka yang lain cuma kost dan kontrak. So mereka bebas melakukan apa saja. Pheewww. Geram bercampur mangkel melihat mentalitas bangsa kita yang ibarat mental warung tegal. Habis makan langsung ditinggal.
Setengah jam kemudian, sudah agak reda dongkolnya. Kemudian datang sepasang anak muda yang sedang kasmaran. Dari raut mukanya kelihatan banget lagi memadu kasih. Romeo and Juliet datang nih pikirku saat itu. Dengan gaya yang sok mesra, bikin aku eneg. Nih, mau PDA di depanku. Amit-amit deh. Apa nggak ada tempat lain ya yang sepian dikit, kuburan kek or kamar mayat kek, biar puas! Masak PDA di tempat ramai kayak gini. Dan parahnya, pluk! Nyampah lagi, ninggalin sampah sambil berlalu menjauh. Pingin kusambit rasanya pakai botol minumku. Dasar, nggak tahu apa kalau aku lagi baca easy green living. Pasrah, aku juga males ngambilin tuh sampah, ntar aku dikira pemulung lagi. Setelah itu datang keluarga dengan 2 anak kecil-keci, seorang bapak yang sedang mendorong kereta bayi yang isinya bukan bayi tapi makanan dan istrinya yang sedang hamil! Hebat Bro, anak-anaknya masih mungil-mungil istrinya sudah hamil tua. Hebat nih pejantan, pasti orang kaya dan hartanya melimpah ruah 7 turunan. Yo wislah, sutra bukan urusanku. Syukurnya, mereka nggak nyampah di depanku, karena aku keburu sholat karena udah jam 1. Cari musholla dan tobat sudah ngata-ngatain orang walau dalam hati saja (kayak lagunya warna).
Sehabis sholat lanjut baca, but cari lokasi yang lain deh. Sambil cari lokasi yang lain, mataku gerilya siapa tahu ada ilham untuk dikomentari atau sekedar jadi bahan tulisan di blogku. Akhirnya kutemukan tempat di pinggir danau, lumayan buat nyantai. Nggak terlalu bising dan nggak banyak orang lalu lalang di depanku. Gimana mau lalu lalang lha wong depanku danau, emang putri duyung or neptunus si dewa waduk. Waduk di depanku untuk pemancingan sehingga tidak ada kapal fantasi yag lewat atau becak air yang wira-wiri di depan batang hidungku, Cuma sesekali bapak-bapak sliwar sliwer di depanku. Nggak jelas mau ngapain, mau mancing kok nggak bawa pancingan, mau jalan-jalan doang kok ya di kolam pemancingan. Emboh lah. Lanjut baca pikirku. Baru setengah jam membaca kepalaku sudah berputar-putar, datang nih penyakit lama. Kelelahan akibat membaca. Kalau dipaksakan bakal nggak bisa konsen babar blas, yo wislah ngalahin pulang saja. Toh, hari dah mau hujan. Pulang, makan dan tidur, begitu pikirku kala itu.
Sambil berjalan pulang kupasang music dari handphoneku. Biar nyantai dikit pikirku. Sambil kuedarkan pandang, siapa tahu ada ide yang muncul untuk menulis. Sejauh mata memandang ribuan orang hilir mudik dengan barbagai macam aktivitas, dan kebanyakan adalah niat makan di alam bebas. Dan lagi-lagi sampah ada di mana-mana. Ampun deh, gimana ya biar nggak nyampah, perlu reward and punishment kali ya. Banyak pasangan muda, remaja-remaja yang beranjak gede yang melakukan PDA, ada yang belai-belaian (iiihhh), ada yang tiduran di pangkuan, ada yang rangkulan, ada yang foto-foto dengan pose norak jaman baheula yang mirip-mirip dikitlah sama posenya siamang, ada yang nangkring di atas pohon di area primata (persis kayak primatanya), ada yang mojok di taman dan berbagai macam pose aneh lainnya. Lagi-lagi PDA, sedangkan disitu banyak anak-anak kecil berkeliaran. Pheewwww.
Semakin dekat pintu keluar, maka lautan manusia semakin tampak. Kesempatan untukku untuk jeprat-jepret dengan kamera starku. Cari moment-moment yang bisa aku jadikan tulisan. Aku agak jengah dengan namanya sampah yang bertebaran dimana-mana. Piknik sih Piknik, apa harus bawa sampah juga gitu lho. Sudah membawa rombongan sirkus, masih nyampah lagi. Dan kebanyakan orang-orang memang cuek untuk membuang sampah di jalan. Nggak peduli mau cantik, jelek, pria wanita, anak-anak, kelihatan terpelajar atau nggak sekolah, miskin kaya, semuanya pada cuek buang sampah sembarangan. Pikirnya, toh ntar ada yang bersihin. Yang parahnya, banyak rombongan dangdut yang nyantai makan-makan dengan dikelilingi sampah. Nah lo, bukannya risih malah asyik makan dan tiduran. Menghayati peran atau karna sudah bebal. Emboh lah. Kamera HPku nggak lepas-lepas dari jepret sana dan sini. Baru sekali ini aku lihat macet di dalam kebun binatang. Mau parkir macet, mau keluar juga kesulitan. Enaknya kayak aku nih, punya kost dekat ragunan. Nggak usah bawa mobil cukup jalan kaki. Kepikiran juga nih untuk part time jualan the botol kali ya. Bisa untuk beli pulsa unrungnya. He…he….he…
Menjelang Ashar aku akhirnya bisa keluar dari gerbang dengan selamat, cuma kuku kakiku ada yang terluka gara-gara keinjek ibu-ibu yang jalan nggak lihat-lihat, dimaafin deh. Lagi lebaran. Banyak sekali pengamatan yang aku rekan di memoriku hari ini. Memang masih banyak yang harus diperbaiki dari bangsa ini, masalah kesadaran akan kebersihan memang harus selalu dibangun sejak dini. Minimal dari keluarga, atau sekarang dari diri sendiri dulu. Kita memang berhak menegur orang lain, alangkah lebih baiknya kalau kita menegur dengan keteladanan, sehingga semua bisa jadi lebih baik. Alam bukan hanya untuk dinikmati akan tetapi kita wajib menjaga kelestariannya, semoga alam tetap mau bersahabat dengan kita dan kita akan menjadi salah satu bagian dari alam yang tak terpisahkan. Hiduplah harmoni dan alam akan mendukungmu.

Tidak ada komentar: